Mereka yang Takut Kehilangan

Sekuat apapun seseorang, di hatinya yang terdalam mungkin saja terbesit rasa takut. Entah takut pada kesendirian, kehilangan dan lain sebagainya. Takut kehilangan menempati rasa takut tertinggi yang dialami manusia. Takut kehilangan orang-orang yang dicintai, harta, nyawa juga tahta bahkan cinta. Rasa takut kehilangan adalah tabiat. Tapi bagaimana jika manusia memiliki rasa takut kehilangan sebuah informasi ?

FoMo atau Fear of Missing Out adalah salah satu fenomena yang erat kaitannya dengan gen milenial dan gen Z. Karena kedua gen ini dianggap sebagai gen yang paling dekat dengan gadget dan dunia maya. FoMo disebut sebgaai social anxiety yang lahir dari kemajuan teknologi, informasi dan most of all berkat keberadaan social media. Sindrom modern bagi masyarakat modern yang terobsesi dengan being connected sepanjang waktu. Contoh instagram, sadarkah kamu kenapa insta stories terhapus setelah 24 jam ? Fitur insta stories yang cuma 24 jam dihadirkan sebgaai jawaban bagi kecemasan orang yang takut tertinggal informasi paling fresh. Sosmed tak hanya menjadi platform yang banyak manfaatnya, tapi juga berbahaya. Fitur-fitur sosmed disadari atau tidak semakin lama semakin menyediakan lahan untuk kita berdrama, fitur sosmed terus diupdate dengan cara memanfaatkan FoMo yang kita miliki. Kita dibuat kepo pada banyak hal yang kadang berakibat  pada keburukan seperti ghibah dan buruk sangka. Dan ini berbahaya bagi manusia. Dari hal-hal yang tak kasat mata tersebut, seorang istri bisa jauh dari suaminya, bbegitu juga sebaliknya, seseorang dijauhi teman-temannya, bertengkar, bercerai, membunuh satu sama lain.Kejahatan memang ada di mana saja. Waspadalah, jangan sampai FoMo, kita malah kehilangan orang-orang tersayang. Jika terlambat, kita bisa saja menghapus akunnya, tapi tidak dengan dramanya. Padahal Allah SWT berfirman, “ Dan tiadalah dari dunia ini, selain main-main dan senda gurau.”

Secara alami, kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita mungkin merasa bahwa individu lain memiliki kehidupan dan pengalaman yang lebih baik daripada kita, entah itu dalam hubungan, lingkaran sosial, karier, keuangan, atau liburan mereka. Ini adalah istilah yang dikenal sebagai rasa takut ketinggalan (atau FOMO) dan ini adalah istilah yang terlalu umum kita lihat beredar di media sosial.

FOMO pada dasarnya adalah kecemasan sosial berdasarkan gagasan bahwa orang lain lebih bersenang-senang atau melakukan sesuatu yang lebih menarik saat Anda “ketinggalan”. Media sosial dapat memperburuk perasaan FOMO karena orang biasanya memposting pengalaman terbaik mereka yang mereka anggap “layak”. Ini dapat memiliki banyak efek negatif pada kesehatan mental seseorang.

FOMO dapat mengarah pada kebutuhan obsesif untuk terhubung dengan kehidupan individu lain melalui media sosial, terus-menerus memeriksa untuk melihat apa yang dilakukan teman kita dan apakah mereka lebih bersenang-senang daripada kita. Karena kita hanya melihat sorotan utama mereka, kita mungkin percaya mereka menjalani kehidupan yang lebih baik daripada kita. Hal ini sering menyebabkan individu merasa terisolasi dan ditinggalkan. Mereka mungkin mengalami harga diri yang lebih rendah, kecemasan sosial, dan bahkan gejala depresi.

Namun, media sosial seringkali menggambarkan realitas palsu. Media sosial bisa diisi dengan foto-foto hasil filter yang jauh dari autentik. Seseorang yang sudah mengalami masa sulit dengan harga diri atau rasa memilikinya mungkin sangat terpengaruh saat melihat foto seperti ini, yang dapat meningkatkan masalah kesehatan mentalnya.

 Detoks Media Sosial

Jika Anda mengalami FOMO dari penggunaan media sosial dan berdampak buruk pada kesehatan mental Anda, akan bermanfaat untuk mengurangi ketergantungan Anda padanya. Pertimbangkan untuk membatasi jumlah waktu yang Anda habiskan setiap hari di platform sosial. Hapus notifikasi dari ponsel Anda, jadi Anda tidak perlu memeriksanya setiap saat. Berhenti mengikuti atau membisukan akun yang memicu perasaan FOMO juga bisa membantu.

Tidak membandingkan diri kita dengan orang lain mungkin lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, jadi cobalah pendekatan out-of-sight, out-of-mind jika Anda ingin terus menikmati manfaat media sosial. Ikuti akun yang menurut Anda relevan atau yang menginspirasi Anda. Ingatlah bahwa tidak semua orang yang Anda ikuti adalah teman dalam kehidupan nyata. Mungkin membantu meningkatkan mood Anda untuk fokus membangun koneksi kehidupan nyata di luar media sosial.

Amalkan Syukur

Jika media sosial membuat Anda merasa seolah-olah kehidupan orang lain lebih baik daripada kehidupan Anda sendiri, mungkin inilah saatnya untuk berfokus pada semua hal positif yang harus Anda syukuri dalam hidup. Ingatlah bahwa setiap orang berada dalam perjalanan yang berbeda dan jalan kita tidak lurus, jadi membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain mungkin tidak praktis. Mempraktikkan rasa syukur adalah salah satu cara untuk mengatasi perasaan FOMO tersebut. Membuat jurnal dan menuliskan setidaknya satu hal sehari yang Anda syukuri dalam hidup Anda bisa menjadi cara sederhana untuk mulai memasukkan rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari Anda. Studi telah menunjukkan individu yang secara teratur mengungkapkan rasa syukur dalam hidup mereka lebih bahagia secara keseluruhan dan mengalami lebih sedikit stres dan mengurangi gejala depresi.

Bagaimana Terapi Dapat Membantu

Jika Anda atau orang tersayang mengalami efek negatif FOMO terhadap kesehatan mental Anda, terapi dapat membantu. Namun, melihat seseorang secara langsung untuk masalah kesehatan mental ini mungkin terasa menakutkan. Anda mungkin merasa sedang dihakimi, misalnya, atau lingkungan mungkin terasa terlalu klinis untuk diskusi sensitif semacam itu. Dalam kasus ini, terapi online terbukti lebih layak. Konseling berbasis internet membuat beberapa orang merasa lebih nyaman mengungkapkan perasaan rentan. Itu juga dapat diakses dari rumah atau di mana pun Anda memiliki koneksi internet, yang mungkin membuatnya lebih nyaman.

Penelitian di bidang kesehatan mental telah menemukan bahwa terapi online efektif dalam mengobati berbagai kondisi dan penyakit kesehatan mental, termasuk depresi dan kecemasan. Satu studi menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara efek terapi tatap muka dan terapi online dalam hal hasil pasca perawatan.

Takeaway

Sebagai manusia, kita secara alami membandingkan diri kita dengan orang lain dan terkadang mengalami rasa takut kehilangan. Jika FOMO ini mengganggu kehidupan sehari-hari Anda atau menyebabkan gejala kecemasan atau depresi yang ekstrem, mungkin inilah saatnya untuk berbicara dengan seseorang.

Referensi :

https://www.betterhelp.com/advice/current-events/fear-of-missing-out-social-media-effects-and-solutions/