Baghdad: Kota Intelektual dan Kebangkitan Islam

Merujuk pada konteks sejarah Islam, kota Baghdad menjadi tempat paling sering diperbincangkan hingga kini. Kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang bersumber dari ibu kota Irak tersebut. Sejarah menyebut istilah The Golden Age of Islam adalah merujuk kembali ke sebuah kota di mana Daulah Abbasiyah berkuasa di sana pada medioker abad 12.

Baghdad didirikan oleh Khalifah Al-Mansur pada tahun 762 M. yang berkuasa selama 754-775 M. Kota Baghdad terletak di sekitaran Sungai Tigris di negara Irak, menjadi ibu kota dan merupakan tempat munculnya “para penjaga ilmu” yang gaungnya masih nyaring hingga saat ini. Pada 2003 populasi di kota ini kurang-lebih berkisar 5.772.000 jiwa. Populasi tersebut menjadi nilai signifikan bahwa Kota Baghdad merupakan kota yang padat penduduk. Oleh sebab itu pula Daulah Abassiyah pada masa kejayaannya membuat kota Baghdad dengan desain “kota lingkaran” sebagai pusat pemerintahan yang menjadi mega proyek bagi struktur perkotaan yang unik.

Kota Baghdad memiliki andil besar dalam perkembangan agama Islam terkhusus pada ghairah intelektual yang melekat di sana. Philip K. Hitti menyebutkan bahwa pada abad 12 Daulah Abbasiyah mendirikan Baitul Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) sebagai tempat pengkajian ilmu pengetahuan. Di mana tempat itu menjadi wadah berkumpulnya para cendekiawan muslim untuk bertukar ide dan menggagas ilmu. Baitul Hikmah menjadi perpustakaan, lembaga akademis, observasi, dan biro penerjemahan demi kebutuhan intelektual.

Sebutan “Kota Seribu Malam” agaknya pantas disematkan untuk menyebut kota yang pernah membawa kejayaan Islam tepatnya ketika tahta Khalifah Harun Ar-Rasyid berkuasa selama 170-193 H. (786-809 M.). Pada saat itu perkembangan ilmu pengetahuan Islam luar biasa hebat. Baghdad seolah-olah menjadi Intellectual Awakening bagi peradaban Islam pada saat itu.

Beberapa alasan mengapa Baghdad menjadi kota paling berperan dalam perkembangan intelektual keislaman. Pertama, letak Baghdad yang strategis karena masih di daerah Irak dimana pendukung Bani Abbasiyah banyak bermunculan di sana. Kedua, Baghdad terletak di tepian Sungai Tigris sehingga hal ini membawa keuntungan bagi penduduknya untuk mendapatkan irigasi yang baik. Ketiga, Baghdad merupakan City of Trade sehingga menjadi lalu-lalang bagi pedagang-pedagang lintas daerah untuk memberikan kemudahan bagi penduduk untuk memperoleh komoditi sehari-hari.

Jika Sillicon Valley di San Francisco (Amerika Serikat) menjadi pusat berkembangnya teknologi era modern bagi dunia saat ini. Maka Baghdad menjadi Sillicon Valley-nya Islam pada belasan abad yang lalu dalam hal keilmuan. Artinya Kota Baghdad menjadi rujukan utama bagi peradaban ilmu dunia jauh sebelum Rennaisans muncul sebagai abad pencerahan bagi Eropa.

Sebagaimana disebutkan pada buku Untold Islamic History karya Abdul Syukur Al-Azizi (2018). Beberapa ilmuwan jebolan Baitul Hikmah di antaranya nama-nama beken seperti Al-Kawarizmi sebagai pakar Matematika, Al Fazari dan Al-Farghani pada bidang Astronomi, Ibnu Al-Haitam di bidang optik, Al-Razi dan Jabir bin Hayyan di bidang Kimia, Al-Biruni pada Fisika, Avicenna atau Ibnu Sina pada bidang kedokteran, Al-Farabi sang filsuf ulung Aristotelian, dan Averroes atau Ibnu Rusyd untuk melengkapi kemajuan Filsafat Islam pada saat itu. Nama-nama besar tersebut menjadi bukti bahwa lanskap kemajuan peradaban Islam berpusat di Baghdad.

Selain itu, Baghdad juga menjadi Place of Knowledge pasca runtuhnya perpustakaan Alexandria pada abad ke 3 SM. Jika peradaban Yunani memiliki tempat ikonik berupa perpustakaan besar yang berisi papirus-papirus dari intelek Ancient Greek. Baghdad mentereng dengan Baitul Hikmah sebagai tempat pergolakan ilmu pengetahuan.

Maka sejarah mencatat bahwa khazanah intelektual yang berpusat di Baghdad tersebut seolah memberi sinyal bagi peradaban Islam saat ini untuk mengulang kembali (comeback) meraih kejayaan yang pernah ada. Pesan bagi generasi muslim saat ini untuk tetap Tholabul Ilmi disertai Tauhidic Mindset bagi kebangkitan Islam yang selanjutnya. Sebab peradaban bangsa diukur dari nilai kemajuan ilmu pengetahuan yang ada. Islam, menjadi pondasi mendasar bagi generasi penerus agar tidak hanya membanggakan kejayaan Islam di masa lampau. Namun bagaimana langkah mereka untuk menciptakan peradaban Islam yang baru dan mendominasi pengetahuan. Baghdad, kota ribuan kenangan, ribuan keilmuan, dan ribuan torehan sejarah yang mengubah kiblat pengetahuan bagi peradaban dunia.