Sayidah Fathimah as; Mendidik & Menyadarkan Umat(1)

Masih teringat kisah tak terlupakan saat anak-anak masih kecil; sekitar usia tiga tahun, lima tahun dan kelas enam SD. Saat itu ada jadwal mengisi pondok Ramadan untuk anak-anak usia TK-SD. Jika tidak ada ayahnya yang akan membantu menjaga anak-anak selama mengajar, maka anak-anak akan ikut mengajar. Pulang mengajar, bertemu seseorang yang tiba-tiba berkata, “Seharusnya anak-anak masih kecil itu hanya fokus merawat dan mendidik mereka, jangan dulu beraktivitas mengajar dan lainnya sampai mereka besar.”

Awalnya sempat kaget juga mendengarnya, karena sepertinya kurang tepat langsung bicara seperti itu tanpa melihat kondisi secara keseluruhan. Kemudian dengan santai saya menjawab,

“Pertama, saya tidak merasa kesulitan beraktivitas seperti mengajar sambil tetap merawat dan mendidik anak-anak. Kedua, jika saya mengajar anak-anak lainnya harus menunggu anak-anak saya besar, sementara SDM dalam hal ini sangat minim, maka kita akan terdahului oleh kelompok Islam radikal yang dengan gencar merangkul anak-anak dengan beragam program. Jika harus menunggu anak-anak besar, sementara mampu melakukannya dengan tetap perannya sebagai ibu, maka akan kehilangan banyak anak-anak lainnya yang akan direkrut oleh kelompok Islam radikal.”

Mari kita berkaca kepada sirah kehidupan Sayidah Fathimah as? Apakah beliau hanya duduk manis di rumah fokus mengurus masalah rumah tangga? Hanya fokus merawat dan mendidik anak-anaknya? Tentu jawabannya tidak. Perempuan sebagaimana laki-laki memiliki tanggung jawab yang sama terhadap Islam dan masyarakat. Terdapat peran penting dalam pendidikan umat terutama dalam bidang yang lebih tepat dilakukan oleh perempuan. Karena tanggungjawabnya di samping sebagai pribadi di hadapan Allah SWT, sebagai ibu dan istri dalam keluarga, perempuan pun memiliki tanggungjawab di masyarakat. Sayidah Fathimah az-Zahra as tidak mengajarkan sikap apriori atas fenomena di masyarakat dan dunia Islam. Perempuan pun memliki peran penting dalam pendidikan umat, pendidikan yang bersifat kolektif yang tidak mampu dilakukan di dalam keluarga secara keseluruhan karena keterbatasan ilmu dan waktu orang tua. Di sisi lain, kehidupan masyarakat pun akan berpengaruh pada kepribadian manusia, termasuk anak dan generasi Islam. Karena itu, kita pun beranggungjawab untuk membangun karakter sebuah masyarakat, berkarakter baik dan islami, berkarakter toleran dan tidak radikal.

Bersambung...