Keadilan Menurut Imam Ali bin Abi Thalib as

Imam Ali putra Abu Thalib anak Abdul Muthalib. Ibunya Fatimah, putri Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ketika Fatimah membawa bayinya kepada Muhammad, Rasulullah langsung mencintai bayi tersebut. Kecintaan Rasulullah kepada Ali kerap diperbicangkan banyak orang. Bertahun-tahun kemudian, Imam Ali mengenang kecintaan Rasul tersebut dan berkata, “Kalian wahai sahabat Nabi sepenuhnya mengetahui posisi khusus Saya di mata Rasulullah, dan kalian menyadari bahwa Aku tumbuh besar di bawah bimbingannya. Ketika aku bayi, Rasul selalu menggendongku dan melindungiku serta menyuapiku makanan.”

Dinding Ka’bah terbelah dan Fatimah putri Asad masuk. Kemudian dinding tersebut kembai rapat. Orang-orang di sekitar Ka’bah berusaha membuka kunci pintu Baitullah untuk menjadi saksi yang terjadi di dalam Ka’bah, tapi mereka tidak bisa. Dengan demikian mereka manyadari keagungan dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Besar di balik dinding tersebut.

Imam Ali hidup bersama ayah dan ibunyak selama tiga tahun. Ia selalu dihormati dan dicintai kedua orang tunya, karena di samping ia adalah anaknya, Imam Ali juga memiliki kemuliaan karena dilahirkan di dalam Ka’bah. Dengan demikian Imam Ali sangat dihormati dan dicintai oleh masyarakat dan khususnya keluarganya.

Tak lama kemudian terjadi musim paceklik dan kekeringan berkepanjangan di Mekah. Abu Thalib, paman Nabi, bersama keluarganya menghadapi kondisi yang sulit. Nabi berunding dengan pamannya yang lain, Abbas yang lebih kaya dari Abu Thalib dan mencapai kesepakatan bahwa masing-masing akan membawa anak Abu Thalib ke rumahnya sehingga di hari-hari yang sulit tersebut beban Abu Thalib akan menjadi ringan.

Dengan demikian Abbas mengambil Jakfar, sementara Nabi mengambil Ali dan membawanya ke rumahnya. Untuk selanjutnya Ali di usia keenam secara penuh berada di bawah bimbingan dan asuhan Nabi. Imam Ali as di ucapanya ketika menyebutkan hari-hari tersebut berkata,”Saya seperti anak kecil yang mengikuti ibunya, saya terus mengikuti Nabi. Ia setiap hari mengajarkanku satu keutamaan akhlaknya dan menyuruhku untuk mengikutinya.”

Imam Ali as di urusan kebaikan adalah termasuk terdepan. Setelah Nabi menerima wahyu pertamanya dan Mohammad resmi diangkat sebagai Rasul, Ali adalah lelaki pertama yang beriman. Setelah tiga tahun dakwah rahasia, peringat untuk berdakwa secara terang-terangan diturunkan kepada Nabi. Untuk menyeru keluarganya memeluk Islam, nabi mengadakan perjamuan keluarga.

Selama perjamuan ini, Rasul bertanya kepada mereka yang hadir, siapakah di antara kalian yang bersedia membantuku di jalan ini serta menjadi saudara, washi dan wakilku di antara kalian. Ali adalah satu-satunya di antara yang hadir yang berdiri dan menjawab, Wahai Rasulullah, Aku bersedia membantumu di jalan ini. Setelah tiga kali mengulang pertanyaannya dan mendapat jawaban serupa dai Ali, Nabi bersabda, wahai keluargaku! Ketahuilah bahwa Ali adalah saudara, washi dan khalifahku di antara kalian.

Ali sejak kanak-kanak hingga detik-detik akhir usia Rasul senantiasa menyertai beliau dan paling banyak yang menerima ilmu dari Nabi. Ia mendapat kehormatan sebagai sahabat Nabi paling mengerti hakikat tersembunyi dan rahasia al-Quran. Ia senantiasa berdialog dan melakukan tanya jawab dengan Nabi. Setelah bertahun-tahun pasca meninggalnya Rasul, Imam Ali berkata, “Tidak seluruh sahabat yang bertanya kepada Nabi dan mencapai pemahaman, sebagian sahabat lebih suka mengirim utusan dan bangsa Arab untuk bertanya kepada nabi dan mendapat jawabannya. Tapi Aku setiap kali terlintas sesuatu di benakku langsung bertanya kepada nabi dan mengingat jawabannya.”

Keadilan adalah salah satu bagian yang paling indah dari karakter Amir al-Mu'minin as. Jika Ali as tidak ingin menghormati keadilan dan lebih memilih status dan karakternya daripada kepentingan dunia Muslim, beliau akan menjadi khalifah yang paling sukses dan paling kuat. Tetapi beliau begitu tegar di jalan kebenaran sehingga ketika saudara laki-lakinya Aqil meminta sesuatu dari Baitul Mal, beliau meletakkan api di tangannya dan mengingatkannya akan azab akhirat. Keadilan Imam Ali as adalah simbol keadilan Islam. Dalam ajaran Imam Ali as dikatakan, "Allah menjadikan keadilan sebagai penunjang manusia. Keadilan adalah cahaya Islam. Islam tanpa keadilan adalah cahaya yang tidak bercahaya.

Imam Ali as seringkali berbicara mengenai keadilan, dan lebih memilih keadilan dibanding kedermawanan. Kebanyakan dari kita memilih pemimpin karena kedermawanannya dibanding sejauh mana ia bisa menegakkan keadilan. Karena keadilan disini tidak lain adalah menghargai hak orang lain dan tidak melanggarnya, sementara kedermawanan adalah membagikan hak yang dimilikinya kepada orang lain. Namun Imam Ali as menjawab sebaliknya.

Beliau lebih mengutamakan keadilan daripada kedermawanan dengan dua alasan: Pertama, karena definisi keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, sementara murah tangan tidak demikian. Dengan kata lain, keadilan adalah memperhatikan hak-hak yang ada secara kongkrit, baru kemudian memberikan hak sesuai kapasitas penerima. Dengan pendekatan ini, orang akan bisa mengetahui tempatnya dalam bermasyarakat, dan selanjutnya masyarakat akan menjadi mekanisme yang teratur.

Adapun kedermawanan, walaupun ia berarti memberikan hak yang dimilikinya kepada orang lain, perbuatan ini menjadi cacat dalam kehidupan bermasyarakat. Karena perbuatan ini tidak akan terjadi kecuali, jika masyarakat pada saat itu menjadi ibarat sebuah tubuh yang bagian anggotanya terdapat cacat atau sakit yang akibatnya akan memerlukan bantuan seluruh anggota tubuh yang lain untuk melakukan sesuatu, padahal idealnya dalam sebuah masyarakat hendaknya tidak ada anggota yang cacat, sehingga yang lain harus turut membantu tugasnya.

Alasan kedua, keadilan adalah sebuah kendali yang bersifat umum, sementara kedermawanan bersifat spesifik. Yakni keadilan bisa dijadikan undang-undang umum yang mengatur seluruh urusan masyarakat dimana seseorang harus komitmen kepadanya, sementara kedermawanan adalah kondisi yang bersifat eksklusif dan tidak bisa dijadikan undang-undang umum.

Imam Ali ibn Abi Thalib menganggap keadilan sebagai kewajiban dari Allah Swt, karena itu beliau tidak membenarkan seorang Muslim berpangku tangan menyaksikan norma-norma keadilan ditinggalkan masyarakat, sehingga terbentuk pengkotakan dan kelas-kelas dalam masyarakat. “Wahai orang-orang beriman, jadilah kau penegak keadilan, menjadi saksi Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu.” (Qs. An-Nisa [5] : 135).

Bangsa ini telah cukup banyak memiliki stok pemimpin yang dermawan, namun sulit menemukan diantara mereka yang bisa berlaku adil. Dengan keadilan yang diterapkan Imam Ali As dalam menjalankan roda pemerintahan ia menjadi sosok yang dicintai rakyatnya, namun juga dibenci oleh musuh-musuhnya.

Mengenai urgensi keadilan, Imam Ali as berkata, keadilan adalah salah satu prinsip yang harus berdiri tegak di alam semesta. Beliau juga menuturkan, tidak ada yang menyamai keadilan, karena prinsip itulah yang menyebabkan kota-kota menjadi makmur. Menurut Imam Ali, keadilan bukan memperindah iman, tapi bagian dari prinsip keimanan sendiri.

Imam Ali memegang tampuk kekuasaan untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat dan memenuhi hak mereka. Di mata Imam Ali, kinerja terpenting pemerintahan adalah menciptakan keadilan. Poros upaya hal tersebut adalah terpenuhinya hak orang-orang yang terzalimi. Dalam pemerintahan Imam Ali, keadilan bukan hanya slogan belaka, tapi sebuah program praktis yang membumi. Sebab, keadilan adalah inti politik Imam Ali.

Selama masa singkat lima tahun pemerintahannya, Imam Ali As berhasil mempraktekkan sebuah konsep keadilan yang saat ini menjadi harapan dan dambaan ummat manusia. Para penulis kontemporer sampai mengatakan bahwa adalah keliru jika mengatakan bahwa Ali dan keadilan adalah dua kata yang berbeda, karena fakta sosial saat Imam Ali As memerintah menunjukkan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mengenal dan mengagumi orang-orang besar semacam Imam Ali, bukan kultus individu, melainkan sebagai luapan kecintaan pada nilai-nilai yang beliau bawa dan peragakan.