Perempuan; Penyampai Kebenaran Tragedi Asyura

“Al-Islam, Muhammaddiyatul huduts wa Husainiyatul baqa’. ‘Asyura, Husainiyatul huduts wa Zainabiyatul Baqa’.” Keberadaan Islam terwujud melalui Nabi Muhammad SAW dan kekal melalui Imam Husain a.s. Keberadaan asyura terwujud melalui Imam Husain a.s. dan kekal melalui Zainab s.a. Demikian diungkapkan oleh Allamah Kasyiful Ghitha.

Ungkapan di atas merupakan salah satu perwujudan dari hadis Rasulullah SAW, “Husain dariku dan aku dari Husain.” Ungkapan “Aku dari Husain” mengisyaratkan bahwa kelanggengan Islam Muhammadi terwujud melalui peranan Imam Husain a.s. dalam peristiwa Asyura, sedangkan kelanggengan Asyura terwujud melalui peranan Zainab al-Kubra s.a. Oleh karena itu, Sayyidah Zainab s.a. memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kemurnian dan kesucian Islam Muhammadi.

Bukankah Imam Husain s.a. mengetahui bahwa bencana dan musibah yang akan menimpa beliau di Karbala? Kenapa beliau tetap bertekad untuk membawa para perempuan, padahal beberapa para pembesar seperti Ibnu Zubair, Ibnu Umar, Muhammad bin Hanafiah, Abdullah bin Umar telah melarangnya untuk membawa para perempuan ke Karbala. Dalam menjawab pertanyaan Muhammad bin Hanafiah tentang sebab dibawanya para perempuan ke Karbala, beliau menjawab, “Allah telah menghendaki untuk melihat mereka dalam keadaan tertawan.“[1]

Berdasarkan ungkapan Imam Husein a.s., salah satu alasan membawa mereka ke padang Karbala adalah untuk melaksanakan kewajiban dan perintah Allah SWT. Bagaimanapun juga, keikutsertaan para perempuan telah mampu menyempurnakan misi dan revolusi Imam Husain a.s. pasca pembantaian di padang tandus Karbala. Para perempuan itu aktif sebagai juru bicara di hadapan masyarakat, menyampaikan tujuan dan sebab kebangkitan Imam Husain a.s.

Mereka membeberkan berbagai kebusukan musuh-musuh beliau, mensosialisasikan peristiwa asyura seluas-luasnya, sebuah usaha yang tidak pernah dilakukan oleh laki-laki manapun sepeninggal mereka. Sosialisasi ini harus dilakukan di tengah masyarakat. Karena jika tidak, maka gerakan Imam Husain a.s. akan mudah terlupakan dan segera lenyap begitu saja ditelan waktu. Itu artinya bahwa gerakan asyura tidak memberikan dampak yang semestinya di kemudian hari. Oleh karena itu, sesuai dengan hikmah Ilahi, keikutsertaan para perempuan bersama beliau merupakan sebuah keharusan. Ini sangat relevan dengan pernyataan beliau yang menyatakan, “Allah menghendaki melihat mereka dalam keadaan tertawan.”

Penawanan para perempuan menjadi bukti konkrit dalam membuka kedok para musuh-musuh Imam Husain a.s. Mereka akan menjadi saksi hidup kebejatan Bani Umayah dan para sekutunya dan perlakuan non manusiawi mereka terhadap keluarga Nabi SAW serta para sahabat mulia beliau yang turut syahid di Karbala. Andaikan para perempuan itu tidak turut serta pergi ke Karbala, lantas siapa yang akan menyampaikan kepada publik tentang kebejatan, kebiadaban dan perlakuan hewani bani Umayah terhadap para keluarga Nabi saw serta pengikutnya?

Pada hari ini kita menyaksikan bahwa informasi-informasi yang menyesatkan dengan mudah tersebar luas. Begitu pula yang dulu terjadi pasca tragedi Karbala. Informasi-informasi yang sesat bertebaran. Apalagi, pada zaman itu informasi lebih banyak berdasarkan dari mulut ke mulut. Beda dengan zaman sekarang, di mana informasi bisa didapat dari internet atau televisi sehingga selain ucapan, kita juga bisa menyaksikan langsung rekaman gambarnya.

Pada kondisi semacam itulah, Sayyidah Zainab berperan penting menjadi penyampai informasi yang benar, dan menangkal berbagai fitnah yang menyesatkan umat. Penguasa zalim berusaha mengelabui masyarakat. Mereka mengatakan bahwa merekalah yang berada di pihak yang benar, sedang Imam Husain a.s. bersama para pembelanya adalah pemberontak yang menentang penguasa legal. Jika para tawanan Karbala diam seribu bahasa dan tidak berusaha untuk membuka kebusukan-kebusukan orang-orang zalim itu, maka opini umum akan mendukung mereka. Para penguasa zalim itu selalu berusaha memutarbalikkan fakta, menampakkan kebatilan seolah-seolah kebenaran.

Karena itulah, pasca Asyura, Sayyidah Zainab dan para perempuan Karbala aktif menjadi juru bicara menyampaikan tujuan kebangkitan Imam Husain. Mereka membeberkan berbagai kebusukan musuh-musuh beliau, mensosialisasikan peristiwa Asyuro seluas-luasnya, sehingga umat Islam bisa mengenali siapa pihak yang benar, siapa pihak yang bersalah.

Usai pembantaian terhadap Imam Husain dan pasukannya, Sayyidah Zainab, kaum perempuan, anak-anak, Imam Ali Zainal Abidin, ditawan dan dibawa menempuh perjalanan yang berat dari Karbala menuju Kufah, lalu ke Syam (Damaskus). Meskipun dalam kondisi duka cita akibat kehilangan saudara-saudaranya di padang Karbala, Sayyidah Zainab tetap tegar memperjuangkan nilai-nilai Islam. Kepada masyarakat yang membludak di sepanjang jalan yang dilewati rombongan Ahlulbait a.s., Sayyidah Zainab dan para perempuan Karbala selalu memberikan penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Karbala.

Ketika tiba di Kufah, Sayyidah Zainab berpidato dengan piawai di hadapan penduduk Kufah, sehingga orang-orang melihat seakan-akan kata-katanya keluar dari mulut Imam Ali a.s. Penguasa Kufah saat itu, Ibnu Ziyad, berkata dengan congkak, “Puji syukur aku panjatkan pada Allah SWT yang telah mempermalukan kalian dan telah membuka kedok kebohongan kalian semuanya.”

Sayyidah Zainab menjawab, “Yang sebenarnya dipermalukan Allah ialah kalian yang fasik dan yang mempunyai kebohongan ialah para pendusta, bukan kami!”

Ibnu Ziyad menyahut, “Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah Allah timpakan terhadap saudara dan keluargamu?”

Tanpa diduga oleh Ibnu Ziyad, dengan tegas Sayyidah Zainab menjawab, “Tidaklah kulihat semua ini, melainkan keindahan. Mereka ialah orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT untuk mati terbunuh. Mereka pun bergegas menyongsong kematian itu. Allah SWT kelak akan mempertemukanmu dengan mereka. Kelak engkau akan dihujani pertanyaan dan disudutkan. Lihatlah, siapakah yang akan menang pada hari itu? Semoga ibumu memakimu, hai anak Marjanah!”

Di Syam, Sayyidah Zainab menyampaikan khutbahnya yang terkenal, yaitu khutbah Ghara’ yang berisikan peringatan terhadap Yazid bin Muawiyah. Sayyidah Zainab memperkenalkan jati dirinya kepada khalayak umum, memperkenalkan  kedudukan Imam Husain a.s. di sisi Rasulullah SAW, dan mengingatkan siksaan yang akan menimpa orang-orang yang telah berbuat zalim, khususnya para pembunuh hujjah-Nya di muka bumi. Khutbah beliau sedemikian hebat sampai-sampai Yazid bin Muawiyah hanya diam seribu bahasa. Ia tidak mampu berkata ketika mendengar khutbah Sayyidah Zainab.

Khutbah Sayyidah Zainab telah mampu menyadarkan masyarakat Syam. Beliau telah membuka kedok kejahatan Yazid di hadapan masyarakat. Kondisi pun semakin memanas sampai-sampai Yazid pun menjadi ketakutan dan akhirnya ia menyatakan penyesalan atas pembunuhan Imam Husain a.s. dan melemparkan kejahatan tersebut kepada Ibnu Ziyad.

Peran penting Sayyidah Zainab ini perlu kita teladani, sudah selayaknya kita pun menjadi penyampai kebenaran, pengkonter berita-berita hoaks bukan malah menggorengnya. Mari kita melatih diri sebagai penyampai kebaikan dan ilmu yang bermanfaat untuk sesama dan meluruskan berita-berita yang tidak benar secara bertahap.

[1] Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi,  hal 142