Nilai "Penantian"

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei tentang pentingnya posisi penantian atas datangnya "Sang Juru Selamat".

Setiap orang, baik dari kalangan terpelajar yang mampu mengindentifikasi berbagai peristiwa, maupun masyarakat awam di level dunia yang sebagian dari mereka hidup dalam kesulitan di berbagai negara, tidak sadar bahwa mereka semua memiliki "perasaan membutuhkan" ini. Hanya saja sebagian sadar dan sebagian lainnya tidak sadar.

Dan tentu saja semua agama telah memberi janji yang sama. Semua agama, menjanjikan kemunculan (Juru Selamat), dan sebuah gerakan agung Ilahi di akhir sejarah, tapi tentu saja ini bukan akhir sejarah, dunia nyata dan kehidupan hakiki manusia dimulai sejak zaman Imam Mahdi af, itu akan dimulai pada akhir kehidupan yang kita jalani hari ini, semua agama memberikan janji dengan akhir yang seperti itu.

Jadi ini adalah suatu kebutuhan. Namun agar kebutuhan ini menemukan arah dan memberikan manfaat, Islam telah meminta kita untuk menanti. Penantian lebih dari sekedar kebutuhan, ini lebih dari sekedar perasaan membutuhkan.

Dikatakan bahwa kita harus menanti. Penantian adalah harapan. Penantian berarti meyakini akan adanya masa depan yang pasti. Bukan sebatas kebutuhan. Penantian adalah membangun. Karenanya, dalam riwayat dan ajaran agama kita, penantian atas “Kemunculan Sang Juru Selamat” menempati posisi yang sangat penting, saya akan memberikan penjelasan terkait hal ini, nanti.

Dalam tulisan-tulisan Imam Mahdi (Arwahuna Fidahu) kepada Ibnu Babawaih (Ali bin Babawaih) telah dinukil dari ucapan Nabi Muhammad Saw yang bersabda اَفضَلُ اَعمالِ اُمّتی انِتِظارُ الفَرَج yaitu “Amal terbaik umatku adalah menanti “kemunculan Imam Mahdi”, yaitu harapan.