Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Riwayat Al-Mahdi dengan Penggalan “Nama Ayahnya Sama dengan Nama Ayahku” dari Jalur Tamim Al-Dari

0 Pendapat 00.0 / 5

Pada tulisan-tulisan sebelumnya, telah dibahas mengenai riwayat-riwayat perihal karakteristik Imam Mahdi yang tidak menyebutkan nama ayahnya. Keberadaan riwayat-riwayat ini dengan adanya penukilan serta perhatian para ulama terhadapnya, mematahkan syubhat yang sebelumnya pernah dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah.

Kali ini kita akan beranjak pada riwayat kedua yakni riwayat yang berbicara mengenai karakteristik al-Mahdi yang disertai dengan penyebutan nama ayahnya. Dari beberapa riwayat yang ada, salah satunya adalah melalui jalur Tamim al-Dari, salah seorang sahabat Nabi Saw, yang mana riwayat ini salah satunya dinukil oleh al-Khathib al-Baghdadi dalam kitab sejarah yang ditulisnya. Riwayat tersebut berbunyi:

Abdullah bin al-Sirri al-Mada’ini dari Abi Imran al-Jauni dari Mujalid dari Said dari al-Syabi dari Tamim al-Dari, berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak melihat sebuah kota di Rum (Romawi) seperti kota yang disebut Antakiyah, dan aku tidak melihat yang lebih banyak hujannya dari kota tersebut. Nabi Saw berkata: Benar, dan hal itu disebabkan di sana terdapat Taurat, tongkat Musa, potongan Alwah (papan) dan singgasana Sulaiman bin Daud di salah satu goanya…hingga Nabi berkata: Dan tidak akan sirna siang dan malam sampai mengisinya seorang laki-laki dari keturunannku, namanya adalah namaku dan nama ayahnya adalah nama ayahku, perawakannya adalah perawakanku dan perangainya adalah perangaiku, ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman.

Pada riwayat ini secara jelas Nabi Saw menyebutkan karakteristik Imam Mahdi dengan lebih rinci dari riwayat yang sebelumnya pernah dibahas. Namun hal ini tidak bisa begitu saja kita terima, sebab terdapat banyak catatan dari para ulama terkait sanad dalam riwayat tersebut.

Diantaranya adalah Ibnu Habban yang mengomentari sosok Abdullah bin al-Sirri al-Mada’ini yang menukil dari Abi Imran al-Jauni dengan menyebut bahwa tidak diragukan lagi apa yang diriwayatkan darinya adalah hadis Maudu (buatan).[1]

Begitu juga dengan Ibnu al-Jawzi yang bersandar pada pernyataan Ibnu Habban tersebut, ia menegaskan bahwa hadis ini tidak benar berasal dari Rasulullah Saw.[2]

Serta yang lainnya adalah Al-Dzahabi yang menyebutkan di dalam kitabnya setelah menukil riwayat di atas, bahwa hadis ini adalah hadis Munkar (keliru), lemah sanadnya dan telah telah diriwayatkan oleh al-Khatib di dalam kitab sejarahnya.[3]

Dengan adanya beberapa catatan tersebut tentu hal ini menjadi jelas bagi kita bagaimana kualitas sanad dari riwayat dengan jalur yang disebutkan tadi.

[1] Ibnu Habban, Muhammad, Al-Majruhin min al-Muhadditsin wa al-Dhuafa wa al-Matrukin, jil: 2, hal: 33-34. Al-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad, Mizan al-I’tidal fi Naqdi al-Rijal, jil: 4, hal: 106, cet: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut.

[2] Ibnu al-Jawzi, Al-Maudhuat, jil: 1, hal 362.

[3] Al-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad, Tadzkirah al-Huffadz, jil: 2, hal: 765, cet: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut.