Jalan Menuju Cahaya 977: Surah Al-Qamar ayat 23-32

Surah Al-Qamar ayat 23-32

كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِالنُّذُرِ (23) فَقَالُوا أَبَشَرًا مِنَّا وَاحِدًا نَتَّبِعُهُ إِنَّا إِذًا لَفِي ضَلَالٍ وَسُعُرٍ (24) أَؤُلْقِيَ الذِّكْرُ عَلَيْهِ مِنْ بَيْنِنَا بَلْ هُوَ كَذَّابٌ أَشِرٌ (25) سَيَعْلَمُونَ غَدًا مَنِ الْكَذَّابُ الْأَشِرُ (26)

 

Kaum Tsamudpun telah mendustakan ancaman-ancaman (itu). (54: 23)

 

Maka mereka berkata: "Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita?" Sesungguhnya kalau kita begitu benar-benar berada dalam keadaan sesat dan gila". (54: 24)

 

Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di antara kita? Sebenarnya dia adalah seorang yang amat pendusta lagi sombong. (54: 25)

 

Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang sebenarnya amat pendusta lagi sombong. (54: 26)

 

Di pertemuan sebelumnya, kami telah menjelaskan nasib dua kaum, Nuh dan 'Aad. Hari ini kami akan membahas nasib kaum Tsamud kaum ini hidup di utara Jazirah Arab dan nabi mereka adalah Nabi Saleh as. Mereka dengan congkak mengabaikan peringatan utusan Tuhan ini dan melanjutkan perbuatan buruk mereka.

 

Bukan saja mereka tidak mau menerima seruannya, tetapi mereka menyebutnya sebagai orang yang sesat dan gila, di mana mengikutinya akan menyebabkan delusi dan kegilaan.

 

Tentu saja, mereka punya alasan lain untuk menentang Nabi Saleh as. Mereka berkata, bagaimana mungkin seseorang yang seperti kita, yang hidup di antara kita secara normal dan tidak memiliki kekuasaan, kekayaan, atau pengikut, membuat klaim besar bahwa dia telah ditunjuk oleh Tuhan untuk membimbing kita ?

 

Dari empat ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Di antara keistimewaan para nabi adalah mereka diutus dari tengah masyarakat dan memiliki kehidupan yang normal dan biasa, sehingga mereka dapat menjadi teladan bagi masyarakat.

2. Terkadang manusia terjerumus sangat dalam sehingga menolak mengikuti orang-orang suci dan benar seperti para nabi, sementara orang seperti ini adala orang-orang yang hidup di bawah kekuasaan penguasa zalim atau menyembah benda-benda mati.

3. Tuduhan berbohong dan berbangga diri kepada para nabi termasuk taktik orang kafir dan para penentang, sementara mereka sendiri jusru memiliki dua karakteristik ini.

 

إِنَّا مُرْسِلُو النَّاقَةِ فِتْنَةً لَهُمْ فَارْتَقِبْهُمْ وَاصْطَبِرْ (27) وَنَبِّئْهُمْ أَنَّ الْمَاءَ قِسْمَةٌ بَيْنَهُمْ كُلُّ شِرْبٍ مُحْتَضَرٌ (28) فَنَادَوْا صَاحِبَهُمْ فَتَعَاطَى فَعَقَرَ (29)

 

Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah. (54: 27)

 

Dan beritakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya air itu terbagi antara mereka (dengan unta betina itu); tiap-tiap giliran minum dihadiri (oleh yang punya giliran) (54: 28)

 

Maka mereka memanggil kawannya, lalu kawannya menangkap (unta itu) dan membunuhnya. (54: 29)

 

Jelas bahwa siapa pun yang mengaku sebagai nabi tidak dapat diterima dan harus menunjukkan mukjizat yang membuktikan kebenaran klaimnya.

 

Atas kehendak Tuhan, seekor unta besar, berbeda dari unta lainnya, muncul dari jantung gunung. Jumlah air minum unta sangat banyak sehingga mereka harus membagi air antara manusia dan hewan.

 

Tentu saja, ini adalah ujian ilahi. Orang-orang harus menghormati penjatahan air dan pada gilirannya, mereka muncul untuk mendapatkan air.

 

Para tetua suku Tsamud, yang tidak dapat menyangkal keajaiban ini, memutuskan untuk membunuh unta tersebut dan menugaskan seseorang untuk melakukannya. Nabi Saleh memperingatkan mereka bahwa setelah menyaksikan mukjizat, penyangkalan dan keras kepala akan menyebabkan hukuman. Namun mereka membunuh unta tersebut tanpa memperhatikan peringatan Nabi Saleh.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Mukjizat ilahi juga bisa menjadi alat ujian bagi manusia, sehingga jelas siapa yang benar-benar ingin mengenal kebenaran dan bersedia menerimanya, dan siapa yang melawan kebenaran karena keras kepala.

2. Selama hujjah belum sempurna bagi manusia, Allah Swt tidak akan menghukumnya dan azab tidak akan turun.

3. Para penentang nabi memanfaatkan orang jahat dan haus darah untuk meraih tujuan busuknya.

 

فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ (30) إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَكَانُوا كَهَشِيمِ الْمُحْتَظِرِ (31) وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (32)

 

Alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. (54: 30)

 

Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang. (54: 31)

 

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (54: 32)

 

Setelah membunuh unta yang datang dari Tuhan untuk membuktikan kebenaran Nabi Saleh as, murka Tuhan turun dalam bentuk kilat surgawi, yang membuat penduduk Tsamud kering dan tidak bergerak. Akibatnya, mereka menjadi seperti pakan ternak yang dipukuli dan digiling oleh peternak untuk pakan ternak.

 

Di akhir kisah dari nasib kaum Tsamud, Allah kembali mengingatkan bahwa tujuan diturunkannya al-Qur'an adalah nasehat dan peringatan agar manusia mengetahui bahaya yang menghadangnya, menyelamatkan diri darinya dan tidak terjebak dalam murka Allah di dunia ini dan akhirat.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Meski yang membunuh unta satu orang, tapi karena mayoritas warga rela atas perbuatan pembunuh tersebut, maka al-Quran menisbatkan perbuatan ini kepada semua orang, oleh karena itu, mereka mendapat azab Tuhan.

2. Tidak ada yang dapat melawan kehendak Tuhan. Kaum perkasa Tsamud tumbang ke bumi seperti batang yang kering dan hancur.

3. Al-Quran bukan buku sejarah, tapi menjelaskan sejarah sejumlah kaum terdahulu dengan benar dan sesuai dengan fakta, sehingga menjadi pelajaran bagi semua orang.