ARTI MUSIBAH DALAM KEHIDUPAN (Bangian I)

Sejak zaman dulu salah satu hal yang seringkali diangkat dan dibicarakan manusia adalah mengenai bencana. Bencana alam dengan kata lain merupakan kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan dan kejadian buruk yang terjadi di dunia ini. Manusia seringkali berhadapan dengan peristiwa-peristiwa alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami dan hal-hal lainnya. Ketika menghadapi peristiwa-peristiwa alam dan keburukan-keburukan yang terjadi di alam ini ada beberapa pertanyaan yang muncul. Pertanyaan pertama, adalah apa kira-kira hubungan antara peristiwa-peristiwa yang tidak nyaman yang berupa bencana-bencana ini dengan keadilan Allah? Pertanyaan kedua, apakah para korban bencana baik banjir, gempa bumi, atau pun tsunami adalah orang-orang yang berdosa? Dengan kata lain, apakah bencana ini diturunkan karena dosa yang telah mereka lakukan atau tidak? Pertanyaan ketiga, apa kira-kira filosofi dari peristiwa-peristiwa seperti gempa bumi, penyakit menular dan wabah yang menyebar di tengah masyarakat? Untuk apa hal itu terjadi? Dan, masih ada puluhan pertanyaan yang lain berkenaan dengan kesulitan, keburukan atau bencana oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini.

Kita akan mendapati bahwa pertanyaan-pertanyaan semacam ini sudah ada semenjak manusia menjejakkan kakinya di muka bumi. Ini artinya, umat-umat yang terdahulu dari zaman yang paling awal sekalipun, saat mereka berhadapan dengan para nabi as telah menanyakan tentang masalah bencana-bencana alam yang terjadi di dalam kehidupan mereka. Baik para nabi maupun kitab-kitab suci telah menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan itu. Demikian pula para filsuf semenjak zaman sebelum Islam, seperti Aristoteles, atau pun para filsuf dan ilmuwan Islam, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Mulla Shadra, dan Allamah Thabathaba’i, mereka semua berusaha menjelaskan peristiwa-peristiwa ini dari sisi pandangan filosofis.

Dasar Pembahasan

Pada kesempatan ini, kami berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi. Apalagi pertanyaan semacam ini muncul di tengah-tengah masyarakat setelah di Indonesia terjadi bencana gempa bumi dahsyat yang melanda Lombok atau pun tsunami yang melanda Palu. Dasar pertama dari pembahasan ini adalah kita harus mengakui bahwa ilmu kita adalah ilmu yang sangat sedikit. Seluas dan sedalam apa pun ilmu yang Allah berikan kepada kita, tetap saja ilmu yang kita miliki masih sangat sedikit. Karena itu, kita tidak mungkin akan bisa menjawab semua rahasia alam.

Dasar kedua dari pembahasan ini adalah bahwa seringkali orang beranggapan suatu perbuatan atau kejadian adalah fenomena atau sesuatu yang buruk. Padahal, sebenarnya hal itu mengandung kebaikan dan penuh manfaat baginya. Orang beranggapan demikian sebenarnya karena kebodohan yang dia miliki. Alquran merekam masalah ini dengan firmannya,
وَ عَسَى أَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ…
“Terkadang kalian membenci sesuatu tetapi sebenarnya ia adalah baik untuk kalian” (QS. al-Baqarah [2]:216). Karena itulah di dalam kehidupan alam semesta ini yang semuanya berjalan dengan kehendak Allah apa pun yang terjadi adalah baik untuk umat manusia.

Kita ingat bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita ini pasti punya dampak pendidikan pada diri kita. Peristiwa-peristiwa ini akan menempa dan mematangkan kita. Karena itulah, kita saksikan berbagai macam peristiwa tidak mengenakkan termasuk di antaranya penyebaran penyakit di tengah masyarakat yang justru menjadikan masyarakat yang terkena masalah-masalah semacam itu akan menjadi masyarakat yang berkembang. Mereka akan semakin maju jika memanfaatkannya dengan benar. Jika kita melihat kemajuan ilmu kedokteran saat ini, yang manusia bisa melakukan operasi-operasi medis yang sangat rinci, teliti dan sangat sulit, itu dihasilkan karena adanya penyakit-penyakit di tengah-tengah kita dan menuntut manusia mengembangkan ilmu kedokteran tersebut.

Karena adanya bencana dan kesulitan itu, muncul kebutuhan bagi manusia untuk bisa menyelesaikan masalah-masalahnya. Misalnya, adanya rasa sakit mendorong manusia dan para ilmuwan untuk menyelesaikan masalah itu dan mengembangkan teknologi supaya dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Ketika kita melihat adanya bencana gempa bumi, bencana ini mendorong para ilmuwan untuk membuat rumah-rumah yang tahan gempa. Demikian juga misalnya ada orang-orang yang bekerja di tempat yang tinggi punya risiko terjatuh dari ketinggian. Hal semacam ini akan mendorong orang untuk menciptakan alat-alat yang bisa menyelamatkan dan membuat keamanan bagi para pekerja di tempat pekerjaan seperti itu. Ini menunjukkan perkembangan yang didapat dalam kehidupan umat manusia penyebabnya adalah karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan ini.

Peristiwa-peristiwa semacam ini ibaratnya seperti alarm atau sinyal peringatan bagi kita. Seperti ketika seseorang merasakan sakit pada tubuhnya kemudian merujuk kepada dokter, lalu dokter mengatakan bahwa penyakit itu disebabkan oleh adanya kanker atau tumor ganas yang menyerang tubuhnya. Orang tersebut akan segera tahu bahwa dia mengidap penyakit yang harus ditangani. Penyakit itu jika tidak menimbulkan rasa sakit tentu tidak akan mendorongnya merujuk kepada dokter. Tanpa rasa sakit, dari mana dia akan tahu bahwa dia mengindap kanker? Demikian pula dalam masalah yang berhubungan dengan spiritual dan akhlak. Manusia juga memerlukan peringatan atau alarm seperti itu karena manusia disebut dalam Alquran mulia, إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَيَطْغَى “Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas” (QS. al-Alaq [96]:6). Manusia ini punya dorongan dan ambisi untuk melakukan suatu pembangkangan ketika dia sudah merasa cukup dan dia sudah merasa bisa melakukan sesuatu. Adanya peristiwa-peristiwa semacam ini seperti alarm dan peringatan kepada kita untuk mengobati penyakit yang ada pada akhlak dan spiritual kita.

Dalam menghadapi kesulitan hidupnya manusia biasanya akan lari kepada sebuah kekuatan yang sangat besar yang bisa dimintai pertolongan olehnya, yaitu Allah. Dia akan kembali kepada Allah padahal di hari-hari biasa, saat dia tidak merasakan kesulitan, dia lupa kepada Allah. Adanya kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam kehidupan mendorong dia untuk merendah dan bersimpuh kepada Allah, merasa kecil di hadapan Allah, meminta kepada Allah pertolongan-Nya dan ini bisa dianggap sebagai suatu peringatan dari Allah, dan Allah sayang kepada hamba-hamba-Nya dengan memberikan peristiwa-peristiwa ini supaya mereka kembali kepada-Nya.

Dua Macam Nikmat

Poin lain yang perlu diingat bahwasanya peristiwa-peristiwa bencana bencana semacam ini akan menyadarkan kita tentang nilai sebuah nikmat yang ada di tengah-tengah kita. Ada dua macam nikmat yang disebutkan dalam riwayat yang sering kali manusia melupakan kebesaran dan nilai dari nikmat tersebut. Pertama, adalah nikmat keamanan, dan kedua, adalah nikmat kesehatan. Jika seseorang dalam kehidupannya selalu sehat, dia tidak akan pernah tahu nilai dari kesehatan itu. Jika seseorang selalu berada dalam keamanan, dia juga tidak akan pernah menyadari nikmatnya keamanan. Dengan adanya peristiwa-peristiwa yang semacam ini yakni ketidaknyamanan dalam kehidupan, orang akan sadar betapa besar nikmat yang ada pada dirinya.

Ibarat ikan tidak akan pernah tahu nilainya air sebelum ia dikeluarkan dari air itu. Sama seperti manusia, ketika dalam keadaan selalu sehat, dia tidak akan pernah tahu nilai dari nikmat sehat. Jika dia dalam keadaan selalu merasa aman, tidak akan pernah tahu nilai dari rasa aman tersebut. Begitu pula masalah bala atau bencana yang terjadi dalam kehidupan ini. Bencana itu akan mengakibatkan seseorang menjadi dewasa. Jiwa manusia akan semakin tertempa dengan adanya peristiwa-peristiwa semacam ini. Ruh dia akan semakin bebas untuk bisa terbang ke alam yang lebih tinggi dan masuk dalam surga Allah.