Ketika Istikharah untuk Ahmad Hasan Bashri Hasilnya Tidak Bagus

Seperti yang telah disinggung dalam beberapa tulisan sebelumnya, kelompok atau sekte Al-Yamani ini menjadikan Istikharah dengan Al-Quran sebagai salah satu metode untuk membuktikan kebenaran posisi mereka, terlebih kedudukan Ahmad Hasan Bashri sebagai keturunan dan penerus Imam Mahdi Afs.

Terlepas dari bisa atau tidaknya metode ini digunakan untuk menetapkan kebenaran, namun sesuai tabiatnya, istikharah tidak selalu memberikan jawaban ataupun hasil yang positif. Terkadang yang muncul adalah dalam bentuk negatif, bisa berupa peringatan atau bahkan arahan untuk meninggalkan tujuan yang telah diniatkan sebelumnya.

Hal ini pun berlaku pada metode yang digunakan oleh sekte Al-Yamani ini seperti yang tercatat dalam buku tanya jawab yang telah mereka susun berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh para pengikutnya.

Salah satunya dalam pertanyaan ke 236 nomor 23 seseorang bertanya: “Wahai tuanku, sesungguhnya sebagian istikharah telah keluar dengan ayat-ayat yang terlihat dan jauh dari (sosok) anda, maka apa ini artinya? Dan apakah ada larangan untuk melakukan banyak istikharah dalam urusan anda, ataukah tidak ada masalah?”

Sebagai jawabannya disebutkan bahwa istikharah adalah permintaan pada Allah Swt, sehingga setidaknya dalam hal tersebut harus terdapat tiga hal:

“Pertama, anda (diantara dua pilihan) tidak condong pada satu sisi, melainkan keduanya sama dalam diri anda.

Kedua, hendaknya anda siap untuk menerima jawaban Allah Swt secara mutlak dan tidak ada sedikitpun penolakan ataupun perdebatan atas jawaban tersebut.

Ketiga, hendaknya ada menerima jawaban itu dan menganggapnya sebagai nikmat Allah yang besar atas anda, bahwasannya (seolah) Dia berbicara pada anda dan menjawab anda.

Ketiga hal ini merupakan paling sedikitnya syarat untuk sementara bagi anda yang telah ber-istikharah pada Allah. Adapun ketika ada seseorang yang ragu dalam menerima jawaban Allah Swt untuknya, kemudian dia beristikharah (lagi) dan menganggap apa yang telah dikerjakannya tersebut sebagai istikharah, maka sebenarnya orang yang seperti ini, barangkali Allah Swt memberikannya nikmat dan menjawabnya, akan tetapi penghinaan apa yang telah dia perbuat terhadap jawaban (pertama) itu dan hal-hal serupa seolah dia tidak puas berkonsultasi dengan seseorang dan bergerak bertolakbelakang dengan (hasil) konsultasinya, dan seolah dia telah berkonsultasi untuk menentang perkataan-Nya, maka bagaimana ia bisa puas melakukan hal itu terhadap Allah Swt, demi Allah ini merupakan perkara yang besar, dan kelancangan yang besar. Namun dengan semua keburukan yang muncul dari manusia ini sesungguhnya Allah Swt memperlakukan mereka dengan kasih sayang dan rahmat-Nya.”[1]

Yang perlu diperhatikan dengan seksama pada kutipan tanya jawab di atas adalah:

Pertama, penanya mengungkapkan bahwa sebagian istikharah yang dilakukan dengan niatan yang ditujukan pada Ahmad Hasan Bashri, keluar dengan ayat-ayat memperlihatkan hal yang buruk. Berkaitan dengan itu ia menanyakan artinya, namun jawaban atas hal tersebut tidak dapat kita temukan dalam jawaban yang diberikan.

Kedua, penanya selanjutnya menanyakan kebolehan istikharah berkali-kali dalam hubungannya dengan sekte yang dipelopori oleh Ahmad Hasan Bashri ini. Kali ini jawaban pertanyaan tersebut secara gamblang dijelaskan, meskipun yang secara lahir terlihat bahwa jawaban tersebut lebih mengarah pada adab beristikharah. Mereka menganggap bahwa melakukan istikharah secara berulang untuk hal yang sama, secara tidak langsung merupakan sebuah penghinaan karena itu artinya kita tidak menghiraukan hasil yang pertama didapat. Artinya istikharah pertama adalah sangat penting seperti apapun hasilnya. Dan telah kita saksikan di atas bagaimana si penanya mendapati istikharahnya terhadap pelopor sekte ini.

Dari sini, seperti yang sudah diulas dalam beberapa tulisan sebelumnya, bahwa istikharah tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk menetapkan kebenaran suatu hal. Sebab kebenaran itu bersifat tetap dan tidak akan pernah berubah bagi siapapun, sementara dalam istikharah kita akan mendapati orang-orang akan mendapat hasil yang berbeda-beda sesuai dengan kondisinya masing-masing.

[1] Al-Jawabul Munir ‘Abarul Atsir, Juz: 1-3, Hal: 317-322.