Syekh Ibnu Jibrin Kafirkan Rafidhah dengan Empat Alasan

Di antara ulama lainnya yang berpemahaman Wahabi dan melakukan pengkafiran terhadap kelompok lain ialah Syekh Ibnu Jibrin. Ia adalah Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ibrahim bin Fahd bin Hamad bin Jibrin (1352 H – 1430 H), merupakan seorang tokoh yang telah berhasil menimba banyak keilmuan Islam dari para gurunya -salah satunya yang masyhur adalah Syekh Abdul Aziz bin Baz-, hingga saat ini, ia dikenal sebagai ulama besar yang ahli dalam bidang fikih.

Hingga akhir hayatnya, Ibnu Jibrin telah melahirkan banyak karya seperti kitab-kitab fatwa (fikih), akidah, hadis, akhlak dll. bahkan tulisan-tulisan lainnya yang dimuat dalam situs resminya. Tidak hanya itu, ia juga memiliki kesibukan dalam kegiatan mengajar serta berdakwah.

Dikutip dari salah satunya fatwanya, ulama Saudi tersebut memvonis Rafidhah atau yang biasa disebut Syiah -sebutan ‘Rafidhah’ berasal dari kelompok yang menentangnya- sebagai Kafir. Hal itu bermula dari sebuah pertanyaan perihal orang-orang yang dapat diberikan zakat, yang berbunyi:

“Apa hukumnya memberikan zakat harta (orang-orang) Ahlu Sunnah kepada orang-orang fakir Rafidhah? Dan apakah seorang muslim yang ditunjuk untuk membagikan zakat dibebaskan dari kewajibannya jika dia membayarkannya kepada Rafidhi yang miskin, atau tidak?”[1]

 Kemudian ia pun menjawabnya:

“Sesungguhnya para ulama telah menyatakan dalam kitab-kitab mereka dalam bab tentang orang-orang (yang berhak memperoleh) zakat, bahwa itu (zakat) tidak diberikan kepada orang kafir atau pelaku bid’ah. Adapun Rafidhah tidak diragukan lagi, mereka adalah orang-orang kafir, disebabkan empat bukti.”[2]

Sampai di sini, secara jelas Ibnu Jibrin menjawab dengan tegas bahwa zakat tersebut tidak bisa diberikan kepada Rafidhah sebab menurutnya sudah jelas bahwa kelompok tersebut adalah kafir.

Setelah itu, ia pun menjelaskan argumentasi kekafiran kelompok tersebut, secara ringkas sebagai berikut:

Pertama, penistaan mereka terhadap al-Quran dengan dakwaan bahwasannya telah terhapus darinya melebihi sepertiga dari isinya.

Kedua, penistaan mereka terhadap Sunnah dan hadis-hadis Sahihain, mereka tidak mengamalkannya dikarenakan hal itu berasal dari penukilan para sahabat yang mana kebanyakan dari mereka adalah kafir dalam keyakinan mereka (Rafidhah).

Ketiga, pengkafiran mereka terhadap Ahlu Sunnah, sebagaimana mereka (Rafidhah) tidak melakukan shalat bersama mereka (Ahlu Sunnah), dan barang siapa diantara mereka telah shalat di belakang seorang Sunni, ia mengulangi shalatnya. Bahkan mereka meyakini kenajisan salah satu dari kita, sehingga apabila kita bersalaman dengan mereka, mereka membasuh tangannya setelahnya

Keempat, ke-syirikan mereka yang jelas dengan guluw kepada Ali dan keturunannya.[3]

Kemudian setelahnya ia pun menyimpulkan bahwa barang siapa yang telah memberikan zakat terhadap mereka, maka hendaknya ia mengeluarkan penggantinya (mengulang zakatnya), sebab ia telah memberikan zakatnya kepada orang yang menggunakannya dalam kekafiran serta memerangi Sunnah.[4]

Oleh sebab itu, dengan semua penjelasan tersebut Syekh Ibnu Jibrin termasuk diantara ulama yang menyakini kekafiran kelompok Rafidhah atau yang dikenal juga dengan sebutan Syiah.

Catatan: Dari beberapa keterangan serta argumentasi yang telah disebutkan di atas, tentunya perlu kajian secara lebih luas dan mendalam untuk menakar kebenarannya. Dan sebagian besar tema-tema dari masalah yang disebutkan tadi telah kami bahas dan akan terus dikaji secara berangkaian dalam situs ini, sehingga dapat dirujuk langsung oleh para pembaca yang budiman seperti dalam tema shialogi, keadilan sahabat, tahrif al-Quran dsb.

[1] Abdullah bin Yusuf al-Adlani, Al-Lu’lu’ al-Makin min Fatawa al-Syaikh Ibni Jibrin, hal: 38.

[2] Al-Asqalani, Mahmud Abdul hamid, Aqaid Syiah, hal: 107.

[3] Ibid, hal: 108.

[4] Abdullah bin Yusuf al-Adlani, Al-Lu’lu’ al-Makin min Fatawa al-Syaikh Ibni Jibrin, hal: 39.