Proksemik Metafisik (Jauh di Mata Dekat di Hati)

Minggu terakhir di bulan Juni 2022, dalam rangka mencari solusi damai antara Ukraina dan Rusia, Jokowi menyambangi dua negara tersebut. Tentu saja, seperti biasa, Presiden sibuk kerja, sementara media dan pengamat, koalisi dan opisisi, hingga warganet dan influencer, dibuat ribut dan saling sikut.

Salah satu hal yang disorot media, dan jadi perbincangan di jagat maya, adalah posisi duduk Jokowi dan Putin yang hanya berjarak satu meja. Ini beda, kala presiden Prancis yang datang. Waktu itu, posisi duduk Putin dan Macron juga hanya berjarak satu meja, tapi meja panjaaang.

“Dari jarak posisi duduk, kita tahu mana yang masih mutualan dan mana yang sudah unfol..”, tulis Denny Siregar. Yakni, kedekatan Putin dan Jokowi terbaca melalui dekatnya jarak duduk keduanya.

Antropolog Amerika, Edward T. Hall mencetuskan teori proksemik. Teori ini digunakan untuk menganalisa korelasi antara jarak dan pesan dalam interaksi antar manusia. Dalam taksonomi jaraknya, Hall membagi jarak dalam empat jenis; jarak intim kala berpelukan, berpegangan atau berbisik; jarak personal kala bertemu dengan teman akrab; jarak sosial kala bertemu dengan kenalan; dan jarak publik kala berinteraksi dengan masyarakat.

Kemudian, teori proksemik juga dipakai dalam psikologi untuk mengetahui kondisi emosional individu terhadap orang lain. Lalu, jika teori proksemik Hall dikombinasikan dengan teori propikuintas Jeremy Bentham, maka tersingkaplah hubungan satu orang dengan orang lainnya. Inti teorinya adalah, keakraban dilihat dari dekatnya jarak. Jarak diri adalah cermin jarak hati, begitu kira-kira.

Dua orang yang duduk berjauhan, dimaknai sebagai ketidakaraban. Sebaliknya, yang duduk bersebelahan, berarti teman dekat. Jika anda membenci seseorang, anda berusaha menjaga jarak darinya. Tapi untuk orang yang anda cintai, anda selalu ingin dekat dengannya. Anda tidak ingin berdekatan dengan orang yang anda anggap bahaya, tapi berusaha lengket dengan orang yang anda anggap kaya.

Siswa yang duduk paling depan, dimaknai cerdas. Yang duduk paling belakang, berarti malas. Jemaah yang berdiri di shaf terdepan, berarti paham agama dan sewaktu-waktu bisa ingatkan Imam. Jemaah yang berdiri di shaf paling belakang, berarti awam agama dan kadang mendahului imam. Dalam rapat, yang paling depan berarti pejabat, lalu disusul rakyat.

Berkenaan dengan ini. Jalaluddin Rakhmat dalam buku psikologi komunikasinya menulis; “bila kawan kita selalu membuat jarak lebar dengan istrinya, kita menduga mereka bukan pasangan bahagia. Jika ia sering terlihat duduk berdekatan dengan wanita lain, kita menyimpulkan hubungannya dengan wanita itu lebih dari sekedar sahabat. Kendatipun ia berusaha meyakinkan kita akan kecintaannya pada istrinya, tapi kita lebih percaya pada persepsi yang kita peroleh berdasarkan proksemik”.

Semua itu adalah proksemik. Teori ini yang digunakan warganet menganalisa posisi duduk Jokowi dengan Putin, dan Putin dengan Macron. Berdasarkan proksemik, mereka menyimpulkan Putin lebih akrab pada Jokowi ketimbang pada Macron.

Pada sebagian kasus, proksemik tentu benar. Namun tak bisa berlaku universal. Ada ragam faktor yang membuat dua atau beberapa orang harus jaga jarak, terpisah ruang dan waktu, meski tak ada benci di antara mereka. Katakanlah faktor medis, fiqh, budaya dan semacamnya. “Air dan api mesti dipisahkan bejana. Agar air tak memadamkan api. Tuan dan puan mesti dipisahkan hijab, agar tuan tak jadi api”. Begitu kurang lebih kata Rumi.

Sebagian orang, karena faktor kerja misalnya, harus terpisah dari kerabat dan sahabat yang dikasihinya. Dengan ilmu, kita bisa mencintai orang-orang terdahulu, meski kita terpisah ruang dan waktu dan tak pernah bertemu. Bahkan, sebagian wujud, karena level wujudnya melampaui dan suci dari ruang dan waktu, tak bisa dianalisa dengan proksemik fisikal. Ia hanya bisa dianalisa dengan proksemik metafisikal.

Proksemik metafisik menihilkan arti jarak fisikal, ruang dan waktu. Kedekatan tidak lagi diukur dengan serumah, setetangga, sekelas atau sekantor. Melainkan, diukur dengan sejiwa atau tidak. Keintiman tidak lagi diukur dengan sekosan, tapi dengan segagasan.

Dalam ibadah, kita berniat qurbatan ilallah, untuk mendekat pada Tuhan. Tentang jarak Rasul saw dengan Tuhan, difirmankan, tsumma dana fa tadalla, fa kana qoba qausaini au adna. Sederhananya, Rasul Saw sangat dekat, dan lebih dekat lagi dengan Tuhan. (An-Najm: 8-9)

Apa maksudnya? Apakah Rasul hanya berjarak satu meja dari Tuhan? Apakah kita mendekat ke Tuhan yang maha kasih seperti mendekatnya kita pada orang yang ngasih cuan? Apakah mendekat ke Tuhan berarti semakin jauh dari ciptaan, sebagaimana diri yang semakin jauh dari timur bila semakin dekat ke barat. Ketahuilah, jarak, jauh dan dekat material (ruang dan waktu) tak berlaku di sini.

Kata Syahid Muthahhari, jauh-dekatnya manusia dengan Tuhan adalah jauh-dekat hakiki-maknawi. Yaitu, jauh-dekat level eksistensial. Pijakan teorinya, gradasi wujud. Bahwa eksistensi, itu bertingkat-tingkat. Jika anda tak mendaki tangga eksistensi, maka anda berjarak sangat jauh dari wujud yang berada di level puncak eksistensi, yaitu Tuhan sang pemilik kesempurnaan nirbatas. Artinya, anda tak ‘akrab’ dengan Tuhan, anda tak mencintai-Nya. Sesiapa yang mencintai akan bergerak menuju yang dicintainya, dan mendekatinya.

Sekedar ilustrasi, Tuhan adalah sumber cahaya, sedang kita-kita ini adalah cahaya-cahaya yang menempel di lantai. Perhatikanlah, betapa jauh level diri kita dengan level wujud Tuhan. Beruntungnya, cahaya-cahaya di lantai itu bisa meningkatkan level eksistensinya hingga dekat dan semakin dengan sumber cahaya.

Bagaimana caranya? Menempuh gerak kesucian atau gerak penghambaan yang kita istilahkan dengan gerak harmonisasi. Eksploitasi tidak relevan dengan perfeksi, eksploitasi menghambat diri menuju Yang Suci. Ajaibnya, dalam proksemik metafisik, mendekat ke Tuhan tidak lantas menjauh dari ciptaan. Raga anda bergerak horizontal, berpijak dan berpeluh di bumi, sedang jiwa anda terbang vertikal melintasi nasut, malakut, jabarut, lahut hingga lenyap dalam wujud Tuhan.

Jadi, apa itu proksemik metafisik? Proksemik metafisik dapat diringkas dengan jelas dalam satu proposisi puitis, “jauh di mata dekat di hati”. Atau kata Rumi, “terpisah ruang dan waktu hanya berlaku, jika engkau mencintai dengan mata”.