Bantahan Atas Klaim Kelompok Al-Yamani Seputar Raj’ah

Masih seputar keyakinan dan klaim sekte al-Yamani, pada seri kali ini setelah selesai mengupas pembahasan seputar mimpi, kita akan melanjutkan pembahasan pada klaim yang lain.

Kalim berikut yang digaungkan oleh kelompok ini adalah keyakinan akan raj’ah yang berbeda dengan keyakinan mazhab Syiah secara umum.

Mazhab Syiah meyakini bahwa raj’ah terjadi setelah Imam Mahdi As. Sedangkan menurut sekte al-Yamani raj’ah terjadi pasca mahdiyyin yang keduabelas, yang tentu saja memiliki jarak yang cukup jauh, karena harus melalui 12 mahdiyyin setelah Imam Mahdi.

Perlu diingat bahwa kita tidak akan mengkaji lebih jauh sekitar kebsahan keyakinan seputar raj’ah, sebab itu akan memakan banyak waktu serta membutuhkan kajian tersendiri.

Yang ingin kita bahas hanya seputar klaim sekte al-Yamani berkaitan dengan raj’ah serta sanggahan atas klaim tersebut.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kelompok ini meyakini bahwa raj’ah terjadi setelah mahdiyyin yang ke 12 bukan setelah Imam Mahdi. Dalam hal ini kita dapat temukan di dalam kitab karya kelompok ini al-Raj’at Tsalita Ayyamullah al-Kubra:

Alam raj’ah dimulai dengan berakhirnya kerajaan atau kekuasaan Mahdi yang ke 12; yaitu Qaim yang Imam Husain keluar untuk membantunya.[1]

Lebih dari itu Nadzim al-Aqili di dalam kitabnya mengklaim bahwa tidak ada dalil yang tegas dan gamblang yang menjelaskan bahwa raj’ah terjadi pasca Imam Mahdi:

Tidak ada satu riwayatpun yang memuat bahwa Imam Mahdi menyerahkannya kepada Imam Husain, sebagaimana disangkakan oleh Syaikh Haidar berdasarkan kedustaan dan diadaadakan terhadap Ahlulbait. Dan aku berani bertahaddi dengan Syaikh Haidar (menantang) untuk mendatangkan riwayat yang tegas dan gamblang (sharih).[2]

Dapat disaksikan bahwa dari dua pernyataan di atas kelompok al-Yamani meyakini raj’ah terjadi setelah mahdiyyin yang keduabelas dan bukan setelah Imam Mahdi, bahkan mereka mengatakan bahwa tidak ditemukan dalil yang terang yang dapat membuktikan bahwa raj’ah terjadi pasca Imam Mahdi As.

Untuk menyanggah pernyataan di atas pada tulisan ini akan dihadirka satu riwayat yang dengan jelas mengatakan bahwa peristiwa raj’ah terjadi setelah Imam Mahdi As.

Ibn Syazan berkata: ………. Dari Abi ja’far As, ia berkata: satu  malam sebelum kesyahidannya Husain bin Ali bin Abi Thalib As berkata: sesungguhnya Rasulullah Saw telah berkata kepadaku: wahai putraku! Sesungguhnya engkau akan digiring menuju Iraq, lalu engkau akan berhenti di suatu tempat bernama Amura dan Karbala lantas engkau beserta sekelompok sahabatmu akan mati syahid di sana.

Sungguh waktu yang dijanjikan oleh Rasulullah Saw tersebut telah dekat. Besok aku akan bergerak menujunya.barang siapa yang ingin berpaling, maka pergilah ia pada malam ini. Sungguh aku telah memberi izin padanya dan ia tidak ada masalah denganku.

Beliau sangat menekankan perkataannya tersebut, namun mereka tidak rela (meninggalkannya) dan mereka berkata: demi Allah kami tidak akan meninggalkanmu sampai kami ikut bersamamu.

Menyaksikan hal itu, beliau berkata: berbahagialah kalian dengan sorga, maka demi Allah kita akan tinggal selama yang Allah kehendaki setelah apa yang terjadi terhadap kita (kesyahidan). Setelah itu, Allah akan mengeluarkan kita ketika Qaim kami (Imam Mahdi) muncul untuk menuntut balas dari orang-orang yang zalim. Saya dan kalian akan menyaksikan mereka dalam keadaan terbelenggu dan ditimpa berbagai azab dan siksa.

Beliau ditanya: siapakah Qaim kalian wahai putra Rasulullah?

Beliau menjawab: yang ketujuh dari keturunan anakku Muhammad bin Ali al-Baqir. Dia adalah al-Hujjah bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali, putraku. Dia akan gaib dalam waktu yang lama kemudian ia akan muncul dan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi oleh kezaliman.[3]   
Dalam hadits ini dengan gamblang disebutkan bahwa zaman raj’ahnya Imam Husain As, bertepatan dengan munculnya Imam Mahdi As. Sebab dalam hadits tersebut dijelaskan dengan sangat jelas bahwa mereka akan raj’ah pada saat kemunculan Qaim alli Muhammad. Dan beliau merupakan keturunan ketujuh dari Imam Muhammad al-Baqir.

Dari penjelasan ini klaim yang mengatakan bahwa tidak ada dalil yang gamblang yang menyatakan bahwa raj’ah terjadi pasca Imam Mahdi, telah terbantahkan.

Sebenarnya masih ada banyak hadits lainnya yang memuat tentang hal ini, namun dalam tulisan kali ini hanya disebutka yang satu ini saja.

Dan satu hal lagi yang perlu diingat bahwa semua klaim yang mengatakan akan keberadaan mahdiyyin setelah Imam Mahdi telah dibantah dalam berbagai tulisan sebelumnya (dalam pembahasan berhubungan dengan hadits washiat), oleh karena itu pernyataan tentang raj’ah setelah mahdiyyin yang keduabelas juga akan terbantah dengan sendirinya.

[1] Al-Salim, Ala, al-Raj’ah Tsalits Ayyamullah al-Kubra, hal: 24, cet: pertama, 2012 M/ 1433 H.

[2] Al-Aqili, Nadzim, Samiri Ashr al-Zuhur, hal: 45, cet: ke dua, 2012 M/ 1433 H.

[3] Mir Lauhi, Sayyid Muhammad, Mukhtashar Kifayat al-Mahdi Li Ma’rifat al-Mahdi, hal: 95, cet: Markaz al-Dirasat al-Takhashushiah Fi al-Imam al-Mahdi.