Mengungkap Nasab Hakimah dan Menjawab Syubhat Al-Qaffari

Di dalam tulisan sebelumnya, kami telah mengulas sekaligus menjawab syubhat yang dilontarkan oleh Qaffari soal sosok Hakimah, yang menurutnya tidak cukup dijadikan saksi akan kelahiran Imam Mahdi, lantaran ketidakmaksuman yang dimilikinya.

Kalau kita membaca tulisan-tulisan sebelumnya, kita dapat menjawab syubhat yang Qaffari lontarkan itu. Di tulisan ini, penulis hendak memperjelas, bahwa siapa sebenarnya Hakimah? Apakah dirinya tak cukup menjadi saksi atas kelahiran Imam Mahdi?

Sejatinya Hakimah bukanlah manusia biasa. Ia lahir dari sulbi para imam Syiah, tepatnya ia adalah puteri dari Imam Muhammad al-Jawad. Setidaknya, klaim ini dapat dibuktikan melalui beberapa riwayat shahih yang termaktub di dalam literatur Syiah.

سم المعتصم محمد بن علي عليهما السلام وأولاده علي الامام وموسي وحكيمة وخديجة وأم كلثوم.

Ibn Babawaih berkata, “Mu’tasim Abbasi telah meracuni Imam Jawad. Dan anak-anaknya adalah Ali a-Hadi, Musa, Hakimah, Khadijah dan Ummu Qultsum.” [1]

Puteri Imam Jawad tersebut memiliki banyak kemuliaan. Saking mulianya, tak sedikit julukan positif yang disematkan pada dirinya. Di antara julukan tersebut adalah, Najibah (cerdas) , karimaj (mulia) , aalimah (berilmu) dan bertakwa dan sebaigainya.

ثمّ اعلم أنّ في القبّة الشريفة قبراً منسوباً إلي النجيبة الكريمة العالمة الفاضلة التقية الرضية حكيمة بنت أبي جعفر الجواد عليه السلام.

Allamah Majelisi menulis,

“Dan ketahuilah, bahwa di dalam kuburan mulia ini dinisbahkan kepada puteri Imam Jawad yang cerdas, mulia, berilmu, utama, bertakwa, orang yang ridho dan bijaksana.”[2]

Jika menurut Qaffari ketidakmaksuman Hakimah tak bisa dijadikan tolok ukur untuk bersaksi atas kelahiran Imam Mahdi, maka dengan melihat rentetan keutamaan yang dimilikinya, apakah tak cukup menjadikannya sebagai saksi? Apalagi, toh tak harus maksum untuk menjadi seorang saksi.

Kalau pun tanpa saksi, sejatinya Imam Mahdi tetaplah sosok imam yang dijanjikan bakal muncul di muka bumi ini untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, seperti yang sudah ditegaskan oleh mam-imam Syiah sebelumnya.

[1] Al-Imam Kadzim Alaihi Salam, Sayyid Bagdad wa Hamiyuha wa Syafi’uha, Karwani Ali, hal. 38, penerbit: Al-Atabah Husainiyah al-Muqaddasah, Karbala-Irak

[2] Mausu’ah Ziaratul Maksumin Alaihi Salam, Mua’sasah Imam Hadi (tim penulis), hal. 224, penerbit: Qom-Iran