Cinta Diri Berlebihan

Iri hati terhadap harta benda merupakan fitrah dasar manusia. la adalah naluri yang tertanam dalam diri manusia sejak pertama dilahirkan. Ia adalah motif yang mengizinkan manusia untuk berjuang secara terus menerus dan melindungi dirinya. Sebagai akibat dari naluri ini, kita melihat bahwa manusia menghindari apa yang merugikannya dan tertarik dengan hal-hal yang menguntungkan. Oleh karena itu, ketika bergerak maju ia menjadi sandera fenomena psikologis. Fenomena ini memainkan suatu peranan dalam memajukan tingkat peradaban.

Namun, kebahagiaan manusia hanya dapat dicapai jika pada saat memperjuangkannya, ia melindungi diri mereka dari ketidakwajaran dan kelalaian dan pada saat yang sama menjauhkan diri dari perbudakan berbagai keinginan. Oleh sebab itu, jika manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan nalurinya dengan suatu cara yang baik, di mana sifat-sifat terpuji dan akhlak-akhlak yang mulia dapat berkembang, ia harus menggunakan akalnya dalam setiap segi kehidupan. Sebab hanya akal yang mampu membimbing manusia dan bukan naluri. Akallah yang mencegah naluri dari kemubaziran dan kejumudan. la adalah unsur yang membuat kita dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Kekuatan akal, yang memiliki tugas penting dalam mengembangkan kepribadian manusia, adalah kemampuan untuk melindungi kita dari kesesatan dan memberi kita ketelitian dalam berbagai urusan.

Jika naluri cinta diri melanggar batas-batas kewajaran dan memasuki wilayah kemubaziran, ia secara merugikan mempengaruhi cara berpikir manusia; dengan demikian akan mencegah dia untuk menyadari pelbagai kenyataan hidup. Orang-orang yang menjadi korban kekacauan semacam ini pada akhirnya akan ditarik ke dalam rawa kesesatan dan kerusakan. Namun, naluri tersebut dapat dianggap berbahaya hanya ketika berada dalam keadaan yang melampaui batas. Oleh karena itu, satu-satunya tujuan mengecam cinta diri adalah menunjukkan mudaratmudarat yang muncul akibat mengikutinya dalam melanggar batas-batas akal.

Keberhasilan dan kegagalan seseorang berhubungan dengan keadaan ruhani dan moralnya. Kekacauan akhlak, yang berkembang lewat berbagai tingkat kehidupan, seringkali berangkat dari problematik yang timbul karena rangkaian keinginan yang tidak benar dan tidak dapat dibenarkan. Manusia telah dianugerahi bakat-bakat dan kemampuan yang besar. Setiap orang memiliki daya untuk mengikuti kemurnian dan keutuhan kasih sayang. Bagaimanapun juga, tampaknya tidak ada yang lebih berat bagi manusia daripada menundukkan nalurinya atau keinginan-keinginannya, termasuk cinta diri, sombong, dan angkuh.

Oleh karena itu, kita dipaksa untuk lebih berusaha menundukkan naluri ini atau kita tidak akan mampu meraih akhlak mulia. Tanpa sikap mawas diri, kita tidak dapat membina suatu kehidupan yang baik dan terpuji.