Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Manakah yang lebih tinggi kedudukannya, Ka’bah ataukah Karbala?

1 Pendapat 05.0 / 5

Manakah yang lebih tinggi kedudukannya, Ka’bah ataukah Karbala? Mengenai masalah ini terdapat berbagai pendapat, manakah pendapat dan riwayat yang shahih dan bisa dijadikan sandaran?

 Riwayat-riwayat dari para Imam Ahlulbait As pernah menukilkan tentang kelebihan tanah Karbala atas Ka’bah, akan tetapi kendati demikian, mungkin masih ada tempat yang lebih suci dan muqaddas namun tidak ada amalan-amalan wajib di sana; sebagaimana Nabi Khidhir As yang lebih pandai dari Nabi Musa As, akan tetapi masyarakat saat itu hanya berkewajiban untuk mengikuti nabi Musa As.

Imam Sajjad As bersabda, “24 ribu tahun sebelum menciptakan tanah Ka’bah dan menempatkan haram-Nya di sana, Allah Swt telah menciptakan Karbala, dan menjadikannya sebagai haram yang aman dan mubarak, dan ketika Allah menggoncangkan dan menggerakkan bumi (mungkin ini kiasan dari hari kiamat) maka tanah Karbala dengan turbah dan tanahnya akan terangkat ke atas dalam keadaan yang bercahaya dan benderang, ia akan diletakkan di kebun-kebun surga terbaik dan menjadi tempat tinggal terbaik, di sana tidak akan tinggal seorangpun kecuali para anbiya mursalin atau para nabi ulul azmi. Tanah ini terlihat gemilang di tengah-tengah kebun surga, sebagaimana bintang yang bercahaya di antara planet-planet yang kemilau, cahaya tanah ini menyilaukan mata para penghuni surga dan dengan suara keras ia mengatakan, Aku adalah tanah yang suci, baik, dan mubarak, tempat bersemayamnya sayyidusyuhada dan penghulu para ahli surga.”[1]

Imam Shadiq As kemudian melanjutkan, “Tanah Ka’bah yang posisinya di atas tempat-tempat yang lain dengan angkuh mengatakan, adakah tanah yang sepertiku, tempat dimana rumah Tuhan berada di punggungku dan manusia mendatangiku dari tempat-tempat yang jauh, Allah talah menjadikanku haram-Nya dan menjadikanku sebagai tanah yang aman. Allah Swt kemudian mengirimkan wahyu kepadanya, berfirman, Diam dan tenanglah! Demi Kemuliaan dan Keagungan-Ku, apa yang engkau anggap sebagai kemuliaanmu jika dibandingkan dengan kemuliaan yang kuberikan kepada tanah Karbala, sebagaimana setetes air dari air samudra dari sebuah jarum yang dicelupkan ke dalamnya dan membawa tetesan tersebut bersamanya, dan sesungguhnya, jika tidak ada tanah Karbala maka tidak akan ada kemuliaan ini bagimu, demikian juga jika tidak ada sesuatu yang disembunyikan oleh tanah ini, maka niscaya Aku tidak akan menciptakanmu, dan niscaya rumah yang berada di punggungmu yang engkau banggakan itu juga tidak akan Aku ciptakan. Karena itu, diam dan tenanglah, rendah dan hinakan dirimu dan lembutlah kepada tanah Karbala, jangan perlihatkan kesombongan, merasa besar dan keras kepala, dan jika engkau melakukan hal ini, engkau akan tenggelam dan aku akan memasukkanmu ke neraka qararat.”[2]

Seluruh hal di atas, sepenuhnya bisa diterima, karena jika tidak ada kesyahidan Imam Husain As di Karbala, maka hari ini tidak akan ada yang namanya thawaf, Ka’bah maupun Islam!

[]
 
 
 
[1]. Ja’far bin Muhammad  Ibnu Qulawaih, Kâmil al-Ziyârât, Diedit dan diriset oleh Abdulhusain Amini, hal. 268, Dar al-Murtadhawiyah, Najaf Asyraf, cet. Pertama, 1356 H.
[2]. Ibid, hal. 267.