Syahid Shadr: Mengimani Keesaan Allah dan Kerasulan Nabi Saw Adalah Seorang Muslim yang Murni

Di dalam tulisan sebelumnya, kami telah mengulas beberapa pandangan yang menolak pandangan Wahabi soal pengkafiran orang lain, yang tak sepaham dengan mereka. Pandangan-padangan yang telah kami ulas di dalam tulisan sebelumnya, kebanyakan kami ambil dari ulama Ahlusunnah, dan kali ini kami akan mengambil dari pandangan ulama Syiah soal pengkafiran.

Dalam hal ini, semua ulama Syiah sepakat, bahwa mengkafirkan sesama Muslim, sekalipun dilatarbelakangi pandangan dan mazhab yang berbeda, adalah sikap yang perlu dijauhi dan pantang untuk dilakukan. Artinya, setiap orang yang meyakini keesaan Allah Swt., dan kerasulan Nabi Muhammad Saw., mereka harus dihargai dan dihormati sebagai seorang Muslim.

Syahid Shadr, salah satu ulama kenamaan mazhab Syiah juga tak ketinggalan menanggapi perihal pengkafiran ini. Di dalam kitabnya yang berjudul Al-Fatawa al-Wadhihah Wifqan Lil Madzhabi Ahlilbait, ia menuturkan demikian.

من آمن بوحدانية اللّه و رسالة محمد |و اليوم الآخر فهو مسلم طاهر من أية فرقة أو طائفة أو أي مذهب كان من المذاهب الإسلامية، و كل إنسان أعلن الشهادتين (الشهادة للّه بالتوحيد و للنبي محمد |بالرسالة) فهو مسلم عمليا و طاهر حتى و لو علم بأنه غير منطو في قلبه على الإيمان بمدلول الشهادتين ما دام هو نفسه قد أعلن الشهادتين و لم يعلن بعد ذلك تكذيبه لهما.

“Barang siapa yang mengimani keesaan (Allah) dan kerasulan Nabi Muhammad Saw., atau hari kiamat, maka ia adalah Muslim yang murni, dari golongan dan kelompok manapun dari mazhab Islam. Dan setiap orang yang bersaksi akan keesaan Allah dan Nabi Saw. sebagai rasulnya, ia adalah seorang Muslim (secara amal) dan murni, sekalipun tidak terlintas (baca: terpatri) di dalam hatinya makna dari dua syahadat tersebut selama ia menyatakan syahadatnya, dan setelah itu ia tidak mengumumkan kebohongannya akan keduanya (dua syahadat).” [1]

Dari pernyataan di atas, kita diingatkan lagi, bahwa pengkafiran terhadap orang lain, apalagi kepada yang mengimani keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad Saw., adalah perbuatan yang lazim kita jauhi, dan hanya Allahlah yang berhak untuk melakukan itu.

[1] Muhammad Baqir Shadr, Al-Fatawa al-Wadhihah Wifqan Lil Madzhabi Ahlilbait, jil. 1, hal. 346-347, Penerbit Darul Basyiir, Qom-Iran.