Menolak Dalil Istikharah dari Sekte Al-Yamani

Sederet usaha dan upaya telah dikerahkan oleh Ahmad al-Hasan Bashri, dengan mencomot beberapa riwayat yang di matanya, dapat mendukung klaim-klaimnya, salah satunya menjadi  klaim sebagai Al-Mahdi dan keturunan Nabi Saw.

Berhadapan dengan klaim-klaim dan dalil-dalilnya, kami telah mencoba mematahkannya di dalam  rentetan tulisan sebelumnya, sebab di mata kami upaya yang ia lakukan bertentangan dengan literatur yang ada bahkan akal sehat.

Dan salah satu senjata yang ia andalkan untuk membuktikan kalau dirinya sebagai Al-Mahdi atau washi Rasulullah Saw., ia memanfaatkan metode istikharah dengan al-Quran sebagai dalil, seperti yang dijelaskan di tulisan sebelumnya.

Mulanya, Ahmad Al-Hasan Bashri mengutip sebuah riwayat dari Imam Husain terkait istikharah ini, yang penggalan riwayatnya berbunyi sebagai berikut.

Seorang lelaki datang menghadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, lalu berkata, “Beritahulah saya tentang seorang Mahdi…” Amirul Mukminin berkata, “Ya Allah, jadikanlah pengutusannya sebagai bentuk pengeluaran dari kegundahan, dan berwasilahkan dia, kumpulkanlah persatuan umat…”

“…Jika Allah mengutamakan kebaikan darimu, rencanakanlah dan janganlah berbelok darinya, jika kamu menyetujuinya, dan janganlah kamu melampauinya jika kamu terhidayahi…”[1]

Dari riwayat di atas, Ahmad al-Hasan menggunakan kalimat فإنْ خار الله لك فاعزم (maka, jika Allah mengutamakan/meminta kebaikan untukmu, maka rencanakanlah) yang dijadikannya sebagai alasan untuk istikharah dengan al-Quran sekaligus menjadi bukti baginya untuk menetapkan sebagai washi Rasulullah Saw.

Di dalam tulisan kali ini, setidaknya ada dua jawaban untuk meluruskan kalaim Ahmad al-Hasan.

Pertama, bahwa kalimat yang di atas tidak ada sangkut pautnya dengan istikharah dengan al-Quran. Dan hal itu bermakna keinginan Allah terhadap kebaikan para hambanya. Bukan meminta kebaikan seorang hamba kepada Allah.

Kedua, kata خا ر  menurut kamus Lisanul Arabi tidak bermakna istikharah dan tidak pula bermakna meminta kebaikan. Arti sesungguhny adalah memberikan kebaikan. [2]

Dari dua jawaban di atas, kita bisa memahami bahwa Ahmad al-Hasan agaknya salah memahami riwayat yang ia kutip dan dijadikannya sebagai pegangan untuk membuktikan dirinya sebagai washi melalui istikharah dengan al-Quran.

[1] Al-Gaibah Nu’mani, Muhammad bin Ibrahim, hal. 221-222

[2] Lisanul Arab, jil 4, hal. 267, Majma’ Al-Baharain, jil. 3, hal. 297, Al-Khamus Al-Muhith, jil. 2, hal. 550.