Muhammad bin Abdul Wahab: Tidak Ada yang Paham Makna Islam dan Tauhid Sebelumku

Wahabi dengan Muhammad bin Abdul Wahab sebagai penggagasnya merupakan suatu golongan yang menjadikan pelabelan kafir, syirik dan sesat sebagai salah satu hal yang sangat urgen dalam struktur pemikirannya.

Begitu mengakar hal ini di dalam tubuh golongan Wahabi, hingga dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada golongan ataupun tokoh yang selamat dari pelabelan ini.

Selain golongan yang memiliki keyakinan yang sama dengan mereka, akan mendapat pelabelan kafir, syirik maupun sesat; baik kelompok tersebut dari mazhab Sunni maupun Syiah.

Kenyataan ini sebenarnya tidak aneh mengingat bahwa Muhammad bin Abdul Wahab pencetus kelompok ini dari awal dengan tegas telah mendeklarasikan hal tersebut.

Dimuat di dalam kitab al-Durar al-Saniah Fi al-Ajwibah al-Najdiayah bahwa Muhammad bin Abdul Wahab pernah membuat pernyataan super gila di mana sebelum dirinya tidak seorangpun yang mampu mengenal Islam dan tauhid:

“Aku memberitahu kalian tentang diriku. Demi Allah yang tidak ada tuhan selainNya, aku telah menuntut ilmu dan orang yang mengenalku percaya bahwa aku memiliki pengetahuan, padahal pada saat itu; sebelum kebaikan yang dianugerahkan Allah kepadaku ini, aku belum memahami makna “la ilaha illa Allah” dan tidak agama Allah. Begitu juga dengan para guru-guruku, tidak seorangpun dari mereka yang mengetahuinya.

Barang siapa diantara ulama al-Aridh yang mengira bahwa ia memahami makna “la ilaha illa Allah” atau mengenal makna Islam sebelum ini, atau ada diantara guru-gurunya yang mengira bahwa ada seseorang yang mengetahuinya, maka ia telah berdusta, mengada-ada, membuat kesamaran ditengah umat dan telah memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak ada padanya.[1]”

Catatan ini mengungkap satu fakta bahwa Muhammad bin Abdul Wahab dari awal telah memiliki keyakinan bahwa dia merupakan orang pertama yang mampu mengenal Islam dan tauhid.

Sebelumnya, baik guru-gurunya maupun selain mereka tidak seorangpun yang ia anggap mampu mengenali hal tersebut. Mengaku memahami tauhid atau meyakini ada orang sebelum Muhammad bin Abdul Wahab yang dapat memahaminya, berarti menciptakan kebohongan, mengada-ada dan berlebihan dalam memuji dirinya sendiri.

Konsekuensi dari pernyataan ini, tentunya sama saja dengan mengkafirkan serta menganggap musyrik semua orang sebelum Muhammad bin Abdul Wahab. Sebab sebelum kemunculannya, semua orang salah dalam mempersepsikan Islam dan tauhid.

[1] Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, Ad-Durarus Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyah Juz 10 Hal: 51, cet: ke lima, 1416 H/ 1995 M.