25 Mutiara Hikmah Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.

1. “Sesungguhnya mata yang paling jeli adalah yang dapat menembus asal-usul kebaikan, telinga yang mendengar adalah telinga yang dapat menyadap dan memanfaatkan peringatan, sedangkan hati yang paling tulus (selamat) adalah hati yang bersih dari syubhat (keragu-raguan).” (Tuhaf AI-Uqul, hal. 235)
    
2. “Hanya dengan akal, dunia dan akhirat dapat di raih.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 111)
    
3. “Tidak ada kefakiran seperti kebodohan.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 111)
    
4. “Ajarilah manusia tentang bidang ilmu yang kamu kuasai. Dan belajarlah dari selainmu, dengan demikian kamu membenahi ilmumu dan mendapatkan ilmu baru yang belum kamu ketahui.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 111)
    
5. Beliau a.s. ditanya tentang menjaga harga diri, maka beliau menjawab: “Yaitu menjaga urusan agamanya, berjiwa mulia, bersikap lemah-lembut, senantiasa berbuat baik dan menunaikan hak-hak (orang lain).” (Bihar AI-Anwar, jil. 78, hal. 112)
    
6. “Aku tidak mengetahui seorang yang zalim (aniaya), yang menyerupai seorang yang mazlum (dianiaya), seperti (yang dialami oleh) seseorang yang hasud.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 111)
    
7. “Persaudaraan yang sejati adalah tetap setia menemani dikala duka/susah, suka/gembira.”
    
8. Beliau a.s. ditanya tentang arti dermawan, lalu beliau menjawab: “Yaitu yang memberi sebelum diminta”. (Bihar AI-Anwar. Jil. 78, hal. 114)
   
9. “Perbandingan antara kebenaran dan kebatilan adalah empat jari. Apa yang engkau lihat dengan indramu (matamu) itulah kebenaran, dan engkau telah mendengar dengan kedua telingamu betapa pun banyaknya kebatilan.” (Tuhaf AI-Uqul, hal. 229)
    
10. “Jangan kalian memaksa dalam mencari sesuatu, seperti orang yang ingin selalu menang. Jangan pasrah pada takdir, seperti pasrahnya orang yang menyerah. Karena mencari nafkah itu anjuran agama. Bersikap baik saat mencari rizki termasuk harga diri. Harga diri itu tidak akan menghalangi rejeki dan sifat rakus tidak juga menarik rezeki.” (Tuhaf AI-Uqul, hal. 233)
    
11. “Tidaklah suatu kaum bermusyawarah, kecuali akan mendapat petunjuk ke jalan kebaikan mereka.” (Tuhaf AI-Uqul, hal. 233)
    
12. “Orang yang bodoh adalah yang dungu dalam pengaturan hartanya, yang meremehkan harga dirinya, dan jika dicela tidak membela diri.” (Bihar Al-Anwar, jil/ 78, hal. 115)
    
13. “Kebaikan itu adalah ketika memberi tanpa didahului permintaan dan tidak diikuti oleh ungkitan.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 113)
    
14. “Kehancuran manusia ada dalam tiga perkara; kesombongan, kerakusan, serta sifat dengki.”
    
15. “Kesombongan menyebabkan hancurnya agama, dan karenanya iblis dilaknat. Sedang kerakusan adalah musuhnya jiwa…. Dan dengki adalah pusat keburukan yang karenanya Qabil membunuh Habil.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 111)
    
16. “Gunakanlah pikiran kalian, karena ia adalah kehidupan yang dengannya hati akan benar-benar hidup.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 115)
    
17. “Tidak akan bersikap sopan santun orang yang tidak berakal. Serta tidak akan mempunyai rasa malu orang yang tidak beragama.” (Kasyfu AI-Ghummah, jil. 2, hal. 197)
    
18. “Banyak bercanda akan menghilangkan kewibawaan. Dan kebanyakan orang yang berwibawa adalah yang pendiam.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 113)
    
19. “Kesempatan itu cepat hilangnya dan lambat untuk terulang lagi.” (Bihar Al-Anwar, jil. 78, hal. 113)
    
20. “Kerabat adalah orang yang didekatkan rasa cinta, walau ia jauh dari sisi nasabnya.” (Tuhaf AI-Uqul. hal. 234)
    
21. “(Kamu akan) tercela, ketika kamu tidak mensyukuri nikmat.” (Tuhaf AI-Uqul. hal. 233)
    
22. “Barang siapa yang sering ke masjid akan mendapatkan salah satu dari delapan perkara: [1] Ayat AIquran, [2] Teman yang berfaedah, [3] Ilmu yang bermanfaat, [4] Rahmat yang menunggunya, [5] Kalimat yang menunjukinya ke jalan kebenaran, [6] Atau yang mencegahnya dari kemungkaran, [7] Akan meninggalkan dosa karena malu, [8] Atau karena takut kepada Allah Swt.” (Tuhaf AI-Uqul. hal. 235)
    
23. “Aku heran kepada orang yang hanya memikirkan perutnya (makanannya) namun ia tidak memikirkan akalnya. Lalu menjauhkan apa yang mengganggu perutnya, namun ia membiarkan sesuatu yang dapat menjerumuskannya (ke dalam neraka).” (Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 84)
    
24. “Jika pekerjaan sunah mengganggu pekerjaan yang wajib maka tinggalkanlah (yang sunah).” (Bihar Al-Anwar, Jil. 78, hal. 109)
    
25. “Ketahuilah bahwa siapa yang bertaqwa kepada Allah maka ia akan menjadikan baginya jalan keluar dari fitnah, sehingga meluruskan setiap perkaranya, menyiapkan baginya jalan kebaikan, menguatkan hujah atas lawan-lawannya, memutihkan wajahnya, dan menuruti keinginannya bersama orang-orang yang telah Allah berikan nikmat atas mereka seperti para nabi siddiqin, para syuhada, serta salihin.” (Tuhaf AI-Uqul, hal. 232)