Islam Syiah Nusantara, Bahasa Persia dan Muharram (2)

Menurut Muzaffar Iqbal, profesor bahasa Persia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berpendapat setidaknya terdapat 400 kosa kata Persia di serap kedalam bahasa melayu (Indonesia). Diantaranya yang mudah kita kenal; agar, anggar, anggur, bandar, barzanji, bau, bazar, bedebah, betah, biadab, bibi, bius, bozah, bulbul, darwis, cambuk, cadar, domba, gandum, geram, gusti, hindu, hindustan, jadah, johan, kala kaus, kawin, langar, kismis, kisah, lascar, lazuardi, limau, nakhoda, nisan, onar, panja, Parsi, pasar pesona, pirin,g rebana, rubah, ruji, saudagar, syah, syal, tajuk, takhta, taman, tamasya, teji, teraju tembakau, tebar, wirid, zirah. Sementara aksara kuno bahasa Indonesia mengambil huruf P dan C serta berbagai harakat, dari bahasa Persia (Azad; hlm. 117-144).

Beberapa kosakata Arab dalam Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia telah terpengaruh oleh bahasa Persia dalam penggunaanya. Olehkarena sudah lama penggunaannya dalam bahasa Persia, dapat dianggap sebagai kosakata bahasa Persia, seperti kata arak, atar, bahlul, bait, serbat, dalal, dayus, dukan, dsb. Setidaknya terdapat 280 kosakata Arab dianggap menjadi kosakata Persia mengindikasikan adanya dampak dari transfer kosakata tersebut oleh orang-orang Iran di Kepulauan Melayu dan Nusantara. (Azad: jurnal ICRS, v. 4, hlm. 117-144).

Terdapat bukti pengaruh bahasa Persia dalam kosakata Bahasa Melayu dan Bahasa Nusantara dan beberapa aspek tata bahasan memberi indikasi pengaruh tidak langsung bahasa Persia terhadap kosakata yang sebenarnya berasal dari bahasa Arab, Turki, dan Sansekerta.

Sementara bukti jejak budaya religi penghormatan terhadap ahlulbait, ritual-ritual agama, seperti peringatan kematian Sayyidina Husein di Karbala pada tanggal 10 Muharram eksis di berbagai kota Sumatera dan di luar Sumatera. Kosa kata seperti “Panji”, “Sarband”, “Boragh”, “Peri” dan lain-lain masih digunakan dalam festival Tabot adalah kosakata dari Bahasa Persia.

Peringatan Muharram merupakan manifestasi kebudayaan dari Islam Syi’ah, berporos pada falsafah kecintaan dan falsafah kematian. Peringatan budaya Muharram merupakan aspek esoteris agama Islam yang terefleksikan dalam ritus-ritus Muharram. Peringatan Muharram yang sudah berusia ribuan tahun ini masih terpelihara hingga sekarang. Pemerintah daerah Propinsi Bengkulu bahkan menetapan sebagai salah satu even budaya dan Pariwisata yang diselenggarakan setiap tahun.

Tradisi peringatan Muharram ini menyebar di seluruh nusantara telah berusia sekitar 1342 tahun, paska tragedi Karbala, Irak kuno pada 10 Muharram 61 H/680. Para keluarga nabi dan pengikutnya kemudian eksodus ke berbagai wilayah, seperti Yaman, Afrika, Persia, India, Asia Tenggara hingga nusantara.

Perkembangan terkini, sejak lengsernya Saddam Husein dari kursi pemerintahan Irak paska invasi US pada 2003, para peziarah dari berbagai penjuru dunia, termasuk peziarah dari Indonesia diijinkan berziarah ke Karbala di bulan Muharram. Para peziarah secara leluasa dan semakin terbuka berpartisipasi dalam kegiatan Muharram dengan berbagai ragam kegiatan lebih variatif di negara masing masing, kemudian berziarah ke Karbala, Irak.

Salah satu even Muharram adalah Ziarah Arbain. Ziarah kolosal dengan cara napak tilas, long march mengenang tragedi kematian (syahadah) Imam Husein, keluarga serta kerabatanya. Panjang perjalanan sekitar 80 KM, dengan jumlah peziarah terus bertambah, tidak kurang dari 15- 20 juta per Muharram per tahun. Arbain artinya 40 hari paska tragedi kematian Imam Husein pada 10 Muharram atau 20 safar. Imam Husein bersama 36 anak, kemenakan, kerabat dan 70 pengikutnya di bantai di Karbala.

Longmarch Arbain merupakan salah satu pertemuan terbesar umat Syiah di seluruh dunia di bulan duka Muharram, kini telah menjelma menjadi even budaya, religi, pendidikan, sosial, falsafah dengan ragam tema dan makna di sesuaikan dengan isu-isu perkembangan zaman.

Tradisi Ziarah Arbain sudah lama diadakan. Menurut keterangan Qadhi Thabathabai, perjalanan menuju Karbala pada hari Arbain telah mentradisi dalam umat Islam Syiah semenjak masa Imam Maksum as. Sebagian informasi mengatakan kaum Syiah menjalankan tradisi Ziarah Arbain ini sejak pada masa kekuasaan bani Umayyah dan bani Abbasiyah. Artinya sejak awal peristiwa tragedi Karbala 61 H.

Qadhi Thabathabai menilai bahwa tradisi ziarah Arbain ini sebagai tradisi yang dilakukan di setiap tahun bagi kaum Syiah di sepanjang sejarah (Qadhi Thabathabai, hlm. 2.). Berdasarkan perkembangan terahir, peziarah datang dari lintas agama, mazhab dan negara.

Amalan ziarah di Indonesia juga banyak praktekkan oleh warga nahdiyin dengan mengunjungi 9 makam wali songo dan para habaib yang silsilahnya tersambung ke Imam Husein yang dibawa ke nusantara oleh Ahmad Muhajir dari Yaman. Tradisi ziarah diperkenalkan seiring dengan perkembangan mazhab fiqih Imam Syafi’i pada masa awal Islam di nusantara.

Peringatan Muharram di Indonesia

Menurut Muhammad Zafar Iqbal, Ph.D, ilmuan Pakistan dalam bukunya Kafilah Budaya Pengaruh Persia terhadap kebudayaan Indonesia, dikatakan, terdapat kesamaan peringatan Muharram baik di Iran maupun di Indonesia. Iqbal adalah dosen UI dan UIN sayarif Hidayatullah (1988-1989) pengajar sastra dan bahasa Persia. Disertasi aslinya dari Univesitas Tehran (2006) dengan judul, “Pengaruh Bahasa dan Sastra Parsi, dan Budaya Iran dalam Bahasa, Sastra dan Budaya Indonesia”.

Dikatakan dalam bukunya Iqbal, banyak jejak peringatan Muharram di Indonesia tersebar di seluruh wiayah nusantara. Mulai dari Aceh, Pariaman, Palembang, Bengkulu, Makasar, Solo, dan Jawa Timur.

“Setelah menyaksikan acara takziah dan arak-arakan tabut dan nakhl di Tehran dan Yazd d Iran, serta di Pariaman dan Bengkulu di Indonesia, penelitian atasnya sampai pada satu kesimpulan bahwa peringatan Muharam di kedua negri banyak kesamaanya. Baik pada pembagian tahapan- baik di Yazd dan di Pariaman serta Bengkulu semua itu sangat mirip.“ (Iqbal; 189)