Serakah, Penyakit Jiwa yang Menghancurkan 2

Pengaturan Imbang dalam Islam

Bersama seruannya kepada manusia untuk berjuang dan maju, Islam memasukkan pula peringatan keras terhadap bahaya cengkeraman materialisme. Islam menyatakan bahwa paham itu merenggut hak manusia untuk mencari tujuan hidup yang sesungguhnya, kebahagiaan abadi. Imam Muhammad Baqir a.s. memberikan gambaran. “Perumpamaan orang serakah di dunia ini adalah ibarat ulat sutra. Makin banyak sutra yang dijalinnya sekeliling dirinya, makin kecil kesempatannya untuk bertahan hidup, hingga akhirnya ia lemas sendiri.” (Ushul al-Kafi, 5/2)

Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah keserakahan, karena orang-orang sebelum kamu musnah akibat keserakahan. Keserakahan memerintahkan mereka untuk menjadi kikir, dan mereka menaatinya; ia memerintahkan mereka untuk mengasingkan diri, dan mereka menaatinya; dia memerintahkan mereka untuk berbuat dosa, dan mereka mengikutinya.” (Nahj al-Fashahah, hal. 199)

Imam Ali mengatakan: “Orang serakah adalah tawanan dari kehinaan yang tak berkesudahan.” (Ghurar al-Hikam, hal. 50)

Agama Islam, yang sesuai dengan kodrat insani, membagi secara imbang antara urusan materi dan rohani. Karena itu, ia telah memilihkan jalan bagi para pengikutnya yang menjamin rohani sekaligus jasmani yang sehat. Orang-orang religius mempunyai rohani yang arif dan saleh karena memahami fakta-fakta kerohanian.

Kepuasan adalah khazanah yang tak habis-habisnya, karena pemiliknya hanya berusaha mendapatkan apa yang mereka perlukan. Orang yang berakal mengatur kehidupan mereka dan menjauhi pencemaran kebahagiaan rohaninya, menjauhi usaha-usaha keliru dalam menumpuk kekayaan dan kerendahan. Orang puas adalah orang berbahagia dengan apa yang diperolehnya secara terpuji. Cara ini memungkinkan dia meraih tujuan hidup yang sesungguhnya, yaitu kemuliaan akhlak; dalam hal ini, ia mencapai kekayaan yang sesungguhnya, yakni kepuasan, yang memberinya keserasian dan tak perlu meminta apa yang di tangan orang lain.

Imam Ali a.s. mengatakan: “Yang terbaik adalah merendah dan berpegang pada kepuasan dan takwa, dan membebaskan diri dari kerakusan dan keserakahan, karena keserakahan dan kerakusan adalah kemiskinan, sedang takwa dan kepuasan adalah kekayaan yang nyata.” (Ghurar al-Hikam, hal. 255)

Imam Ali kembali mengatakan: “Keserakahan mencemari jiwa, merusak agama, dan menghancurkan kemudaan.” (Ghurar al-Hikam, hal. 77)

Rasulullah Saw menerangkan penderitaan dan bencana yang timbul dari keserakahan. Beliau mengatakan: “Orang serakah menghadapi tujuh masalah yang parah: 1) cemas, yang merugikan tubuhnya da tidak menguntungkan baginya, 2) depresi yang tak berkesudahan, 3) kepayahan yang hanya maut yang dapat membebaskannya, dan dengan kebebasan itu si serakah akan lebih payah lagi, 4) ketakutan sia-sia yang mengganggu dirinya, 5) kesedihan sia-sia yang mengganggu kehidupannya, 6) pengadilan, yang tak akan menyelamatkannya dari siksaan Allah kecuali bila ia mengampuninya, 7) hukuman, di mana tak ada jalan lari atau menyingkir.” (Mustadrak al-Wasail, 2/435)

Keserakahan hanya dapat disembuhkan dengan beriman kepada Allah dan hari akhirat. Kepuasan hanya dapat dicapai dengan memperkuat rohani dan mengembangkan akhlak yang luhur.