Syekh Abdullah Al-Harari: Muhammad bin Abdul Wahhab Muncul dengan Seruan yang Dicampuri oleh Pemikiran-pemikirannya

Munculnya seruan dakwah yang didengungkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab yang ia mulai dari wilayah Najd pada pertengahan abad ke 12 Hijriyah, menimbulkan banyak gesekan di dalam tubuh kaum Muslimin.

Tak berhenti pada masanya, gerakan tersebut ibarat gelombang yang terus merambat hingga sampai gilirannya pada era kita sekarang ini. Oleh sebab itu, tak aneh apabila saat ini kita banyak menemukan tanggapan dan komentar dari para ulama pada setiap masanya terkait gerakan pemikiran tersebut.

Salah satu yang lain dari para ulama itu adalah Syekh Abdullah Al-Harari (w 1429 H/ 2008). Seorang ulama berasal dari negara Etiopia yang dikenal sebagai penganut Asy’ari ini, selama masa hidupnya telah bertolak ke berbagai tempat demi menempa pemahamannya terhadap agama Islam. Diantaranya disebutkan bahwa ia pernah berada di Mekah (1369 H/ 1949) dan mengenal beberapa ulama besar di sana, begitu pula di Madinah, Yerusalem dan Damaskus.

Sepanjang perjalanan hidupnya, ia telah banyak melahirkan banyak kitab atau tulisan di bidang Ulumul Quran, ilmu tauhid, ilmu hadis, fikih dan bahasa Arab. Dari sederet karyanya tersebut, terdapat sebuah kitab yang ia susun sebagai kritikan terhadap pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah. Kitab itu berjudul “Al-Maqaalat al-Sunniyah Fi Kasyfi Dhalalat Ahmad bin Taimiyah” yang berarti tulisan-tulisan sunni dalam mengungkap kesesatan-kesesatan Ahmad bin Taimiyah. Pada kitab tersebut terdapat sebuah bagian yang menjelaskan sosok Muhammad bin Abdul Wahhab yang disebutnya sebagai Imamul Wahhabiyah yang bermakna imam gerakan Wahabi.

“Dan dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) muncul dengan seruan yang dicampuri oleh pemikiran-pemikirannya, yang dia klaim berasal dari Kitab dan Sunnah, dan dia mengambil bid’ah-bid’ah dari Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyah dan menghidupkannya kembali. Dan itu adalah: pengharaman tawasul kepada Nabi Saw, pengharaman safar (bepergian) demi menziarahi kuburan Rasulullah Saw dan selainnya dari para nabi dan orang-orang saleh dengan maksud berdoa di sana serta mengharap ijabah dari Allah Swt, pengkafiran orang yang menyeru dengan lafal: ‘Ya Rasulullah’, ‘Ya Muhammad’, ‘Ya Ali’ atau ‘Ya Abdul Qadir tolonglah aku’ atau dengan yang semisalnya kecuali kepada yang hidup dan hadir…”[1]

Pada pernyataannya di atas, secara jelas dapat disimpulkan bahwa Syekh Abdullah Al-Harari melihat bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab bangkit membawa seruan atas nama Islam namun pada hakikatnya hal tersebut telah dicampuradukan dengan dua hal; Pertama, pemikiran-pemikirannya sendiri yang ia anggap dari al-Quran dan Sunnah. Kedua, bid’ah-bid’ah yang dulu pernah disuarakan oleh Ibnu Taimiyah yang kemudian dihidupkan kembali olehnya.

Oleh sebab itu, apabila kita bertolak dari komentar yang dilontarkan oleh Syekh Al-Harari ini, maka seruan dari gerakan Wahabi yang masih ada hingga saat ini, tidaklah murni semuanya dari ajaran Islam, melainkan telah dicampur dengan pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhad dan Ibnu Taimiyah dalam memahami Islam.

[1] Al-Maqaalat al-Sunniyah Fi Kasyfi Dhalalat Ahmad bin Taimiyah, Al-Harari Abdullah, hal: 51, Syarikah Darul Masyari.