Kisah Nabi Saleh dan Pembangkangan Kaum Tsamud

Di antara kota Madinah dan Syam terdapat sebuah bidang tanah yang didiami oleh kaum Tsamud. Mereka merasa nyaman tinggal di daerah tersebut, dan terus memperluas wilayahnya, tetapi kehidupan mereka sangat jauh dari tauhid, mereka menyembah berhala dan patung-patung. Allah mengutus Nabi Saleh kepada mereka untuk memberi pe­tunjuk ke jalan yang benar, dan menyelamatkan mereka dari kebodohan, kekafiran, dan kesesatan. Bertahun-tahun Nabi Saleh mengajak mereka kepada kebenaran, akan tetapi mereka mengingkari dan menolak ajakannya dengan keras, karena kezaliman, kesombongan mereka, serta nafsu ke­binatangan mereka yang selalu ingin menindas orang lain.

Alquran mengatakan bahwa pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: “Tahukah kamu bahwa Saleh diutus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikan­nya.” (QS. al-A’raf: 75)

Diriwayatkan dalam hadis Imam Muhammad Baqir a.s. bahwa Rasulullah saw pernah bertanya kepada Jibril a.s.: “Apakah yang membinasakan kaum Nabi Saleh a.s.?”

Jibril menjawab: “Hai Muhammad, sesungguhnya Saleh diutus (menjadi rasul) kepada kaumnya pada usia enam belas tahun dan tinggal bersama mereka sampai berusia 120 tahun, tetapi mereka tidak kunjung melakukan kebaikan. Mereka memiliki 70 patung yang mereka sembah. Mereka menyekutukan Allah Swt. Dan ketika Saleh melihat keadaan kaumnya seperti itu, dia berkata kepada mereka: ‘Hai kaumku, aku diutus kepadamu pada usia 16 tahun, saat ini aku berusia 120 tahun, oleh karena itu aku ingin mengajukan dua perkara kepada kalian. Pertama, jika kalian mau, mintalah apa saja kepadaku untuk kumintakan kepada Tuhanku, dan Dia akan mengabulkan per­mintaan kalian secara langsung. Kedua, jika kalian menyetujui, aku juga akan meminta kepada tuhan-tuhan kalian, dan jika mereka mengabulkan permintaanku aku akan meninggalkan kalian. Aku telah bosan dengan kalian, dan kalian juga sudah barang tentu telah bosan denganku.’”

Mereka menjawab: “Hai Saleh, permintaanmu dipenuhi, oleh karena itu bersiap-siaplah untuk keluar bersama­-sama kami pada suatu hari yang ditentukan nanti.”

Dikatakan dalam cerita itu bahwa kaum Nabi Saleh keluar memanggul arca-arca mereka, kemudian mereka menjajarkan makanan di sekitar arca, lalu mereka makan dan minum bersama. Setelah selesai, mereka memanggil Nabi Saleh. Mereka berkata: “Hai Saleh, bertanyalah.”

Berkata Nabi Saleh ke­pada berhala yang paling besar: “Siapa namanya ini?”

Mereka men­jawab: “Fulan”

Nabi Saleh kemudian berkata kepadanya: “Hai Fulan jawablah.”

Dan dia tidak menjawabnya. Maka berkatalah Saleh kepada mereka: “Mengapa dia tidak menjawab?”

Mereka berkata: “Bertanyalah kepada yang lain.”

Maka Nabi Saleh bertanya kepada semua arca yang ada dengan menyebut namanya, tetapi mereka tidak mem­berikan jawaban apapun. Mereka lalu berhamburan menuju arca­-arca mereka dan berkata: “Mengapa tidak kau jawab pertanyaan Saleh?”

Arca-arca itu tidak menjawab, lalu mereka berkata: “Pergilah engkau dari sini, tinggalkanlah kami di sini bersama arca-arca kami barang sebentar.”

Setelah itu mereka menyingkirkan permadani, tikar, dan pakaian mereka, kemudian melumuri kepala mereka sen­diri dengan lumpur, sambil berkata kepada arca-arca mereka: “Jika kalian tidak menjawab pertanyaan Saleh sekarang ini, maka akan hancurlah kalian.”

Kemudian mereka memanggil Nabi Saleh seraya ber­kata: “Hai Saleh, panggillah!”

Nabi Saleh pun memanggilnya, tetapi tidak kunjung ada jawaban. Maka berkata Saleh kepada mereka: “Hai kaumku, siang hari telah hampir habis, tetapi aku tidak melihat tuhan-tuhanmu menjawab pertanyaanku. Sekarang, mintalah ke­padaku, dan aku akan memohonkannya kepada Tuhanku. Dia pasti akan mengabulkannya secara langsung.”

70 orang laki-laki di antara mereka, yang merupakan pemuka-pemuka kaum menghadap kepada Nabi Saleh sambil ber­kata: “Hai Saleh, kami mengajukan suatu permintaan. Jika Tuhanmu mengabulkan, kami akan mengikuti, mempedulikan ajakanmu, serta akan berjanji setia untukmu bersama-sama penduduk kota ini.”

Lalu Nabi Saleh berkata kepada mereka: “Mintalah sesuka hati kalian.”

Mereka berkata: “Pergilah kamu ke sebuah bukit ber­sama-sama kami, bukit itu tidak jauh dari tempat mereka.”

Mereka bertolak ke sana dan setiba mereka di tempat tujuan mereka berkata kepada Saleh: “Mintakanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia mengeluarkan pada saat ini juga, seekor unta berkulit bening ke­merah-merahan, bentuknya bagus, yang di antara dua punuknya ada lekukannya.”

Berkata Nabi Saleh kepada mereka: “Engkau mengaju­kan permintaan yang sangat berat untukku tetapi sangat ringan bagi Tuhanku untuk memenuhi permintaan itu.”

Nabi Saleh kemudian mengajukan permintaan mereka, maka meledaklah gunung itu dengan suara amat dahsyat yang hampir-hampir menerbangkan akal mereka, kemudian gunung itu berguncang dengan hebat, seperti perempuan yang hendak melahirkan anaknya. Mereka lalu di­kejutkan oleh sembulan kepala dari arah ledakan gunung itu, kemudian secara perlahan keluarlah bagian-bagian tubuh unta yang lain sampai akhirnya lengkaplah keseluruhan tubuh unta itu keluar dan bertengger di atas bukit.

Ketika mereka menyaksikan kejadian itu, mereka berkata: “Hai Saleh, alangkah cepatnya Tuhanmu agar dia memberikan kepada kami anak unta itu.”

Nabi Saleh berdoa lagi kepada Allah Swt, maka Allah mengabulkan permintaan itu seketika. Lalu anak unta itu mengitari induknya sebagaimana anak-anak unta yang lain. Kemudian Nabi Saleh berkata kepada mereka: “Hai kaumku, adakah permintaan yang lain?”

Mereka berkata: “Tidak. Pergilah bersama kami kepada kaum kami agar kami dapat memberitahukan kepada mereka apa yang telah kami lihat, supaya mereka beriman kepadamu.”

Mereka pun pulang, dan 70 orang itu tidak menyampaikan apapun kepada kaumnya, 64 di antara mereka memilih murtad sambil mengatakan: “Yang dilakukan oleh Saleh adalah sihir dan bohong. Sampaikanlah kabar itu kepada mereka.”

Tetapi enam orang yang tidak murtad berkata: “Apa yang terjadi itu adalah ke­benaran.” Mereka pun diserang oleh kelompok yang lebih besar. Maka pulanglah mereka dengan keadaan seperti

itu, kemudian salah seorang dari enam orang itu merasa ragu, pada­hal dia adalah yang paling dihormati.

Nabi Saleh sebelumnya juga telah berpesan kepada kaumnya untuk tidak mengganggu unta betina tersebut. Dia mengizinkan kaumnya untuk bergantian memerah dan meminum susu unta ajaib tersebut.

Namun, keberadaan unta ajaib tersebut membuat khawatir beberapa kaum Tsamud yang menentang ajaran Nabi Saleh. Akhirnya mereka berniat jahat, yakni membunuh unta betina tersebut. Hingga suatu hari, dua pemuda kaum Tsamud yang bernama Mushadda bin Muharrij dan Gudar bin Salif berhasil membunuh unta betina tersebut dengan cara memanah betis betina tersebut dan Gudar menikam pedangnya di perut unta tersebut.

Melihat unta yang telah dibunuh oleh kaum Tsamud membuat Nabi Saleh bersedih. Lalu, Dia mengatakan bahwa akan datang azab bagi kaum Tsamud yang tidak kembali ke jalan yang benar.

Sebelum hari turunnya azab Allah, Nabi Saleh serta para pengikutnya pergi meninggalkan daerah tersebut. Mendengar ancaman tersebut, kaum Tsamud bahkan berencana untuk membunuh Nabi Saleh.

Ketika mereka akan membunuh Nabi Saleh tiba-tiba muncullah petir yang menggelegar dan gempa bumi yang sangat sangat dahsyat. Tiba-tiba batu-batu besar yang tidak diketahui dari mana datangnya menimpa kepala mereka.