Peranan Kasih Sayang dalam Kehidupan Rumah Tangga

Penunaian tanggung jawab rumah tangga membutuhkan pengorbanan, kelapangan dada, siasat, akal, kesabaran, sifat pemaaf, dan ilmu. Kepemimpinan rumah tangga ialah berarti menjaga dan memelihara keluarga. Karena pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum tersebut. Apabila seorang istri lalai di dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya maka suami harus menasihatinya.

Sumber Perselisihan Suami-Istri

Timbulnya berbagai perselisihan biasanya diakibatkan kesalahan dari kedua belah pihak, secara mendasar dapat kita katakan bahwa sumber dari berbagai perselisihan ialah sikap egois dan tidak adanya sikap lapang dada. Jika sebuah masyarakat memiliki sikap lapang dada dan membuang sikap egois dari dirinya, maka dengan sendirinya berbagai perselisihan dan pertentangan akan dapat diselesaikan, bahkan justru tidak akan muncul berbagai perselisihan dan pertentangan di antara mereka.

Jelas, tidak mungkin kesamaan akhlak dan perilaku dapat dicapai di antara dua individu, dalam hal ini di antara suami dan istri. Karena kesamaan akhlak dan perilaku hanya dapat terjadi di antara manusia suci, yang mana jiwa mereka bersatu dan senantiasa hanya tunduk kepada Allah Swt. Oleh karena itu, kita jangan mengharapkan di dalam sebuah rumah tangga tercipta kesamaan di dalam semua sisi di antara suami dan istri. Perbedaan merupakan perkara yang biasa, jangan sampai perbedaan yang ada berpengaruh dan menggoyahkan hubungan rumah tangga.

Penyelesaian perselisihan yang timbul di dalam rumah tangga ialah dengan cara memiliki sifat lapang dada. Artinya, baik suami maupun istri harus menjauhi sikap keras dan kasar manakala sedang menghadapi perselisihan di antara mereka. Dengan akal sehat dan sikap yang tenang mereka harus menemukan akar perselisihan, lalu kemudian mereka mencari jalan untuk menyelesaikannya. Setelah perselisihan itu dapat diatasi, dengan tulus mereka harus mengakui bahwa masing-masing dari mereka mempunyai peranan penting di dalam munculnya perselisihan tersebut.

Kelenturan Suami

Sikap jantan menuntut seorang laki-laki bersalah di dalam hal timbulnya perselisihan maka dengan jantan dia harus meminta maaf. Jika seorang laki-laki bersalah, namun dia tidak mau mengakui kesalahannya, maka dia tidak akan mampu menasihati istrinya, dan nasihat yang diberikannya tidak akan mendatangkan pengaruh. Dalam keadaan yang seperti ini justru dirinya yang lebih memerlukan kepada nasihat. Karena kita bukan orang maksum maka tentu kita punya banyak kesalahan dan kita harus mengakui kesalahan itu.

Oleh karena itu, seorang manusia harus lentur. Hanya orang yang bersikap lentur yang dapat berhasil di dalam kancah kehidupan sosial. Jika tidak demikian, maka dia akan menjadi orang yang ditolak dan tidak diterima oleh masyarakat. Salah satu dari bukti kejantanan ialah di dalam perselisihan dan pertentangan kita tetap memberikan hak yang menjadi milik orang lain. Omongan yang mengatakan bahwa jika seorang laki-laki mengakui kesalahannya maka istrinya akan menyepelekannya dan kehormatan laki-laki itu akan hancur, tidak lebih dari ucapan setan. Karena, segala sesuatu di hadapan kebenaran tidak ada nilainya, dan kita harus tunduk kepada kebenaran.

Imam Hasan al-Mujtaba a.s. berkata kepada Janadah: “Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan dengan tanpa keluarga besar, dan menginginkan kewibawaan dengan tanpa memiliki kekuasaan, maka dia harus menanggalkan pakaian kehinaan dosa dari dirinya dan mengenakan pakaian kemuliaan taat kepada Allah Swt pada dirinya.”

Allah Swt berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan kecintaan mereka di dalam hati manusia. (QS. Maryam: 96)

Pemaaf

Salah satu sifat yang harus ada pada laki-laki dan wanita di dalam lembaga rumah tangga ialah sifat pemaaf. Sifat yang mulia ini dengan jelas tampak pada kehidupan para manusia suci, mereka sangatlah pemaaf. Imam Ali a.s. telah berkata: “Ketika Anda mempunyai kekuatan, berikanlah maaf. Sesungguhnya mensyukuri kekuatan yang telah Allah berikan kepada Anda ialah dengan cara memaafkan.” (Safinah al-Bihar, jil. 2, hal. 208)

Pengaruh Sifat Pemaaf

Jika di lingkungan keluarga atau masyarakat, seseorang tidak mempermasalahkan dan mau memaafkan kesalahan-kesalahan kecil, maka tentu hal itu akan mendatangkan pengaruh yang positif dan akan menciptakan keakraban dan ketulusan. Yang lebih penting dari itu ialah bahwa hal itu akan berimbas pada hari kiamat, Allah Swt akan memaafkan kesalahan-kesalahan kita dan akan menyembunyikannya dari penglihatan manusia.

Adanya sikap pemaaf tentu akan menjaga kehangatan mahligai rumah tangga, dan akan menyebabkan diampuninya berbagai dosa. Oleh sebab itu, kapan saja kita menemukan dosa dan kesalahan satu sama lain, maka kita harus membakar dosa dan kesalahan itu dengan sikap pemaaf, supaya benih cinta, kasih saying dan sifat pemaaf dapat tumbuh subur di dalam lingkungan keluarga.

Manis dan lezatnya lembaga keluarga merupakan buah dari sikap saling pengertian. Jika ada saling pengertian, maka kekokohan lembaga keluarga adalah sesuatu yang pasti. Jangan sampai kita menyelesaikan berbagai kesalahan dengan teriakan, makian, dan tamparan. Dengan berpegang kepada riwayat dan kehidupan para Imam Ahlulbait yang suci, hendaknya kita saling mengingatkan antara satu sama lain. Hendaknya kita mengambil pelajaran dari kehidupan para Imam Ahlulbait a.s.

Akhlak yang Baik

Meski pun misalnya seorang suami tidak mempunyai andil di dalam timbulnya perselisihan, dia tetap tidak berhak untuk berlaku kasar kepada istrinya. Seorang suami maupun seorang istri tidak mempunyai hak untuk menjadikan kehangatan lembaga rumah tangga yang merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak menjadi dingin dan beku. Jika seseorang dapat menguasai urat syarafnya, dapat mengendalikan emosinya dan mempunyai sikap lapang dada, maka bukan hanya dia dapat menyelesaikan masalah-masalah rumah tangga melainkan juga dia akan memperoleh kelapangan pada malam pertama di dalam kuburnya, serta pada hari kiamat Allah Swt akan mengampuninya.

Hal penting yang lain ialah bahwa di tengah masyarakat maupun di tengah keluarga, seorang manusia tidak boleh berpandangan negatif. Seorang manusia harus melihat berbagai permasalahan dengan niat yang baik. Karena, pandangan yang negatif akan mendatangkan kedengkian, kebencian, fitnah, dan umpatan. Seorang manusia yang berpandangan negatif, pada hari kiamat akan berbaring di padang mahsyar dalam rupa lalat karena ketika di dunia dia tidak ubahnya seperti lalat yang senantiasa mencari kotoran, aib, dan kekurangan orang. Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa hanya melihat kebaikan-kebaikan teman, terutama kebaikan-kebaikan keluarga dan mengabaikan kekurangan-kekurangan mereka.