Relasi Keimanan dan Ziarah Arba’in: Analisis Filosofis atas Hadis Imam Askari

Setiap tahun kita memperingati kesyahidan Imam Husein as baik sejak awal Muharram, 10 Muharram maupun hari ke 40 wafatnya Imam Husein as yang jatuh pada 20 Shafar kita sebut sebagai Arba’in dan ziarah yang dibacakan di hari ke-40 disebut dengan Ziarah Arba’in. Peringatan ini bukan untuk memupuk dendam, tapi untuk selalu memberikan peringatan dan memberikan kita pelajaran kehidupan serta merefresh kembali perjuangan Imam Husein as untuk kita membangun semangat memperjuangkan keadilan dan kebenaran dan sekaligus tegas dan keras terhadap kezaliman dan kesesatan.

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari perjuangan al-Husein dan perjuangan keluarganya pasca tragedi Karbala. Perjuangan seorang Zainab al-Kubra dalam mempertahankan kesucian keluarga Nabi meski dalam posisi tertawan. Perjuangan Ali Zainal Abidin mempertahankan tampuk kepemimpinan Imamah dalam diamnya. Mereka adalah orang-orang terpilih untuk mendapatkan kedudukan tertinggi setelah melewati berbagai musibah dan ujian yang tidak biasa.

Mengingat, memperingati arbain menjadi hal penting hingga ia menjadi salah satu karakteristik seorang yang beriman dalam satu hadis. Hadis populer yang selalu dirujuk oleh para ulama terkait dengan Arba’in seperti Syeikh Mufi, Syeikh Thusi, Sayed Ibnu Thawus, Allamah Hilli, Syahid Awal, Kaf’ami, Allamah Muhammad Taqi Majlisi dan Muhammad Baqir Majlisi yaitu, hadis dari Imam Hasan Askari. Imam Hasan Askari meriwayatkan bahwa lima tanda orang mukmin di antaranya; 1. Shalat 50 rakaat (sehari-semalam), 2. Ziarah Arba’in, 3. Mengenakan cincin di tangan kanan, 4. Meletakkan dahi di atas tanah dan 5. Mengeraskan bacaan basmalah (dalam shalat).

Definisi Iman

Merujuk pada definisi iman yang dirumuskan para ulama yaitu, Tashdiq bi al-qalb, wa taqrir bi al-lisan, wa ‘amal bi al-arkan yazid bi al-tha’ah wa yanqush bi al-ma’shiyyah. Iman merupakan pembenaran hati, ikrar dengan lisannya dan pelaksanaan rukun-rukunnya, iman senantiasa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemakshiatan.

Nurcholish Madjid terkait keimanan mengatakan:

Keimanan itu baru bersifat komitmen personal. Keselamatan tidak cukup diraih hanya dengan iktikad baik. Iktikad baik baru berfungsi membawa keselamatan baik bagi individu maupun sosial, kalau dimanifestasikan dalam perbuatan baik. Iman adalah masalah personal tidak bisa diukur atau dikontrol dari luar. Kita malah tidak boleh menilai iman orang lain; itu bukan wewenang kita. Nabi pernah bersabda, “Aku tidaklah diutus untuk memblah dada manusia.”

Dalam istilah yang kita kenal bicara tentang iman ialah, rukun iman, ushuluddin merupakan pondasi keyakinan. Keimanan tidak memiliki arti jika tidak muncul dalam realisasi perbuatan. Hal ini sesuai dengan ajaran al-Qur’an yang senantiasa menyandingkan kata iman dan amal saleh. Dengan demikian, kesimpulannya ialah, keberimanan perlu diwujudkan dalam tindakan. Dengan kata lain. Perwujudan iman adalah tindakan atau perbuatan baik (amal saleh).

Kembali pada hadis Imam Hasan Askari bahwa salah satu yang menjadi tanda seorang mukmin adalah melakukan ziarah arba’in, maka meskipun ziarah arba’in tidak masuk pada rukun Islam, namun ia merupakan perbuatan baik yang memiliki dampak bukan saja personal tetapi juga sosial, maka perlu kita menganalisisnya secara filosofis terkait hadis tersebut.

Analisis Filosofis atas Hadis

Ziarah Arba’in merupakan ritus yang setiap tahun kita lakukan, agar memiliki kontekstualisasinya kita perlu memahami ritus tersebut dengan pemahaman filosofis yang mendalam. Paling tidak ritual terdapat dalam rukun Islam atau dalam pengertian luasnya adalah ritual lainnya setidaknya memuat falsafah serta landasan-landasan rasional komprehensif, sekurangnya dalam empat hal (1) hubungan rukun Islam dengan rukun Iman atau ushuluddin, (2) rasionalitas ritual, (3) mediasi ibadah kepada Tuhan dan dorongan bagi perkembangan sains.

    Hubungan Rukun Islam dan rukun Iman

Kita sudah mendefinisikan rukun Iman di atas bahwasanya untuk menjadi seorang mukmin tidak cukup hanya secara personal subjektif yaitu, komitmen atau iqrar melalui lisannya, tetapi perlu dan harus diwujudkan dalam bentuk tindakan atau amal saleh. Salah satu amal baik yang perlu kita lakukan ialah, melakukan ziarah arba’in. Melakukan ziarah arba’in merupakan perwujudan dari keimanan kita pada kebenaran ajaran Nabi Muhammad SAW yang diperjuangkan oleh al-Husein di Karbala.

 

    Rasionalitas Ritual

Pada hakekatnya ritus atau ritual merupakan kecenderungan dan fitrah manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kita menyaksikan semua manusia memerlukan ritual. Selama manusia terdiri dari unsur fisik, psikis dan ruhani, maka ia membutuhkan ritus untuk memenuhi hasrat ruhaninya. Akibatnya ritus hadir untuk memenuhi panggilan spiritualitas. Terkait dengan Ziarah Arba’in, merupakan ritus yang dibutuhkan oleh jiwa kita sebagai makhluk spiritual.

Rasionalitas dari Ziarah Arba’in ialah, menjawab kebutuhan ruhani kita dalam mencintai kebenaran dan merundung kezaliman. Kita bisa melihat dalam untaian doa ziarah arbain, sedikit kutipan doa Ziarah Arba’in:

Wa asyhadu anni bikum mu’minun wa bi iyabikum muqinun bisyarai dini wa khawatimi ‘amali, wa qalbi liqalbikum silmun, wa biamri liamrikum muttabi’un, wa nushrati lakum mu’addatun hatta ya’dzanallahu lakum, fama’akum ma’akum la ma’a ‘aduwwikum.

Artinya: Aku bersaksi bahwa aku memercayaimu meyakini syariat agamaku dan kesudahan amalku. Hatiku pasrah pada hatimu, urusanku ikut pada perintahmu, pertolonganku kusiapkan karenamu. Semoga aku selalu bersamamu, tidak bersama musuhmu.

    Mediasi Ibadah kepada Tuhan

Ziarah Arba’in merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kita mengenal konsep tawassul (perantara). Melalui perantaraan ziarah kepada imam al-Husein as sebagai kekasih Tuhan yang dekat dengan Nabi dan Allah SWT, maka melaluinya kita mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini adalah bentuk mediasi ibadah kepada Tuhan.

Kesimpulan

Salah satu dalam mewujudkan keimanan kita kepada Allah SWT ialah, dengan meyakini ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah sebuah kebenaran dan itu terwujud dalam perjuangan al-Husein di Karbala. Oleh karena itu, Ziarah Arba’in merupakan tindakan konkrit dalam keimanan kita kepada Allah SWT.