Dampak Televisi Pada Anak


Di sepanjang kehidupannya, manusia melalui berbagai masa dan tahapan. Tidak diragukan lagi, tidak ada satupun masa yang lebih manis dan indah seperti masa yang dinikmati oleh anak-anak. Orang-orang dewasa senantiasa mengenang masa kecil mereka dengan penuh rasa suka cita dan mereka akan menceritakan peristiwa dan kenangan masa kecil itu dengan penuh semangat. Permainan, imajinasi, rasa ingin tahu, dan ketiadaan beban hidup, membuat masa kanak-kanak menjadi manis dan menarik buat semua orang. Namun, dewasa ini, para ahli psikologi dan sosial meyakini, era kanak-kanak di dunia sedang berhadapan dengan keruntuhan dan akan tinggal menjadi sejarah saja. Di masa yang akan datang, anak-anak di dunia tidak akan lagi menikmati masa kanak-kanak yang manis, yang seharusnya menjadi masa terpenting dalam membentuk kepribadian mereka.

Dewasa ini, media massa Barat, dengan program-programnya yang memperlihatkan kerusakan moral dan kekerasannya, sedang merobohkan dinding yang menjadi tembok pemisah antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Barat, namun juga di negara-negara lain karena besarnya infiltrasi media Barat di berbagai penjuru dunia. Dengan kata lain, anak-anak zaman kini dibebaskan untuk melihat apa yang seharusnya hanya ditonton oleh orang dewasa dan hal ini dapat berdampak buruk bagi anak-anak itu.

Doktor Tabatabaei, seorang pakar media di Iran, pernah menulis bahwa masa kanak-kanak merupakan salah satu tahapan usia seorang manusia, yang memiliki kebutuhan dan kapasitas tersendiri. Jiwa dan fisik anak-anak yang lembut tidak memiliki kesiapan untuk dihadapkan kepada konflik dan masalah yang dialami oleh orang dewasa. Neil Postman, seorang penulis Amerika, juga pernah menulis bahwa jika sudah tidak ada batas antara dunia anak-anak dan dunia orang dewasa, tidak akan ada lagi apa yang dinamakan sebagai dunia kanak-kanak.

Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan dampak negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Memang terdapat usaha untuk menggerakan para orangtua agar mengarahkan anak-anak mereka supaya menonton program atau acara yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada prakteknya, sedikit sekali orangtua yang memperhatikan ini.

Menurut sebuah penelitian yang telah dilakukan di Amerika, banyak sekali anak-anak yang menjadi pemirsa program-program televisi yang dikhususkan untuk orang dewasa. Doktor Tabatabaei dalam mengomentari hal ini menyatakan, “Dewasa ini di Barat, anak-anak dihadapkan dengan pembunuhan, kekerasan, penculikan, penyanderaan, amoral dan asusila, keruntuhan moral, budaya dan sosial. Dampak dari problema ini adalah timbulnya kekacauan dan kerusakan pada kepribadian anak-anak dan akhirnya kepribadian kanak-kanak itu menjadi terhapus dan hilang sama sekali.”

Neil Postman dalam bukunya “The Disappearance of Childhood” (Lenyapnya Masa Kanak-Kanak), menulis bahwa sejak tahun 1950, televisi di Amerika telah menyiarkan program-program yang seragam dan anak-anak, sama seperti anggota masyarakat lainnya, menjadi korban gelombang visual yang ditunjukkan televisi. Dengan menekankan bahwa televisi telah memusnahkan dinding pemisah antara dunia kanak-kanak dan dunia orang dewasa, Neil Postman menyebutkan tiga karakteristik televisi. Pertama, pesan media ini dapat sampai kepada pemirsanya tanpa memerlukan bimbingan atau petunjuk. Kedua, pesan itu sampai tanpa memerlukan pemikiran. Ketiga, televisi tidak memberikan pemisahan bagi para pemirsanya, artinya siapa saja dapat menyaksikan siaran televisi.

Ketiga karakteristik televisi ini akan berakibat baik bila pesan yang disampaikan adalah pesan-pesan yang baik dan bermoral. Sebaliknya, akan menjadi bahaya besar ketika televisi menyiarkan program-program yang bobrok dan amoral, seperti kekerasan dan kriminalitas. Sayangnya, justru dewasa ini film-film yang disiarkan televisi umumnya sarat dengan kekerasan dan kriminalitas. Para pemilik media ini demi menarik pemirsa sebanyak mungkin, berlomba-lomba menayangkan kekerasan dan amoralitas yang lebih banyak di layar televisi. Anak-anak yang masih suci dan tanpa dosa menjadi pihak yang paling cepat terpengaruh oleh tayangan televisi dan mereka menganggap bahwa apa yang disiarkan televisi adalah sebuah kebenaran.

Data statistik di AS menunjukkan bahwa tingkat kekerasan yang dilakukan anak-anak semakin hari semakin meningkat. Antara tahun 1950 sehingga 1979, terjadi peningkatan jumlah kejahatan berat yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah 15 tahun di AS, sebesar 110 kali lipat, yang berarti peningkatan sebesar 11 ribu persen. Dewasa ini, banyak sekali anak-anak dan remaja di Amerika yang membawa senjata, baik untuk menyerang orang lain atau untuk melindungi diri sendiri.

Anak-anak seharusnya dikenalkan kepada kekacauan dan ketidaktenteraman kehidupan di dunia secara bertahap dan dengan bahasa yang khusus, agar mereka mengenali kejahatan bukan untuk menirunya, melainkan untuk menghadapinya dan melawannya. Cara yang tepat untuk pengenalan ini adalah melalui dongeng-dongeng anak-anak yang menggunakan metode yang benar dan bahasa yang lembut. Namun sayangnya, dongeng-dongeng anak-anak ini semakin menghilang dan digantikan oleh film-film keras televisi dan permainan komputer.

Masalah lain yang seharusnya milik dunia dewasa, namun malah disiarkan oleh televisi untuk semua orang, termasuk anak-anak, ialah masalah seksual. Gambaran terburuk dari berbagai hubungan seksual disiarkan setiap hari di televisi, baik di Barat maupun sebagian besar negara-negara Timur, dan anak-anak yang seharusnya masih berada dalam dunia manis masa kanak-kanak, tiba-tiba dihadapkan dengan masalah asusila atau pornografi. Dengan cara ini, anak-anak telah memasuki dunia dewasa dalam bentuknya yang terburuk.

Mengenai salah satu dari dampak fenomena ini, Neil Postman menulis bahwa kini di AS, manekin atau boneka pajangan dan model iklan termahal ialah anak-anak perempuan berusia 12-13 tahun. Postman juga menambahkan bahwa rasa malu, harga diri, dan sejenisnya telah kehilangan makna dan nilai. Selain itu, berbagai perusahaan perdagangan, khususnya di Amerika, telah menyalahgunakan anak-anak kecil sebagai komoditi seksual dan iklan dagang. Kita dapat menyaksikan dengan baik penyalahgunaan anak-anak untuk menarik pemirsa dan konsumen dalam propaganda televisi dan film-film Amerika.

Akibat mengenalkan masalah seksual secara mendadak dan terburu-buru kepada anak-anak dan remaja, dewasa ini Barat berhadapan dengan apa yang disebut sebagai “masa baligh dini”. Penggunaan narkotika dan alkohol juga turut menembus dunia anak-anak dan remaja di Barat lewat propaganda televisi. Data statistik di AS menunjukkan bahwa angka anak-anak dan dewasa yang mengkonsumi bahan narkotika semakin membengkak. Neil Postman dalam bukunya menyebut data bahwa jumlah para pelajar yang mengakui bahwa mereka mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak adalah 300 kali lipat dari para pelajar yang hanya mengkonsumsi dalam ukuran normal.

Anak-anak seperti ini bukan saja tidak akan mau menerima nasihat dari orangtua mereka, bahkan juga tidak akan menghormati orangtua. Padahal, nasehat dan pengarahan dari orang tua adalah sebuah masalah penting bagi anak-anak, sebagaimana ditulis oleh Haddington berikut ini. “Salah satu elemen utama penyempurnaan manusia dan perkembangan daya pilih mereka adalah rasa percaya diri yang diberikan oleh orang dewasa kepada mereka sewaktu mereka masih kanak-kanak. Rasa percaya diri anak-anak ini dapat membuat mereka mampu membedakan antara kebenaran dan kejahatan, kebaikan dan kesalahan, serta keindahan dan keburukan. Mereka akan memiliki kemampuan untuk menyingkirkan segala bentuk penyimpangan moral dan menyediakan kehidupan yang aman dan membahagiakan buat dirinya dan keluarganya.”

Menimbang segala fakta di atas, pemerintah di berbagai negara hendaknya sadar untuk mengatur industri televisi agar dapat memainkan peran positif dan konstruktif bagi anak-anak dalam meningkatkan kepribadian mereka, demi terciptanya generasi yang sehat dan bangsa yang maju.