Ijtihad Sahabat dan Konsep Keadilan Sahabat

Pada seri sebelumnya kita telah membahas perihal definisi ijtihad dalam kacamata ulama Ahlussunnah Imam Al-Ghazali. Pembahasan tersebut berkaitan dengan konsep keadilan seluruh sahabat, karena, mereka yang berpegang pada konsep ini sering berdalih dengan kata ‘ijtihad sahabat’ sebagai pembenaran atas perilaku sahabat meskipun hal tersebut menyimpang atau bertentangan dengan syariat, sehingga dengan ‘ijtihad’ tersebut keadilan sahabat tetap terjaga.

Contoh untuk penjelasan tersebut misalnya seperti peristiwa perang Jamal, dimana kaum muslimin yang di dalamnya ada para sahabat saling berperang dan membunuh. Mereka yang meyakini keadilan seluruh sahabat beranggapan bahwa apa yang dilakukan para sahabat dalam peristiwa perang tersebut adalah sebuah ‘ijtihad’, meskipun mereka tahu bahwa membunuh atau memberontak kepemimpinan adalah perbuatan yang terlarang dan bertentangan dengan syariat. Dengan demikian, mereka meyakini dalam perang tersebut tidak ada yang salah dengan dalih ‘ijtihad sahabat’.

Dan banyak contoh perilaku sahabat lainnya yang jelas-jelas melanggar syariat dan bertentangan dengan hukum syar’i seperti mabuk atau meminum khamr, merencanakan pembunuhan, bahkan ada yang sampai murtad dan munafik, seperti yang pernah kami paparkan sebelumnya.

Kita akan paparkan lagi soal perilaku sahabat yang tercatat dalam kitab Ahlussunnah dan jelas-jelas melanggar hukum syar’i. contoh dari sahabat tersebut ialah Walid bin Uqbah dan Muawiyah. Mereka tercatat sebagai peminum khamr atau minuman yang diharamkan.

…dari Ibrahim, dari ‘Alaqmah ia berkata: kami berada dalam barisan pasukan di tanah Rum (Roma), bersama kami ada Hudzaifah bin alyaman dan komandan kami Walid bin Uqbah, dan ia meminum khamr…

…bercerita kepada kami Abdullah bin Buraidah, ia berkata: aku dan ayahku masuk menemui Muawiyah, ia mempersilahkan kami duduk diatas permadani, kemudian datang kepada kami makanan, kamipun memakannya, lalu didatangkan pada kami minuman, lalu Muawiyah meminumnya, kemudian ayahku memegangnya dan berkata: aku tidak meminumnya sejak Rasulullah Saw mengharamkannya…

Contoh diatas merupakan perilaku sahabat yang jelas-jelas terlarang dalam agama dan melanggar hukum syar’i. apakah dengan dalih ‘ijtihad sahabat’ perilaku mereka bisa dibenarkan dan tetap dikatakan adil?

Dalam pembahasan sebelumnya sekaitan dengan ijtihad, sudah kita sebutkan bahwa hal-hal yang mana umat telah sepakat atas hukumnya dan jelas dalilnya, maka orang yang menentangnya telah berdosa dan hal tersebut bukan tempat untuk ijtihad. Jadi, para sahabat yang jelas-jelas melanggar hukum syar’i dalam Islam dan umat telah sepakat akan hukum tersebut, berdasarkan perkataan Imam Ghazali mereka telah berdosa dan disitu tidak ada tempat untuk ijtihad. Untuk itu, dalih ‘ijtihad sahabat’ untuk pembenaran perilaku sahabat yang jelas-jelas melanggar syariat tidak tepat dan tidak bisa dibenarkan.

Wallahu A’lam