Perjanjian Hudaibiyah 2

Sekelompok Orang Quraisy Ditawan
Quraisy memerintah Mukriz bin Hafash, seorang yang dikenal pemberani dan nekad, beserta empat puluh sampai lima puluhan orang berkuda menyusul rombongan muslim untuk menggertak mereka. Bahkan mereka diharap bisa menangkap seorang muslim dan diserahkan ke pihak Quraisy untuk dijadikan sandera. Maksudnya agar mereka dapat memaksa pihak muslimin untuk memenuhi keinginan mereka. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, Mukriz bin Hafash dan orang-orangnya gagal melaksanakan tugas, bahkan mereka sendiri yang akhirnya ditawan pasukan Islam. Ketika tawanan itu dibawa ke hadapan Rasulullah saw beliau menyuruh supaya mereka dilepaskan. Meski sebelumnya Mukriz bin Hafash dan orang-orangnya menyerang rombongan muslimin dengan panah, dikatakan sampai menyebabkan meninggalnya seorang muslim bernama Ibnu Zunaim, namun atas titah Rasulullah saw mereka semua dibebaskan dan dibiarkan kembali ke Quraisy dengan selamat. [20]

Mengirim Delegasi Ke Quraisy
Rasulullah saw memutuskan untuk mengirim delegasi ke pihak Quraisy. Awalnya Rasulullah saw menunjuk Umar bin Khattab, namun Umar mengatakan bahwa di Mekkah tidak ada ada orang yang bisa menolongnya, sedangkan orang-orang Quraisy sudah mengetahui bagaimana permusuhannya pada mereka, mungkin saja mereka bakal membunuhnya. Dengan alasan itu Umar menolak diutus ke Mekkah. Dia menyarankan Rasulullah saw supaya mengutus Utsman saja, karena dia berasal dari bani Umayyah dan memiliki banyak saudara berpengaruh di mata pemuka Quraisy. [21]

Rasulullah saw mengutus Utsman ke Mekkah. [22]Untuk kesekian kalinya Rasulullah saw menerangkan kepada orang-orang Mekkah tentang maksud kedatangannya ke Mekkah (yaitu berziarah ke Baitullah lalu segera kembali ke Madinah), tetap saja mereka tidak mau tahu. Begitu sampai di Mekkah, pihak Quraisy tidak membiarkan Utsman kembali ke rombongan Rasulullah saw. Akhirnya tersebar isu bahwa Quraisy telah membunuh Utsman. Isu itu tersebar luas di kalangan muslimin, sebab itu Rasulullah saw menyeru pengikutnya untuk berbaiat padanya. Baiat itu dikenal dengan istilah Baiat Ridhwan. Seluruh muslimin yang hadir di Hudaibiyah berbaiat pada Rasulullah saw, kecuali Jadd bin Qais. [23]

Kesepakatan Damai
Setelah beberapa waktu diketahui bahwa Utsman tidak dibunuh, dia hanya ditahan di Mekkah, [24] Pihak Quraisy mengutus wakil ke pihak muslimin untuk mengadakan perjanjian damai. Di antara kesepakatan dari perjanjian tersebut adalah, untuk tahun itu kaum muslimin harus pulang ke Madinah tanpa mengunjungi Baitullah di Mekkah, dan tahun berikutnya baru boleh datang kembali. Inginnya supaya Quraisy tidak merasa dipermalukan di hadapan kabilah Arab lain. Orang yang diutus Quraisy bernama Suhail bin Amr. Ketika Rasulullah saw melihatnya beliau bersabda, “Quraisy mengutus orang ini karena ingin berdamai.” [25]

Setelah kedua pihak sepakat untuk membebaskan tawanan, Rasulullah saw dan perwakilan Quraisy lalu menandatangani kesepakatan damai. Rasulullah saw melihat, kesepakatan itu akan memberi keuntungan bagi kaum muslimin, karenanya beliau bersikap lunak. Contohnya adalah menerima permintaan Suhail bin Amr untuk mengganti kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” pada pembukaan teks kesepakatan menjadi “Bismika Allahumma”. Selain itu Rasulullah saw juga setuju untuk mengganti istilah “Rasulullah” di belakang nama beliau menjadi “Muhammad bin Abdullah.” [26]

Penentangan Sebagian Sahabat
Sikap lunak yang ditunjukkan Rasulullah saw membuat sebagian sahabat tidak terima dan menyampaikan kritik tajam. Bahkan ada yang berbicara keras dan bertanya dengan cara tidak sopan pada Rasulullah saw. Di antaranya Umar bin Khattab, dia bersikap kasar pada Nabi saw. [27]

Menurutnya isi kesepakatan damai sangat menghina kaum muslimin.[28] [29]Dia bersikeras atas anggapannya itu, sampai-sampai Abu Ubaidah al-Jarrah berkata padanya supaya berlindung kepada Allah swt dari kejahatan bisikan setan dan merubah pandangannya yang keliru itu. [30] Di kemudian hari Umar sendiri mengakui bahwa saat di Hudaibiyah dia bahkan sampai ragu akan kenabian Nabi Muhammad saw. [31]

Dia juga menyatakan: “Dulu aku menolak titah Rasulullah saw atas pandangan pribadi”. [32]

Isi Perjanjian Damai
Seusai perundingan Rasulullah saw bersabda pada Imam Ali as, “Tulislah ‘Bismillahirrahmanirrahim'”. Suhail bin Amr berkata, “Ini bukan cara kami, harus ditulis sebagaimana yang sudah biasa di kalangan kami, yaitu ‘Bismika Allahumma’.” Atas titah Rasulullah saw Imam Ali as menulis sebagaimana yang diminta Suhail.

Saat Rasulullah saw melanjutkan, “Tulislah, ‘Berikut adalah kesepakatan antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr’.” Suhail kembali menyela, “Kalau kami menerimamu sebagai ‘Rasulullah’ tentunya kami tidak akan pernah bermusuhan dan berperang denganmu, bagian ini juga harus dihapus dan diganti dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.” Rasulullah saw pun menerima permintaan itu. Rasulullah saw melihat Imam Ali as merasa tidak enak hati karena harus menghapus kata “Rasulullah” dari belakang nama Nabi Muhammad saw. Karenanya beliau bersabda pada Imam, “Ya Ali, tunjukkan di bagian mana, biar aku sendiri yang menghapusnya.”

Bersambung ...