Kelompok Wahabi Dipimpin oleh Saud bin Abdul Aziz Menyerang Qathif

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyebaran serta perkembangan mazhab Wahabi berbarengan dengan perluasan kekuasaan keluarga Saud di tanah Arab.

Kekuasaan yang dimilki oleh keluarga Saud ditopang oleh fatwa-fatwa dari Muhammad bin Abdul Wahhab, telah mampu menciptakan peta kekuasaan serta pemikiran baru di dalam dunia Islam.

Perkembangan ini sebagaimana telah disebutkan pada tulisan sebelumnya, tidak terlepas dari invasi yang dilakukan oleh keluarga Saud yang mendapat pembenaran agama melalui fatwa-fatwa Muhammad bin Abdul Wahhab.

Salah satu invasi yang dilakukan oleh keluarga Saud semasa hidupnya Muhammad bin Abdul Wahhab dan tercatat dalam literatur sejarah adalah penyerangan Qathif. Di dalam kitab Unwan al-Majd Fi Tarikh al-Najd disebutkan:

“Kemudian masuk tahun 1206 Hijriah. Pada tahun tersebut tepatnya pada bulan Jumadil Ula, Saud (bin abdul Aziz) dibantu oleh penduduk kota dan badui melakukan penyerangan ke Qathif. Dia mengepung penduduk Saihat lalu kaum muslimin menaiki tembok kota tersebut dan menguasainya secara paksa. Mereka merampas segala yang ada di sana baik harta maupun yang lainnya dalam jumlah yang tidak dapat dihitung. Kemudian mereka menguasai daerah Anuk (عنك) dengan paksa. Dan terbunuh dari mereka sebanyak lima ratus orang. Setelah itu mereka bergerak menuju al-Qadih dan menguasainya dengan paksa. Ia merampas harta yang banyak dari tempat tersebut, dan membunuh banyak orang. Dengan itu ia menguasai daerah Anuq, Awamiah dan dan selainnya. Ia kemudian mengepung al-Fardhah karena banyak dari penduduk Qatif melarikan diri ketempat tersebut. Penduduk kota tersebut berdamai dengannya setelah menyerahkan sebanyak tiga ribu uang emas. Setelah itu kaum muslimin menghilangkan semua patung, tempat ibadah, dan gereja yang ada di Qathif dan membakar semua kitab yang mereka kumpulkan.”[1]


Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dari tulisan sejarawan Wahabi ini.

Pertama: Penulis dalam bukunya tersebut telah mangabadikan sejarah invasi keluarga Saud terhadap kota Qathif.

Kedua: Di dalam invasi yang dilakukan, banyak sekali korban jiwa yang diderita oleh penduduk Qathif dan sekitarnya, ditambah lagi dengan kerugian harta benda yang dirampas secara paksa oleh pasukan Saud bin Abdul Aziz.

Yang ketiga: Yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan istilah Islam atau kaum Muslimin untuk tentra yang dikomandoi oleh Saud bin Abdul Aziz, sehingga seolah-olah perang yang mereka lakukan adalah perang melawan penentang Islam.

Hal ini akan semakin jelas dengan adanya ungkapan “penghancuran terhadap semua patung, tempat ibadah, dan gereja yang ada di Qathif dan membakar semua kitab yang mereka kumpulkan” yang ditujukan kepada penduduk Qathif yang notabene beragama Islam.

Istilah-istilah ini digunakan untuk kuburan ataupun bangunan-bangunan yang berada disekitarnya yang oleh kelompok Wahabi yang dalam hal ini penulis buku tersebut, disejajarkan dengan patung, tempat ibadah ataupun gereja karena dianggap sebagai sumber kesyirikan dan bertentangan dengan ajaran mereka.

Dan kitab-kitab yang ditulis oleh kaum muslimin di daerah Qathif juga dibakar karena berseberangan dengan apa yang mereka imani sehingga dilabeli sebagai kitab-kitab yang buruk.

[1] Ibn Biysr, Utsman bin Abullah, Unwan al-Majd Fi Tarikh Najd, jil: 1, hal: 178, cet: Darah al-Malik Abdul Aziz, Riyad, ke empat, 1402 H/ 1982 M.