Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pemberontakan Penduduk Madinah Terhadap Pemerintahan Yazid Pasca Tragedi Karbala

1 Pendapat 05.0 / 5

Sebagian ulama yang bias dan pengikut Bani Umayah, seperti Ibnu Taimiyah, telah berusaha keras untuk membela Yazid bin Muawiyah. Mereka telah melangkah jauh untuk mengenalinya sebagai khalifah Islam yang sah pada zamannya. Namun, pada akhirnya, realitas memaksa sebagian besar ulama untuk mengakui kejahatan Yazid karena dialah penyebab berbagai bencana bagi umat Islam, khususnya selama tiga tahun kekhalifahan hasil rampasannya. Dalam jangka panjang, para pengikut Bani Umayah yang bias tidak bisa terus mengabaikan banyak kekejaman Yazid tersebut. Oleh karena itu, sebagian bersiasat untuk sepenuhnya menyangkal atau membenarkan kejahatan brutal Yazid itu.

Salah satu tindakan biadab Yazid yang ditimpakan pada umat Islam adalah peristiwa Harrah. Kejadian ini mengakibatkan pembunuhan brutal ribuan penduduk muslim Madinah. Perintah untuk pembantaian ini dikeluarkan oleh Yazid bin Muawiyah sendiri. Setelah tragedi Karbala, peristiwa Harrah juga merupakan salah satu kejahatan yang paling mengerikan dalam sejarah manusia dan insiden paling mengerikan yang terjadi pada masa pemerintahan Bani Umayah. Peristiwa ini merupakan pemberontakan penduduk Madinah terhadap kebijakan pemerintah dan penolakan terhadap kekuasaan Yazid dan Bani Umayah.

Revolusi dan pemberontakan ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:

1) Sentimen agama

Penduduk Madinah-lah yang sebelumnya menjadi yang pertama menyuarakan keberatan mereka terhadap Usman bin Affan. Sekarang, orang-orang ini pulalah yang mengalami kekuasaan Yazid bin Muawiyah yang gagal menegakkan kesucian ajaran agama. Oleh karena itu, penolakan dan protes mereka terhadap Yazid bermunculan. Usman bin Muhammad bin Abi Sufyan, Gubernur Madinah, telah mengirimkan sekelompok orang, yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar, untuk bertemu dengan Yazid di Damaskus, sehingga mereka bisa menyampaikan keluhan mereka kepadanya. Yazid pun memberikan hadiah kepada mereka untuk membungkamnya. Namun karena kebodohannya, dalam pertemuan ini, Yazid gagal untuk membuat mereka berpihak ke pihaknya. (Tarikh Thabari, 4/368; Al-Futuh, 3/179)

Ketika mereka pulang ke Madinah, mereka menjelaskan apa yang mereka lihat dari Yazid. Mereka berkumpul di Masjid Nabi Saw dan mulai berseru kepada orang-orang: “Kami baru datang dari majelis orang yang tidak beragama, meminum anggur, memainkan rebana dan menghabiskan malam dengan orang-orang hina, budak perempuan dan penyanyi wanita dan sebagai akibatnya telah meninggalkan salat.” (al-Bidayah wa al-Nihayah, 6/233)

Orang-orang bertanya kepada Abdullah bin Hanzhalah berita apa yang dia bawa dari khalifah. Dia menjawab: “Aku datang menemui seorang lelaki yang, aku bersumpah demi Allah, akan aku perangi jika tidak ada yang hadir kecuali anak-anakku.” Orang-orang berkata: “Kami telah mendengar bahwa Yazid telah memberimu uang dan hadiah.” Abdullah menjawab: “Memang benar, tetapi aku menerima uang dan hadiahnya hanya untuk tujuan menggunakannya demi memperoleh dan menyiapkan pasukan melawan Yazid sendiri.” Dengan cara ini, Abdullah mulai menghasut dan memprovokasi rakyat melawan Yazid dan orang-orang menyambut positif seruannya untuk memberontak. (Tarikh Thabari, 4/368)

Suyuthi menuliskan: “Alasan pemberontakan penduduk Madinah adalah bahwa Yazid telah melampaui segala batas-batas dan setiap batas dalam melakukan dosa.” (Tarikh al-Khulafa, hal. 209)