Pengkhianatan yang Dialami Imam Hasan Sepeninggal Ayahnya

Imam Ali bin Abi Thalib a.s. syahid pada tanggal 21 Ramadhan 40 Hijriah. Beliau berwasiat supaya jasadnya dikuburkan pada malam hari agar tidak diketahui masyarakat. Putranya, Imam Hasan a.s, keesokan harinya membacakan khotbah kepada masyarakat dan menyampaikan berita meninggalnya ayahanda kepada umat dengan membacakan keutamaan dan kemuliaan sang ayah. Imam Hasan menangis dan masyarakat pun ikut menangis. Imam turun dari mimbar dan duduk di atas tanah. Di saat itu, Abdullah bin Abbas berdiri dan berkata: “Wahai manusia! Hasan bin Ali adalah anak Rasulullah dan washi Amirul Mukminin. Maka, berbaiatlah kepadanya untuk khilafah!”

Orang-orang yang hadir menerima ajakan itu dan membaiat Imam Hasan. Sejak itu, Imam Hasan duduk di kursi khilafah dan disibukkan dengan urusan pemerintahan. Imam mempelajari kinerja dan pekerjaan-pekerjaan para pegawai yang lama. Kemudian Imam menetapkan dan memperbarui hukum mereka. Beliau memilih wali yang baru dan mengutusnya ke tempat-tempat tugas, di antaranya adalah Abdullah bin Abbas dipilihnya sebagai pemimpin Basrah dan mengirimnya ke sana.

Di sisi lain, Muawiyah yang berkuasa di Syam mencium tentang baiat masyarakat kepada Imam Hasan. Maka, Muawiyah pun berupaya mencegahnya dengan memilih dan mengutus dua mata-mata yang lihai ke Kufah dan Basrah untuk mencari berita penting bagi Muawiyah serta melakukan makar dan kekisruhan di dalam pemerintahan Imam Hasan as. Imam mendengar makar ini dan menginstruksikan penangkapan dua mata-mata itu. Kemudian Imam menulis surat kepada Muawiyah dan menyebutkan kelebihan-kelebihan beliau sehingga lebih layak menjadi khalifah.

Muawiyah yang telah sekian tahun berupaya mencegah perluasan pemerintahan Imam Ali menantikan peluang seperti ini. Oleh karena itu, ia tidak bersedia mendengarkan ucapan Imam Hasan dan menolak kebenaran. Ia memutuskan untuk berjuang melawan pemerintahan baru Imam Hasan dan menyingkirkan musuh baru tersebut dengan segala cara, bahkan dengan perang dan pembunuhan untuk menyingkirkan Imam Hasan dari pentas politik. Dengan tujuan inilah, ia mengumumkan perang dan dengan pasukannya yang besar, ia bergerak menuju Irak.

Berita ini sampai ke telinga Imam Hasan dan beliau terpaksa mempersiapkan pasukan untuk melawan pasukan Muawiyah. Setelah pernyataan perang ini Imam Hasan menginstruksikan Hujr bin Adi untuk memobilisasi umat demi membela pemerintahan yang sah. Sekelompok umat menerima dan bersiap-siap untuk bergerak menuju medan laga. Namun sayangnya, kebanyakan umat enggan mengikuti perang. Akibatnya, pasukan Imam Hasan tidak mencapai jumlah yang mencukupi untuk menghadapi pasukan Muawiyah yang banyak. Beberapa sejarawan membagi pasukan Imam Hasan ke dalam beberapa kelompok.

1. Sekelompok umat adalah Syiah sejati dan pendukung setia Imam Hasan serta pendukung pemerintahan Alawi.

2. Sekelompok lainnya adalah mereka yang bermusuhan dengan Muawiyah dan ikut serta dalam perang dengan tujuan hanya untuk menjatuhkan Muawiyah, bukan untuk membela pemerintahan dan khilafah Imam Hasan yang sah.
    
3. Kelompok yang ragu dalam mengenali kebenaran sehingga memiliki dua hati dalam melakukan perang atau, dengan kata lain, mereka menyertai peran dengan tanpa tujuan.
 
4. Kelompok yang tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang tujuan perang dan berperang hanya karena fanatisme golongan sehingga mereka secara mutlak mengikuti para kepala suku saja. (Kasyful Ghummah, jilid 2, hal. 163-165)

Alhasil, Imam Hasan tidak memiliki cara lain, kecuali bersama pasukan yang dimilikinya itu berusaha mempertahankan dan membela diri. Beliau mengatur pasukannnya dan mengutus 4000 orang yang dipimpin oleh lelaki dari Kabilah Kandah ke wilayah bernama Anbar. Beliau a.s. mengatakan: “Tunggulah perintahku dan jangan berbuat sesuatu terlebih dahulu!”

Muawiyah segera menggunakan tipuan dan makar yang biasa dilakukannya. Dengan memberikan 500.000 dirham kepada komandan pasukan Imam Hasan, ia meminta komandan itu agar menggagalkan perang dan berpaling dari Imam Hasan. Komandan itu pun menerima uang Muawiyah dan beserta 200 orang pengikutnya, pergi menuju Muawiyah.

Imam Hasan sangat kecewa mendengar berita ini dan menunjuk seorang komandan lain dari suku Murad sebagai gantinya. Namun Muawiyah kembali berhasil menyuap lelaki dari kabilah Murad itu dan memberikan 5000 dirham kepadanya seraya berjanji bahwa nanti seusai perang, akan diserahkannya salah satu wilayah. Ia menerima uang itu dan bergabung dengan Muawiyah.

Beberapa yang lainnya juga disogok seperti itu dan bergabung dengan Muawiyah, di antaranya adalah Ubaidillah bin Abbas. Sejumlah kepala kabilah Kufah menulis surat kepada Muawiyah: “Kami adalah pendukungmu dan datanglah kepada kami. Ketika engkau telah mendekati kami, kami akan menangkap Hasan dan menyerahkannya kepadamu atau kami akan menerornya.”