Pandangan Takfiri Bertentangan dengan Sirah Para Imam Ahlul Bait (Imam Ja’far As-Shadiq)

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pandangan takfiri yang lekat dengan kelompok Wahabi bertentangan dengan berbagai hal, mulai dari Al-Quran, Sunnah, Sirah Nabi maupun Sirah Sahabat.

Semuanya menjelaskan standar seseorang disebut sebagai seorang muslim, dimulai dengan mengucapkan Syahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, ada juga yang menambahkan dengan mendirikan salat dan menghadap kiblat (Ahli Kiblat). Jika hal itu terpenuhi maka ia disebut sebagai seorang muslim dan darah serta hartanya menjadi haram.

Sejalan dengan hal itu, pandangan takfiri juga bertentangan dengan sirah para Imam Ahlul Bait As dalam Mazhab Syiah. Salah satunya dari Imam ja’far As-Shadiq As dimana dalam kitab Al-Kafi milik Al-Kulaini beliau menjelaskan tentang Islam dan Iman.

Muhammad bin Yahya dari Ahmad bin Muhammad, dari Hasan bin Mahbub, dari Jamil bin Shalih, dari Sama’ah ia berkata: aku berkata pada Abu Abdillah As (Imam Ja’far), kabarkanlah padaku tentang Islam dan Iman, apakah keduanya berbeda? Imam As berkata, sesungguhnya Iman ikut dengan Islam, dan Islam tidak ikut dengan Iman. Aku berkata, maka jelaskanlah padaku sifat keduanya, Imam As berkata, Islam adalah kesaksian (Syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan membenarkan  Rasulullah Saw, sehingga dengannya darah terkunci (tertutup), terjadinya pernikahan dan pewarisan, dan zahirnya tampak pada kumpulan manusia. Adapun Iman adalah petunjuk dan sesuatu yang tertancap dalam hati dari sifat Islam, dan apa yang tampak dari amalnya. Iman lebih tinggi derajatnya daripada Islam. Sesungguhnya Iman mengikuti Islam secara Zahir, dan Islam tidak mengikuti Iman secara batin. Meskipun keduanya berkumpul dalam ucapan dan sifat.[1]

Dalam riwayat di atas dapat dilihat bahwa Imam Ja’far As-Shadiq menjelaskan apa itu Iman dan Islam. Beliau As menyebut bahwa Islam merupakan Syahadat atau kesaksian Tidak ada Tuhan selain Allah dan membenarkan akan utusannya Rasulullah Saw. Seseorang yang mengucap syahadat tersebut, maka ia disebut muslim, sehingga berlaku hukum baginya yang berkaitan dengan hak seorang muslim seperti keharaman untuk menumpahkan darahnya, hak menikah dan waris.

Jadi, pandangan takfiri yang ada pada kelompok Wahabi dengan mengkafirkan mereka yang bersyahadat (muslimin) dan sampai menghalalkan darah mereka, tidak sejalan dengan Al-Quran, maupun Sunnah, juga banyak mendapat penentangan termasuk dari para Imam Ahlul Bait As, salah satunya dari Imam Ja’far As-Shadiq As.

Wallahu A’lam

[1] Al-Kulaini, Muhammad bin Yaqub, Ushul Al-Kafi, Jilid 2 Hal. 19 Cet. Mansyuratul Fajr- Beirut