Muhammad bin Muhammad al-Ala al-Bukhari al-Hanafi: Ibnu Taimiyah Pelaku Bidah dan Kafir

Telah disebutkan pada beberapa tulisan sebelumnya bahwa pemikiran serta pandangan kelompok Wahabi teristimewa Muhammad bin Abdul Wahhab banyak diilhami oleh pemikiran dan pandangan Ibnu Taimiyah.

Oleh karena itu, baik untuk kemudian melihat bagaimana pandangan para ulama Ahlussunnah dalam menilai Ibnu Taimaiyah, sebagaimana hal itu telah dilakukan terhadap Muhammad bin Abdul Wahab pada beberapa kajian sebelumnya.

Pada tulisan sebelumnya, telah disebutkan pandangan Abu Bakar al-Hishni tentang Ibnu Taimiyah. Melanjutkan kajian tersebut, pada seri kali ini akan dimuat pandangan Muhammad bin Muhammad al-Ala al-Bukhari al-Hanafi seorang ulama yang hidup pada abad kedelapan Hijriah tentang tokoh pujaan kelompok Wahabi ini.

Al-Syaukani di dalam kitabnya al-Badr al-Thali’ Bi Mahasin Man ba’da al-Qarn al-Sabi’ setelah menulis sejarah singkat tentang latar belakang keilmuan serta ketokohan Muhammad bin Muhammad al-Ala al-Hanafi, kemudian menceritakan perihal yang terjadi dengannya di kota Damaskus berkaitan dengan pandangannya terhadap Ibnu Taimiyah:

“dan telah terjadi beberpa peristiwa padanya di Damaskus (Dimasyq), diantaranya beliau ditanya tentang beberpa pendapat Ibnu Taimiyah yang berbeda dengan kalangan ulama. Lantas ia menjawab dengan menjelaskan kesalahan Ibnu Taimiyah dan menunjukkan kebencian padanya. Ketika hal itu telah kokoh dan nyata baginya ia mendeklarasikannya sebagai pelaku bidah serta mengkafirkannya. Lalu ia mengumumkan di majlisnya bahwa barang siapa yang menjuluki Ibnu Taimiyah dengan sebutan “Syaikh al-Islam” maka ia dengan penamaan ini telah menjadi kafir.[1]”

Dari catatan di atas dapat dipahami bahwa Muhammad bin Muhammad al-Ala al-Hanafi berkeyakinan bahwa Ibnu Taimiyah dalam beberapa pendapatnya yang notabene berbeda dengan banyak kalangan, telah melakukan bidah dan layak menyandang predikat “kafir”.

Dan terkait dengan gelar yang sering disematkan kepada Ibnu Taimiyah, beliau dengan tegas menyatakan keberatannya dan mengatakan bahwa yang menyematkan gelar tersebut kepada Ibnu Taimiyah layak mendapat kekafiran.

Pernyataan ini sebenarnya ditujukan untuk menunjukkan ketidak layakan Ibnu Taimiyah dalam mengemban gelar tersebut. Karena ia telah melakukan berbagai kesalahan dan bidah dalam banyak pendapatnya.

[1] Al-Syaukani, Muhammad bin Ali, al-Badr al-Thali’ Bi Mahasin Man ba’da al-Qarn al-Sabi’, jil: 2, hal: 261-262, cet: Dar al-Kitab al-Islami, Qairo.