Jamil Sidqi Al-Zahawi: Muhammad bin Abdul Wahhab Dakwahkan Akidahnya yang Menyimpang di Najd

Fenomena gerakan Wahabi yang digagas oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan gayanya yang cenderung kaku dalam memahami ayat-ayat maupun riwayat-riwayat yang menjadi sumber utama syariat Islam, membuat para ulama maupun tokoh-tokoh masyarakat lainnya angkat bicara mengkritik serta mengutarakan ketidaksetujuan mereka dengan cara pandang kelompok tersebut.

Perihal ini, kami telah mengupasnya dalam beberapa tulisan sebelumnya. Seperti yang telah disebutkan, terlihat bahwa kelompok ini banyak mendapat kritikan bahkan lebih jauh lagi, sebagian dari mereka yang berkomentar mempredikatinya dengan “sesat dan menyesatkan”.

Kali ini kita juga akan mencoba melihat catatan yang pernah ditulis oleh Jamil Sidqi al-Zahawi (W 1936), seorang cendekiawan muslim yang dikenal sebagai seorang filsuf, sastrawan juga penulis. Ia telah menulis bebebarapa kitab yang diantaranya ada yang berjudul “al-Fajru al-Shadiq fir Raddi alal Firqah al-Wahhabiyah al-Mariqah”, sebuah kitab yang sengaja ditulis demi membantah atau menolak golongan Wahabi. Mengenai kelompok tersebut ia mencatat:

“Wahabiyah (Wahabi) adalah sekte atau kelompok yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Awal kemunculan Muhammad ini adalah pada tahun 1143, tetapi upayanya tersebut menjadi terkenal lima puluh tahun setelahnya. Dia mengungkapkan akidahnya yang menyimpang di Najd dan yang membantunya menyebarkannya adalah Muhammad bin Saud, penguasa Diriyah, negeri Musailamah al-Kadzab (pendusta), ia memaksa rakyatnya untuk mengikuti putra Abdul Wahhab ini, dan mereka mengikutinya… sampai fitnahnya ini menyebar, ketenarannya meningkat, dan kondisi bertambah buruk, bahkan orang-orang baduwi takut padanya.

Dan ketika itu ia berkata pada orang-orang: ‘Aku tidak mengajak kalian melainkan pada tauhid dan meninggalkan Syirik (kemusyrikan) kepada Allah di dalam penyembahan terhadapNya’.”[1]

Sampai di sini penulis kitab di atas mencoba menjelaskan awal mula pergerakan Muhammad bin Abdul Wahhab dalam mendakwahkan akidahnya yang menyimpang, yang mana ia menyebutkan adanya bantuan dari sosok yang bernama Muhammad bin Saud.

Pada paragraf lainnya ia mencatat sikap para ulama di sekitarnya:

“… Di antara para syekh yang mana mereka, memiliki firasat bahwa di dalam dirinya (Muhammad bin Abdul Wahhab) terdapat kesesatan dan kekufuran, dan mereka mengatakan bahwa Allah SWT akan menyesatkan orang ini dan melaluinya menyesatkan hamba-hamba-Nya yang celaka, dan demikian yang terjadi. Begitu pula ayahnya, Abdul Wahhab -yang termasuk ulama yang saleh- memiliki firasat bahwa di dalam dirinya (Muhammad bin Abdul Wahhab) terdapat kesesatan dan memperingatkan orang-orang terhadapnya. Begitu pula saudaranya Syekh Sulaiman, bahkan ia menulis sebuah kitab untuk menolak apa yang dibuat olehnya (Muhammad bin Abdul Wahhab) dari bid’ah-bid’ah maupun akidah yang menyimpang.”[2]

Dari awal kemunculan kelompok tersebut -dapat dilihat pada pernyataan di atas- ternyata sudah banyak ulama yang melihat kesesatan pada Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Bahkan hal ini sudah disadari oleh ayah dan saudara dari Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri.

Pada paragraf yang lain al-Zahawi juga mencatat beberapa seruan atau wejangan aneh yang diperintahkan oleh putra Abdul Wahhab itu kepada pengikutnya, sebagai berikut:

“Dan ia (Muhammad bin Abdul Wahhab) menyuruh orang yang telah menunaikan haji sebelum mengikutinya, untuk melakukan haji kedua kalinya, sambil berkata: ‘Sesungguhnya hajimu yang pertama tidak diterima, karena engkau menunaikannya sedangkan engkau dalam keadaan musyrik.’ Dan ia juga berkata kepada orang yang ingin masuk ke dalam agamanya: ‘Bersaksilah atas dirimu bahwasannya engkau sebelumnya adalah seorang kafir dan bersaksilah atas kedua orang tuamu bahwasannya mereka berdua telah meninggal dalam keadaan kafir…”[3]

[1] Al-Fajru al-Shadiq fir Raddi alal Firqah al-Wahhabiyah al-Mariqah, Al-Zahawi, Jamil Sidqi, hal: 11-12.

[2] Ibid.

[3] Ibid.