Akar Pemikiran Wahabi pada Al-Barbahari

Di antara ulama terdahulu lainnya yang memiliki pemikiran seperti Wahabi, jauh sebelum masa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah al-Barbahari (w 329 H), seorang ulama bermadzhab Hanbali dari wilayah Baghdad, Irak.

Al-Barbahari memiliki nama lengkap Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Khalaf al-Barbahari. Ia mulai terkenal di kalangan umat Islam setelah memiliki kedekatan dan belajar kepada murid-murid dan sahabat dari imam Ahmad bin Hanbal (w 241 H) seperti al-Mawarzi yang merupakan salah satu murid utama Imam Ahmad. Al-Barbahari juga memiliki banyak murid, di antaranya yang paling banyak dikenal adalah Ibnu Baththah (w 387).

Al-Barbahari dikenal sebagai sosok yang keras dalam menanggapi hal-hal yang tidak sesuai dengan pandangannya. Di antaranya yang tercatat adalah ia tidak memperkenankan orang-orang untuk berziarah dan meratapi Imam Husein bin Ali  As.

Hal seperti itu juga dicatat oleh Ibnul Atsir dalam kitabnya Al-Kamil fi Tharikh, dengan mengusung judul “Fitnah madzhab Hanbali di Baghdad”. Dalam tulisan tersebut ia menggambarkan gerakan Hanbali yang di bawahi oleh al-Barbahari begitu keras, seperti halnya: apabila mereka menemukan anggur mereka menumpahkannya, apabila mereka mendapati penyanyi wanita mereka memukulinya juga menghancurkan alat-alat musiknya, begitu pula mereka keberatan dan mempersoalkan praktik jual beli bahkan juga apabila mereka menemukan laki-laki yang berjalan dengan perempuan dan anak-anak, mereka akan menanyakan hubungan mereka dan jika tidak dijawab mereka akan memukulinya dan membawanya ke bagian keamanan dan bersaksi atasnya dengan kemaksiatan.

Tidak berhenti di situ mereka juga sering memukuli orang-orang yang bermadzhab Syafi’i, hingga keluarlah ketetapan dari Al-Radhi, Khalifah pada masa itu yang menolak perbuatan mereka (madzhab Hanbali) serta mencela akidah mereka yang disebut Tasybih (penyerupaan Allah Swt dengan manusia), penistaan mereka terhadap para imam, penisbahan mereka terhadap para pengikut keluarga Muhammad Saw dengan Kufur dan sesat, kemudian seruan mereka terhadap kaum muslimin kepada agama dengan bid’ah-bid’ah yang nyata serta kepercayaan-kepercayaan yang menyimpang yang mana tidak disebutkan oleh al-Quran, begitu pula pengingkaran mereka terhadap ziarah kubur para imam serta cacian terhadap para peziarahnya dengan sebutan bid’ah.[1]

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa fenomena pemikiran Wahabi yang ada sekarang ini bukanlah hal yang baru, melainkan terdapat para pendahulunya seperti yang telah disebutkan di atas yang memiliki kemiripan dalam pemikiran, sikap dan tindakannya, sehingga dengan ini terbukti bahwa gerakan serupa telah terjadi jauh sebelum kemunculan Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab yang menjadi tokoh penting dalam fenomena Wahabi yang ada saat ini.

[1] Al-Kamil fi Tharikh, Ibnul Atsir, jil: 7, hal: 113-114, Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut.