Menghapus Duka Cita dengan Doa Jaushan Shaghir(2)

Ada banyak tempat di dunia ini yang dipenuhi konflik bersenjata, di mana orang-orang yang tertindas seringkali harus berhadapan dengan senjata musuh yang jauh lebih kuat. Salah satunya, di Palestina. Baru-baru ini, Israel menyerbu habis-habisan kamp pengungsi Jenin, di Tepi Barat. Kamp itu hanya seluas  0,42 kilometer persegi dan dihuni 24.000 orang. Jadi bisa dibayangkan betapa para pengungsi Palestina hidup berdesakan di tempat sempit.

Selama dua hari di awal bulan Juli 2023, Israel menyerang kamp itu dengan pasukan darat dan udara;  menghancurkan bangunan-bangunan, mengusir ribuan warga keluar dari kamp. Sekitar 900 bangunan rumah hancur dan tidak bisa ditempati lagi.

Kaum muda Palestina melawan serangan Zionis ini dengan persenjataan yang tidak seimbang; mereka akhirnya syahid, atau dipenjara oleh rezim Zionis.

Sementara kita, di Indonesia, alhamdulillah aman dari semua itu.

Atau, kisah saudara-saudara Muslim kita, etnis Rohingya yang diusir dan dizalimi oleh rezim Myanmar. Mereka hidup dalam kamp-kamp pengungsian yang kondisinya amat sangat buruk. Banyak pula dari mereka yang berusaha mencari nasib baik di negeri-negeri lain dengan menaiki perahu. Pada Desember 2022 saja, ada sekitar 200 orang Rohingya yang tewas di lautan Andaman. Berita tentang penderitaan dan kematian “manusia perahu” ini terus muncul di tahun-tahun sebelumnya.

Dalam doa Jaushan Shagir, ada bagian yang relevan dengan nasib mereka ini.

Tuhanku, banyak hamba-Mu, yang di malam dan pagi hidup dalam kegelapan lautan, dalam badai angin, dan dalam kengerian dan gelombang; bersiap tenggelam dan binasa; dia tidak memiliki sarana apa pun dalam dirinya; ia terancam terkena petir, kehancuran [kapal], atau ditelan bumi.

Sedangkan aku aman dari semua itu.

Setiap bagian dari doa ini diakhiri dengan kalimat berikut ini:

فَلَكَ ٱلْحَمْدُ يَا رَبِّ

مِنْ مُقْتَدِرٍ لاَ يُغْلَبُ

وَذِي انَاةٍ لاَ يَعْجَلُ

صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

وَٱجْعَلْنِي لِنَعْمَائِكَ مِنَ ٱلشَّاكِرِينَ

وَلآلاَئِكَ مِنَ ٱلذَّاكِرِينَ

Maka segala puji bagi-Mu, ya Tuhan; Engkaulah yang kuat dan tidak bisa dikalahkan; Engkaulah yang panjang kesabaran dan tidak terburu-buru. Limpahi shalawat-Mu pada Nabi Muhammad dan keluarganya. Masukkan aku dalam golongan orang-orang yang bersyukur atas karunia-Mu dan dalam golongan orang-orang yang secara konsisten menyebut-nyebut rahmat-Mu.

Setelah menyebutkan berbagai jenis penderitaan yang dialami umat Muslim di berbagai penjuru dunia, lalu diakhiri dengan kalimat-kalimat kesyukuran, kalimat paling akhir di doa adalah “Sesungguhnya Engkau yang paling memiliki kekuasaan atas apapun dan cukuplah bagi kami Allah sebagai sebaik-baik pelindung.”

Dalam pemahaman saya yang masih sangat dangkal, melalui doa ini, kita diingatkan bahwa seberat apapun musibah dan kesulitan yang kita hadapi, masih ada kesulitan orang lain yang lebih besar; sehingga selayaknya kita bersyukur atas kondisi kita saat ini.

Puncak dari musibah dan tragedi kemanusiaan terbesar adalah pembantaian di Karbala terhadap cucu Rasulullah SAWW, Imam Husain a.s. beserta keluarganya. Namun, menghadapi musibah yang sedemikian besar ini, Sayidah Zainab a.s. tetap berkata, “Tidak ada yang kulihat selain keindahan.” Keindahan yang beliau maksud tentu yang terkait dengan keagungan-keagungan spiritual yang muncul dalam musibah ini dan kehidupan indah para syuhada di akhirat, sebagaimana dijanjikan oleh Allah swt.

Semoga renungan singkat ini bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab.