Abu Al-Hasan Al-Aburi: Hadis-Hadis Tentang Al-Mahdi Diriwayatkan Secara Mutawatir

Kemunculan sosok al-Mahdi sang ratu adil pada akhir zaman yang akan mewujudkan keadilan di bumi, telah banyak disinggung dan disebutkan di dalam literatur Islam, khususnya dalam pembahasan kita kali ini adalah riwayat-riwayat yang terdapat dalam kitab-kitab hadis Ahlu Sunnah.

Pada beberapa tulisan yang lalu, kita telah banyak melihat riwayat-riwayat tersebut memberitakan beberapa hal terkait sosok al-Mahdi, diantaranya adalah mengenai asal-usulnya yang berasal dari keturunan Rasulullah Saw.

Dalam kasus ini terdapat sebagian pihak yang meragukan keabsahan serta kemu’tabaran riwayat-riwayat tersebut dan menganggap bahwa riwayat-riwayat itu tidak lain hanyalah sebatas riwayat-riwayat yang lemah, atau seandainya pun ada yang bisa diterima, puncaknya hanya mencapai derajat Hasan.

Sementara itu di sisi yang lain terdapat para ulama yang tidak melihat demikian, serta yang ada malah sebaliknya. Meraka melihat bahwa riwayat-riwayat tersebut bahkkan dikategorikan sebagai Mutawatir.

Salah satunya adalah Abu al-Hasan Muhammad bin al-Husein bin Ibrahim bin ‘Ashim al-Aburi (wafat 363 H) penulis kitab Manaqib al-Imam asy-Syafi’I. Ad-Dzahabi menyebutnya dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala sebagai seorang Imam, Hafiz serta Muhaddis dari Sijjistan (Sistan saat ini) setelah Ibnu Habban.[1]

Ia menyebutkan bahwa riwayat-riwayat dari Rasulullah Saw yang mengabarkan tentang al-Mahdi sangatlah banyak periwayatnya, bahkan ia juga menggunakan istilah mutawatir dalam pernyataannya tersebut.

Ungkapannya itu salah satunya dinukil oleh al-Qurtubi dalam kitabnya yang berjudul Kitab at-Tadzkirah, yang berkata: “Abu al-Hasan Muhammad bin al-Husein bin Ibrahim bin ‘Ashim al-Aburi al-Sajzi, berkata: Telah banyak periwayatan berita-berita (secara mutawatir) dan tersebar luas dengan banyak perawinya dari al-Musthafa Saw yakni (tentang) al-Mahdi, bahwasannya ia dari Ahlulbaitnya, dan ia memiliki tujuh tahun memenuhi bumi dengan keadilan, serta bahwasannya ia keluar bersama Isa As yang akan membantunya untuk membunuh Dajjal di pintu (kota) Lud di tanah Palestina, juga bahwasannya ia akan memimpin umat ini dan Isa As akan shalat di belakangnya sepanjang perjalanan dan urusannya.”[2]

Di dalamnya kitab tafsirnya yang berjudul al-Jami li Ahkami al-Quran, saat menjabarkan ayat berikut:

هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖۙ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ [3]

Sepakat dengan Abu al-Hasan al-Aburi ia mencatat:

Dan dikatakan: “ليظهره” yakni menunjukkan agama, menampakkan agama Islam atas semua agama; Abu Hurairah dan al-Dhahhak berkata: Ini adalah ketika turunnya Isa As, dan berkata al-Suddi: Itu adalah ketika keluarnya al-Mahdi; tidak tersisa seorangpun melainkan masuk Islam atau membayar Jizyah.

Dan dikatakan: al-Mahdi hanyalah Isa As saja. Dan ini tidaklah benar; sebab berita-berita sahih telah banyak diriwayatkan secara mutawatir bahwasannya al-Mahdi dari keturunan Rasulullah Saw, maka tidak boleh dinisbatkan pada Isa. Adapun hadis yang menyatakan bahwa: “Tidak ada al-Mahdi melainkan Isa” Tidaklah sahih. Al-Baihaqi berkata di dalam kitab al-Ba’tsu wa an-Nusyur: Sebab perawi hadis itu adalah Muhammad bin Khalid al-Janadi -dia adalah Majhul (tidak diketahui)- ia meriwayatkan dari Aban bin Abi A’yyasy -dia adalah Matruk (yang diitinggalkan periwayatannya)- dari al-Hasan dari Nabi Saw, dan dia (Hasan) terputus jalurnya. Sementara hadis-hadis sebelumnya yang bercerita tentang keluarnya al-Mahdi -dan diantaranya ada penjelasan bahwasannya al-Mahdi dari keturunan Rasulullah Saw- lebih sahih secara sanad.

Aku berkata: Kami telah membahas persoalan ini serta menambahkan penjelasan dalam kitab kami “Kitab at-Tadzkirah” juga mengumpulkan berita-berita tentang al-Mahdi, walhamdulillah.[4]

Dari beberapa penjelasan panjang di atas dapat kita pahami bahwa sebagian ulama melihat riwayat-riwayat mahdawiyah ini (al-Mahdi dari keturunan Nabi Saw) sebagai riwayat yang mu’tabar dan diterima bahkan lebih dari itu. Kita melihat di sini bagaimana Abu al-Hasan al-Aburi yang memberikan kesaksian bahwa riwayat-riwayat tersebut dinukil atau diriwayatkan dan disebarluaskan dalam jumlah yang banyak hingga ia pun menggunakan istilah Mutawatir. Yang kemudian hal ini pun didukung oleh al-Qurtubi serta dinukil dalam beberapa kitabnya seperti yang telah kita saksikan di atas.

[1] Ad-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad, Siyar A’lam an-Nubala, no: 5111, hal: 3396, cet: Bait al-Afkar al-Dauliyah.

[2] Al-Qurtubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad, Kitab at-Tadzkirah, hal: 1205 – 1206, cet: Maktabah Dar al-Manhaj.

[3] At-Taubah: 33.

[4] Al-Qurtubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad, al-Jami li Ahkami al-Quran, jil: 10, hal: 179 – 180, cet: Muassasah al-Risalah.