Peran Nabi Melazimkan Ishmah dan Terjauh dari Sifat Tercela

Setiap nabi atau pun rasul memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar di tengah-tengah umatnya. Begitu pula hal ini berlaku pada nabi Muhammad saw, bahkan lebih besar lagi sebab beliau merupakan utusan terakhir yang diutus kepada seluruh manusia tanpa dibatasi dengan bangsa dan wilayah tertentu.

Di antara peran penting beliau di tengah-tengah manusia atau khususnya masyarakat ketika itu adalah sebagaimana halnya yang dijelas di dalam Al-Quran berikut ini:

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah, meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Ali Imran: 164)

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ

Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Al-Jumu’ah: 2)

Dari kedua ayat di atas setidaknya terdapat tiga hal yang harus dikerjakan oleh nabi Muhammad saw; pertama adalah membacakan ayat-ayat Allah swt, kedua menyucikan mereka (umatnya) serta ketiga mengajarkan Kitab juga Hikmah.

Dalam hal ini, Allamah Thathabai memberikan sedikit keterangan terkait tugas-tugas nabi tersebut. Adapun membacakan ayat, hal ini sesuai maknanya dan tidak dibahas lebih lebar lagi. Sementara selanjutnya adalah menyucikan umatnya atau dengan kata lain melakukan tazkiyah (penyucian) terhadap umatnya. Tazkiyah ini berasal dari lafal Zakah yang bermakna pertumbuhan yang baik yang selalu berkaitan dengan kebaikan dan berkah. Sehingga maksud dari tazkiyah nabi terhadap umatnya adalah menumbuhkan mereka dengan baik, dengan membiasakan mereka pada akhlak yang terpuji  serta amal yang shaleh sehingga dengan itu kemanusiaan mereka menjadi sempurna.

Kemudian Ta’lim, yaitu mengajarkan Kitab (Al-Quran) dengan menjelaskan lafal-lafal pada ayat-ayatnya serta menafsirkannya, begitu pula dengan Hikmah yakni pengetahuan-pengetahuan hakiki yang dikandung di dalam Al-Quran.

Yang unik di sini ialah pengedapanan Tazkiyah sebelum Ta’lim, dimana hal tersebut tentunya memiliki tujuan yang penting, sebagaimana dijelaskan bahwa ayat ini menggambarkan pendidikan nabi terhadap umatnya.[1]

Sementara itu Fakhru Razi juga dalam tafsirnya menyebutkan beberapa penjelasan terkait tiga tugas tersebut. Diantaranya, ia mencatat bahwa membacakan ayat, maksudnya adalah penjelasan nabi terkait risalah dan kenabiannya, juga bisa jadi ayat-ayatnya merupakan ayat-ayat yang menjelaskan hukum syar’i serta membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Adapun Tazkiyah salah satunya adalah membersihkan umatnya dari keburukan Syirik (penyekutuan Tuhan) dan juga keburukan selain hal tersebut yang berasal dari ucapan dan perbuatan. Ada juga yang menyebut bahwa Tazkiyah di sini ialah memperbaiki mereka dengan mengajak untuk mengikuti jejak orang-orang suci dan bertakwa. Kemudian selanjutnya, mengajarkan Kitab dan Hikmah, pada bagian ini ada yang menyebutkan maksud dari Hikmah adalah kewajiban-kewajiban, sementara itu ada juga yang mengartikannya dengan sunnah.[2]

Berangkat dari semua penjelasan di atas terkait tanggung jawab besar nabi Muhammad saw terhadap umatnya, dapat kita pahami bahwa semua itu akan mungkin terwujud apabila pribadi nabi sendiri merupakan sosok mumpuni dalam mengerjakannya.

Misalnya dalam membacakan ayat, tentu nabi adalah sang penerima wahyu dan ia memiliki pemahaman terhadap apa yang diterimanya. Begitu pula dalam Tazkiyah, maka sudah selayaknya sosok nabi adalah yang paling terdepan dalam hal kesucian jiwa, akhlak terpuji serta menghindari kesyirikan dan hal-hal tercela lainnya. Begitu juga dengan mengajarkan Kitab dan Hikmah, beliaulah yang paling tahu dan memiliki penguasaan terhadap hal tersebut dengan petunjuk dari Allah swt.

Apabila tidak demikian maka mustahil Allah swt membeban tugas kepada makhluk-Nya yang diluar kapasitasnya. Oleh sebab itu tugas yang agung dan besar ini juga menunjukkan keagungan dan kebesaran sosok penerimanya yaitu nabi Muhammad saw.

Beliau sebagai sosok yang terdepan dalam segala kebaikan dan segala upaya untuk sampai pada keridhoan Allah swt, adalah yang paling mampu untuk membimbing hamba-hamba-Nya yang lain. Hal ini secara terang-terangan disebutkan dalam ayat berikut:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Ali I’mran: 31)

Oleh karena itu sudah jelas dan pasti sosok nabi merupakan pribadi yang jauh dari hal-hal buruk dan tercela sehingga Allah swt menyuruh kita semua untuk mengikuti setiap jejaknya.

[1] Thabathabai, Muhammad Husein, Al-Mizan, jil: 19, hal: 276, cet: Al-A’laami Lil Mathbuat, Beirut.

[2] Fakhru Razi, Muhammad Fakhruddin, Tafsirul Fakhrir Razi, jil: 30, hal: 3, cet: Darul Fikr, Beirut.