Keteraniayaan yang Dialami Imam Ali a.s. (2)

Meskipun Imam Ali sudah sedemikian teliti di dalam menghitung harta baitul mal, namun dia masih menangis di waktu sahur (karena takut tidak berlaku teliti sampai batas yang cukup atau takut melakukan kesalahan), dan berdoa kepada Allah Swt dengan mengatakan, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari tanya-jawab perhitungan. Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari perhitunganmu di Hari Kiamat, di mana di situ tidak ada sehelai rambut pun yang tertinggal.” Untuk itulah dia menangis, karena takut ada harta orang lain yang menempel pada tangannya.

Pada kesempatan lain Imam Ali a.s. mengatakan, “Demi Allah, seandainya diberikan kepadaku tujuh kawasan dengan segala sesuatu yang ada di bawahnya supaya aku bermaksiat kepada Allah Swt dengan cara merebut sebutir biji gandum dari seekor semut, niscaya aku tidak mau melakukannya.”

Ini bukan perkataan yang berlebihan, ini adalah perkataan manusia maksum. Dengan kata-katanya ini Imam Ali a.s. ingin mengatakan kepada kita, Jauhilah kezaliman di dalam perbuatan Anda! Janganlah Anda menzalimi istri dan anak-anak Anda! Demikian juga dengan Anda wahai ibu-ibu, janganlah sampai Anda menzalimi suami Anda! Hendaknya kita semua menjaga kehormatan dan martabat orang lain. Menggunjing itu zalim, menuduh itu zalim, menyebarluaskan isu yang memecah belah manusia itu zalim, dan termasuk kezaliman yang besar. Imam as berkata,

“Memakan satu dirham uang riba dosanya sebanding dengan berzina sebanyak 70 kali dengan orang yang sudah menikah.” Kemudian Imam as melanjutkan perkataannya, “Menggunjing itu dosanya lebih besar dari memakan riba.” Oleh karena itu, janganlah Anda berbuat zalim terhadap kaum Muslim dan menghilangkan martabat dan kehormatan mereka! Sesungguhnya Allah Swt menyukai air muka dan kehormatan kaum Muslim.”

Pelayanan kepada Manusia Merupakan Sumber Kebahagiaan Para Imam a.s.

Jika Anda ingin kebutuhan-kebutuhan Anda terpenuhi, jika Anda ingin akhir dari kehidupan Anda berada dalam kebaikan, jika Anda ingin masa depan anak-anak Anda terjamin, maka berusahalah sekuat tenaga untuk bisa memenuhi kebutuhan orang lain. Karena sesungguhnya keridhaan Allah, keridhaan Rasulullah saw dan keridhaan para Imam a.s. terletak pada perbuatan ini; dan demikian juga kemurkaan mereka terletak perbuatan zalim terhadap manusia.

Imam Jakfar Shadiq a.s. berkata, “Wahai para pengikut kami, kenapa kamu menyakiti hati kami sampai batas seperti ini? Kenapa kamu menyakiti kami sampai batas seperti ini?” Kemudian berdirilah seorang laki-laki ke tengah­tengah majelis dan berkata, “Wahai putra Rasulullah, kapan kami telah menyakiti kamu?” Imam Jakfar Shadiq menjawab, “Dua hari yang lalu.” Imam meneruskan, “Bukankah kamu telah mendatangiku dengan berkendaraan, bukankah di tengah jalan kamu telah berjumpa dengan seorang laki-laki yang kelelahan di sisi jalan dan meminta kepadamu untuk diberi tumpangan, namun kamu menolaknya padahal kamu mampu memberinya tumpangan. Dengan perbuatanmu ini berarti kamu telah menyakiti hati Rasulullah Saw dan telah menyakiti hati Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s.”

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. telah bersedia menanggung peperangan Jamal dengan tujuan semata-mata untuk menghadapi segala macam bentuk kerendahan, dengan tujuan supaya tidak ada kezaliman, supaya hak-hak kaum Muslim sampai kepada pemiliknya yang sah. Demikian juga dengan musibah-musibah yang lebih besar lainnya, seperti perang Shiffin, perang Nahrawan dan perang Khawarij. semua itu dilakukan oleh Imam Ali as semata-mata untuk menghadapi segala macam bentuk kerendahan dan kezaliman.