Kisah Lelaki Saleh dan Sang Ibu Nasrani

Pada zaman Imam Jakfar Shadiq a.s. hiduplah seorang lelaki saleh Bernama Zakaria ibn Ibrahim. Dia awalnya adalah seorang Nasrani sebagaimana kedua orang tuanya dan seluruh anggota kabilahnya. Akan tetapi hati dan nuraninya menyerunya kepada Islam sehingga akhirnya dia masuk Islam. Ketika tiba musim haji, dia ikut datang ke Baitul Haram untuk melakukan ibadah haji. Di sana dia bertemu dengan Imam Jakfar ash-Shadiq a.s., dan berkata kepada beliau: “Aku dahulu adalah pemeluk agama Nasrani, dan kini telah memeluk Islam.”

Imam Shadiq berkata: “Apa yang kamu lihat dalam Islam sehingga mendorongmu memeluk Islam?”

Zakaria ibn Ibrahim menjawab dengan firman Allah Swt: “Allah telah memberimu petunjuk.”

Imam Shadiq berdoa: “Ya Allah, berilah dia petunjuk.”

Kemudian Imam a.s.  berkata: “Tanyakanlah sekehendakmu, wahai anakku.”

“Ayah dan ibuku beserta keluarga rumahku beragama Nasrani. Ibuku buta, dan aku tinggal bersama mereka,” kata Zakaria memulai.

“Apakah mereka makan daging babi?”, tanya Imam.

“Tidak. Bahkan tidak pernah menyentuhnya,” jawab Zakaria.

Imam kemudian berkata: “Tak apalah. Perhatikanlah ibumu dan berbaktilah kepadanya. Bila ia telah meninggal, janganlah memberikan beban kepada orang lain. Uruslah sendiri jenazah ibumu itu. Jangan beri tahu siapa pun bahwa engkau telah datang kepadaku sehingga engkau menjumpaiku nanti di Mina Insya Allah”.

Selang beberapa lama Zakaria kembali menghadap Imam Shadiq a.s. di Mina, sementara orang-orang telah berkumpul di sekitarnya, yang satu bertanya dan yang lain mendengarkan. Setelah musim haji berakhir, Zakaria pulang ke Kufah membawa pesan Imam ash-Shadiq di dalam hatinya, dan bertekad akan melaksanakannya. Dia mulai bersikap ramah, lemah lembut dan kasih terhadap ibunya, serta mengabdi kepadanya melebihi hari-hari sebelumnya.

Suatu ketika ibunya bertanya: “Hai anakku. Kau belum pernah berbuat seperti sekarang ini ketika masih memeluk agama Nasrani. Ini tampak sejak kau meninggalkan agama ini dan memeluk Islam.”

“Salah seorang keturunan Nabi kami telah menyuruhku berbuat demikian”, jawab Zakaria.

“Apakah dia seorang Nabi?”, tanya ibunya.

“Bukan. Dia hanya keturunan Nabi”, jawab Zakaria.

“Dia pasti seorang Nabi, karena wasiat-wasiatnya adalah wasiat-wasiat para Nabi”, kata ibu itu bersemangat.

“Ibu, tidak ada Nabi sesudah Nabi kami. Dia adalah keturunannya”, Zakaria berusaha menjelaskan.

“Hai anakku. Agamamu adalah sebaik-baik agama. Jelaskanlah kepadaku agama itu”, pinta ibunya.

Maka Zakaria pun menjelaskan dan mengajarkan agamanya, sehingga akhirnya ibunya memeluk Islam. Kemudian ibu itu menunaikan salat Dzuhur, Asar, Maghrib dan Isya’. Dan malam itu, setelah menunaikan salat Isya, ia mempunyai firasat yang tak enak. Ia memanggil Zakaria dan berkata: “Hai anakku, ulangi apa yang kau ajarkan kepadaku.”

Zakaria pun mengulangi sehingga ibu merasa mantap. Dan pada malam itu pula si ibu meninggal dunia. Keesokan harinya jenazah ibunya dimandikan oleh kaum muslimin. Sedangkan salat jenazah dan penguburannya dilakukan oleh Zakaria sendiri.