Tauhid Sifat: Allah Swt Berbaring Setelah Lakukan Penciptaan

Keyakinan yang lahir dari metode yang kaku dalam berinteraksi dengan teks-teks agama, menawarkan gambaran Tuhan yang terukur dalam jasad atau memiliki sifat materi dan kebendaan. Persoalan tersebut memiliki akar yang panjang dalam sejarah pemikiran Islam, lebih tepatnya pada kelompok yang dikenal dengan Wahabi.

Seperti yang telah diulas pada tulisan-tulisan sebelumnya, banyak riwayat yang dijadikan oleh para ulama dari kelompok tadi dalam menggambarkan sifat Allah Swt. Terlebih riwayat-riwayatnya secara jelas berbicara mengenai perilaku Allah Swt yang sangat mirip dengan manusia. Di samping itu, yang menjadi persoalan adalah penolakan mereka terhadap akal maupun ta’wil dalam memahami teks-teks tersebut.

Oleh karena itu, teks-teks agama yang ada diterima begitu saja serta dipahami secara lahiriyah dan apa adanya, tanpa meminta bantuan akal dalam mencerna maknanya.

Salah satu riwayat lainnya yang menggambarkan sifat Allah Swt adalah riwayat berikut:

“Dari Ubaid bin Hunain, berkata: Ketika aku sedang duduk datang Qatadah bin Al Nu’man menghampiriku dan berkata: Bangun wahai putra Hunain, ayo kita hampiri Abu Said Al Khudri, sebab aku telah dikabari bahwasannya ia telah mengeluh. Kemudian kami pun beranjak menemui Abu Said Al Khudri dan mendapatinya sedang berbaring dan menempatkan kaki kanannya di atas kaki kiri, kami pun mengucapkan salam dan duduk. Lalu Qatadah bin Al Nu’man mengangkat tangannya ke arah kaki Abu Said dan mencubitnya dengan keras, kemudian Abu Said berkata: Subhanallah, wahai anak Adam kamu telah menyakitiku. Lalu ia (Qatadah) berkata: Itulah yang aku inginkan. Dan melanjutkan: Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Swt ketika Ia telah menyelesaikan penciptaannya, Ia berbaring dan meletakan salah satu kaki-Nya di atas yang lain dan berkata: Tidak seharusnya bagi satu pun dari ciptaan-Ku melakukan hal seperti ini. Kemudian Abu Said berkata: Pasti, demi Allah aku tidak akan melakukanya lagi.”[1]

Riwayat di atas juga dinukil oleh Ibnul Farra (salah satu ulama yang memiliki metode yang terpaku pada teks agama secara lahiriyah) dalam kitabnya yang berjudul Ibthal Al Ta’wilat li Akhbari Al Shifat. Dalam kitab tersebut juga ia mencatat bahwa Abu Muhammad Al Khilal menyatakan bahwa riwayat tersebut memiliki sanad yang semua perawinya Tsiqah (memiliki kredibilitas) sertasesuai dengan syarat Sahih Muslim dan Bukhari.[2]

Riwayat ini dengan jelas menceritakan kondisi Allah swt yang seolah lelah setelah selesai dalam mencipta makhluk-Nya, kemudian berbaring istirahat meletakan satu kakinya di atas kaki yang lain, seraya mengatakan bahwa hal tersebut tidak selayaknya dilakukan oleh makhluk-Nya. Yang artinya ada kemiripan perilaku, yang mana dalam hal tersebut khususnya manusia juga dapat melakukannya, namun hal itu dilarang.

[1] Abul Qasim Al Thabrani, Sulaiman bin Ahmad, Al Mu’jam Al Kabir, jil: 19, hal: 13.

[2] Ibnul Farra, Muhammad bin Husein, Ibthal Al Ta’wilat li Akhbari Al Shifat, jil: 1, hal: 188-189.