Meraih Berkah Bulan Ramadan (11)

Kita telah tiba di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Hari-hari ini mengingatkan terbenamnya mentari keadilan Ali bin Abi Thalib as.

Amirul Mukminin Ali as menjadi tamu putrinya Ummu Kultsum pada malam terakhir hidupnya, tetapi suasana hatinya berubah dan lebih gelisah dari sebelumnya. Pada saat berbuka puasa, beliau berbuka puasa dengan sepotong roti dan garam. Dia sering keluar kamar dan melihat ke langit dan berkata, Saya bersumpah demi Allah, saya tidak berbohong dan saya tidak pernah dibohongi. Ini adalah malam saya dijanjikan syahadah.

Malam itu, Ali as berdiri melakukan salat sampai Subuh dengan penuh kecintaan dan kehadiran hati, seolah-olah dia tidak mendengar atau melihat apapun. Mendekati salat Subuh, beliau berjalan dengan langkah lambat ke masjid. Beberapa saat kemudian, suara doa Ali bergema di dalam masjid. Dengan kehadirannya, orang-orang beriman bergerak menuju masjid dan berdiri di belakangnya untuk salat.

Ketika dia mengangkat kepalanya dari sujud pada rakaat pertama, pedang kebencian dan kebodohan membelah kepala suci itu, sehingga jenggot beliau berwarna merah oleh darah, kemudian Imam Ali as mengeluarkan ungkapan kebahagiaannya, "Bismillah Wabillah Wa'ala Millati Rasulillah, Fuztu Wa Rabbil Ka'bah." Setelah itu terdengar suara Jibril bergema di antara langit dan bumi, Aku bersumpah demi Allah bahwa tiang-tiang hidayah telah dipatahkan, bintang-bintang ilmu kenabian menjadi gelap, dan tanda-tanda kesalehan telah dipalingkan, dan kepercayaan ilahi telah dipatahkan.

Pemerintahan Imam Ali as tidak lebih dari lima tahun, tetapi kali ini cukup bagi orang untuk menyentuh keadilan dalam arti literal dan menemukan perbedaan antara pemimpin ilahi dan pemimpin lainnya. Amirul Mukmini as tidak seperti para penguasa yang haus kekuasaan dan mendominasi rakyat dengan berbagai cara, sebagai hamba Allah, beliau sangat bersemangat untuk melayani dan selalu bersama rakyat untuk tujuan ini. Dalam pemerintahan yang dasarnya penghambaan kepada Allah, jarak antara rakyat dan pemimpin masyarakat sangat kecil.

Karena keduanya memiliki struktur yang sama dan bekerja bergandengan tangan untuk tujuan bersama, dan setiap orang sama-sama bertanggung jawab atas hukum Allah. Pemerintah ini mengandalkan belas kasihan dan kasih sayang. Imam Ali as menulis dalam sebuah surat kepada gubernurnya, Malik Asytar, Pertama, beliau menyebut dirinya sebagai hamba yang melayahi dan setelah itu sebagai pemimpin masyarakat dan menulis, Tempatkan kasih sayang dan perilaku baik dengan masyarakat kebanyakan di dalam hatimu dan perlakukan mereka dengan cinta dan kebaikan. Jangan pernah menjadi pemangsa penghisap darah yang berharap untuk memakan mereka.

Kekuatan dan keberanian adalah karakteristik yang menonjol dari Imam Ali as. Dalam salah satu ayat Al-Qur'an, yang menggambarkan orang-orang beriman bahwa mereka adalah orang-orang yang keras dan tegas terhadap orang-orang kafir dan mereka adalah orang-orang yang paling lembut di antara mereka sendiri. Imam Ali as adalah contoh nyata dari sifat ilahi ini. Mereka yang berada di bawahnya, terutama anak yatim dan orang miskin, selalu memandangnya sebagai ayah yang baik hati, tetapi tidak ada yang lebih berani dan kuat dari Ali as di medan pertempuran dengan orang kafir dan musyrik dan membela keadilan dan hak-hak orang yang tertindas.

Dalam salah satu perang Nabi Muhammad Saw, yang kemudian dikenal sebagai Perang Khaibar, setelah para komandan pasukan Nabi gagal membuka benteng Khaibar, Nabi berkata, Besok saya akan memberikan bendera kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Keesokan harinya, Nabi memberikan bendera kepada Ali as dan benteng kuat Khaibar berhasil ditaklukkan oleh tangan perkasa Ali as.

Kesyahidan Imam Ali as, wali dan penerus Rasulullah Waw, terjadi pada malam yang dikenal sebagai malam Qadr. Ali as menghadirkan gambaran yang jelas tentang manusia sempurna kepada orang-orang sehingga mereka dapat menjadikannya sebagai panutan mereka di malam-malam ketika mereka meminta dan memohon kepada Allah untuk masa depan yang baik. Kata-katanya sesuai dengan kebutuhan manusia dan kebajikan moralnya adalah obat dari banyak penyakit yang ada saat ini. Itu mengancam orang, terutama penguasa. Imam Ali as telah merekomendasikan beragam cara dan alat bagi pengobatan untuk hati yang keras, di mana jauh dari spiritual dan cinta.

Imam menganggap hubungan dengan Al-Qur'an sebagai penyebab hidupnya hati manusia. Al-Qur'an menghilangkan kekafiran, kemunafikan, kerusakan, dan kesesatan dari hati manusia, dan meneranginya dengan cahaya petunjuk dan memberinya kehidupan yang kekal.

Ali as mengatakan tentang buah dari komunikasi yang benar dengan Al-Qur'an, Ketahuilah bahwa Al-Qur'an ini adalah peringatan yang tidak menipu, petunjuk yang tidak menyesatkan, dan juru bicara yang tidak pernah berbohong. Tidaklah seorang pun didampingi oleh Al-Qur'an kecuali orang akan bertambah dan berkurang. Menambah petunjuknya dan mengurangi kebutaan dan kesesatannya. Ketahuilah bahwa seseorang yang memiliki Al-Qur'an tidak membutuhkan dan tanpa Al-Qur'an ia selalu membutuhkan. Jadi, mintalah kesembuhan Anda dari Al-Qur'an, dan mintalah bantuan dari Al-Qur'an di saat-saat sulit. Karena Al-Qur'an adalah sumber obat untuk penyakit terbesar, yaitu kekafiran, kemunafikan, kemaksiatan dan kesesatan. Karenanya, mintalah keinginan Anda kepada Allah melalui Al-Qur'an, dan mendekatkan diri kepada Allah melalui cinta dengan Al-Qur'an.

Faktor lain dalam kehidupan hati adalah berpikir. Berpikir tentang ayat-ayat dan tanda-tanda Allah Yang Maha Bijaksana, berpikir tentang nikmat Ilahi yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dan berpikir tentang kebijaksanaan, kekuasaan, dan kesempurnaan sifat-sifat Allah Yang Maha Esa. Menurut Imam Ali as, Berpikir adalah sumber kehidupan dan kehidupan hati orang yang melihat. Dari sudut pandang Ali as, Untuk menjaga kehidupan hati dan menghindari kematiannya, seseorang harus sangat berhati-hati dalam memilih pendamping, sahabat, dan pasangan hidup. Beberapa sahabat adalah sumber kematian dan beberapa sumber kehidupan. Dia berkata, Bergaul dengan yang bijak akan menghidupkan hati.

Di saat-saat terakhir hidupnya, Imam Ali as memikirkan tentang kebaikan dan kebahagiaan manusia dan merekomendasikan poin-poin penting tentang kehidupan yang benar kepada anak-anaknya, kerabat dan seluruh umat Islam. Setelah bersaksi tentang keesaan Tuhan dan kenabian Rasulullah tercinta, dia mengatakan, ... Kemudian, hai Hasan, saya berdoa kepada Anda dan semua anak saya dan keluarga saya dan setiap orang beriman bahwa tulisan ini ditulis untuk saya mewasiatkan kalian akan ketakwaan kepada Allah.

Jangan tinggalkan dunia ini kecuali kamu menerima Islam. Kalian semua, pegang tali Allah dan jangan berpecah belah. Saya mendengar Nabi berkata, Memperbaiki antara manusia jauh lebih baik daripada salat dan puasa, dan kebencian dan melakukan kerusakan di antara manusia menghancurkan agama, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Tuhan.

Perhatikanlah keluargamu dan jalinlah hubungan dengan mereka, agar Allah mudahkan perhitungan-Nya untukmu.

Perhatikanlah Allah SWT tentang anak yatim, jangan biarkan mereka kadang kenyang dan kadang kelaparan, dan jangan biarkan mereka terbuang sia-sia di hadapanmu. Saya mendengar dari Nabi Saw, Barangsiapa yang menanggung pengeluaran anak yatim, sehingga ia bisa berdiri sendiri, Allah mewajibkan surga baginya, sebagaimana Dia mewajibkan neraka bagi orang yang memakan harta anak yatim.