Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Ghadir, Pelita Kebenaran

0 Pendapat 00.0 / 5

Idhul Ghadir adalah hari raya bagi seluruh umat Islam yang tidak terbatas hanya dirayakan oleh pemeluk mazhab syiah saja. Ketika membuka lembaran sejarah Islam, kita akan menemukan bahwa hari raya Ghadir Khum diperingati oleh kaum muslim dari berbagai bangsa dunia. Abu Raihan Biruni dalam bukunya "Atsar al-Baqiyah" menulis, "Hari raya Ghadir merupakan salah satu hari raya besar bagi umat Islam." Dalam hal ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengungkapkan bahwa hakikat dan pesan dari peristiwa Ghadir Khum meliputi seluruh umat Islam dan mereka yang peduli terhadap kebahagiaan umat manusia."

Ulama Sunni terkemuka, Ibnu Talhah Syafii pernah mengungkapkan, "Hari itu (Ghadir) merupakan hari raya umat Islam karena Rasulullah mengangkat sayidina Ali sebagai walinya, dan ia adalah makhluk terbaik dari seluruh ciptaan Allah swt."

Jalalluddin Maulawi dalam bukunya "Matsnawi-e Maknawi" mengungkapkan makna Maula yang disematkan kepada Imam Ali yang bermakna pembebasan dan penyelamatan manusia atas ikatan manusia lain.

Pada peringatan hari raya Ghadir tahun lalu di Iran, Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah Al-Udzma Sayyid Ali Khamenei mengatakan, "Dibanding hari-hari besar Islam yang lain, hari raya Ghadir memiliki bobot lebih. Sebab, berdasarkan tolok ukur yang telah digariskan oleh Allah, hari raya ini telah menentukan tugas abadi bagi umat Islam terkait masalah bimbingan dan pemerintahan."

Lebih lanjut beliau mengungkapkan ayat suci Al-Qur'an yang menjelaskan bahwa dengan adanya peristiwa Ghadir Khum agama Islam telah disempurnakan dan kaum kafir serta musuh-musuh Islam telah berputus asa. Rahbar mengatakan, "Pengumuman tentang kepemimpinan dan pelantikan Imam Amirul Mukminin sebagai penerus Nabi Saw sebenarnya adalah pemilihan yang dilakukan oleh Allah Swt, dan dengan mengumumkan penunjukan itu, Nabi Saw telah menyempurnakan misi risalahnya."

Urgensi Ghadir bisa dilihat dari berbagai dimensi. Salah satunya adalah perhatian terhadap keutamaan sosok Imam Ali. Umat Islam yang pernah sezaman dengan manusia mulia ini dari dekat menyaksikan sendiri keutamaan karakter Ali, baik dari sisi keilmuannya yang menjulang dan keluruhan akhlaknya yang tinggi.

Beliau adalah seorang pemberani, ikhlas, adil dan takwa. Untuk itu Rasulullah memilihnya sebagai pemimpin umat Islam sepeninggal beliau. Ibnu Abi al-Hadid mengutip sejarawan abad kedua hijriah Muhammad bin Ishak yang menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada Imam Ali,"Jika aku tidak khawatir orang lain akan memperlakukanmu seperti pengikut Isa terhadap Nabi Allah itu, aku akan mengucapkan sesuatu tentang (keutamaan) dirimu yang membuat orang akan mangambil tanah yang kamu injak sebagai berkah setiap kali kamu melewati mereka."

Terkait keutamaan karakter pribadi Imam Ali, Rahbar pernah menjelaskan, dalam semua periode kehidupan termasuk di masa mudanya, Amirul Mukminin Ali adalah sosok figur yang cemerlang dan menonjol tanpa tanding di semua bidang; ketaqwaan, keberanian, kegigihan, kearifan, dan pembelaannya kepada Islam dan diri Nabi Saw. Ditegaskannya, "Semua orang, khususnya para pemuda, dapat menyaksikan cahaya hidayah dan kebahagiaan dalam setiap detik kehidupan Maula al-Muttaqin (penghulu kaum yang bertaqwa) Ali (as)."

Dengan mengutip sejumlah riwayat yang menerangkan asbab an-nuzul ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan peristiwa Ghadir dan beberapa dalil lainnya, beliau menyatakan bahwa sepanjang sejarah Islam, Imam Ali bin Abi Thalib adalah figur teladan dan sosok yang paling unggul dalam ilmu, taqwa, pengorbanan, jihad, infak dan berbagai keutamaan lainnya. Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyeru seluruh umat Islam untuk mempelajari dan merenungkan hakikat ini.

Keutamaan Imam Ali juga menjadi perhatian para mufasir sunni dan syiah. Mayoritas mufasir Sunni dan syiah bersepakat bahwa asbabun nuzul ayat 55 surat al-Maidah mengenai Imam Ali. Karena itu ayat tersebut juga disebut sebagai ayat wilayah.

Imam Thabrani mengungkapkan sebuah hadis dalam kitab Al-Awsath melalui sanad dari Ammar bin Yasir, yang menceritakan, "Pada suatu hari datang seorang pengemis kepada Ali bin Abu Thalib, sedangkan waktu itu Ali sedang rukuk dalam salat sunah. Kemudian ia melepaskan cincinnya dan memberikannya kepada pengemis itu. Lalu turunlah ayat, 'Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman..'"

Hadis ini mempunyai syahid (saksi) dari hadis lain yang memperkuatnya. Abdurrazaq berkata, "Abdul Wahhab bin Mujahid menceritakan kepada kami dari ayahnya dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, 'Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah dan Rasul-Nya...' (Q.S. Al-Maidah 55), bahwasanya ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh Ali bin Abu Thalib."

Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur lain dari Ibnu Abbas dengan makna yang sama. Selain itu, Ibnu Jarir menukil hadis dari Mujahid, dan hadis serupa diungkapkan Ibnu Abu Hatim dari Salamah Bin Kuhail. Semuanya itu adalah saksi-saksi yang saling memperkuat.

Abu Dzar berkata, "Ketika Rasulullah mengetahui berita bahwa Ali memberikan cincinnya kepada seorang pengemis ketika sedang rukuk, beliau bersabda, "Saudaraku Musa memohon kepada-Mu supaya diutus seorang wali yang akan memudahkan tugasnya (sebagai seorang Nabi). Kini, Engkau memilihku, Muhammad sebagai utusan-Mu.Ya Allah lapangkanlah dadaku, permudah urusanku dengan memilih orang dari keluargaku, pilihkan Ali untukku supaya aku lebih kuat." Di saat doa Rasulullah belum selesai, malaikat Jibril turun dan menyampaikan wahyu ayat 55 surat al-Maidah."

Dimensi terpenting ghadir adalah masalah wilayah Imam Ali sebagai penerus Rasulullah. Wilayah dalam masyarakat Islam adalah hak prerogatif Allah swt. Dalam hal ini, dari Allah kepada Rasulullah kemudian kepada Imam Ali sebagai walinya. Terkait hal ini Rahbar mengungkapkan,"Ghadir memiliki makna filosofis yang dalam. Terpilihnya Ali sebagai pemimpin umat Islam dengan tangan Rasulullah sendiri adalah berlanjutnya risalah pembinaan umat manusia hingga terbentuknya masyarakat yang adil dan sejahtera di seluruh penjuru dunia. Tujuan diutusnya para nabi ilahi adalah pengajaran dan penyucian manusia. Untuk mewujudkan tujuan itu Rasulullah memilih Ali sebagai penggantinya sehingga pendidikan yang berkelanjutan terus berlangsung dan umat manusia mencapai tujuan hakikinya."

Sejatinya, mengenal ghadir sebagai sebuah keyakinan merupakan hal yang sangat penting. Al-Quran di ayat 3 surat al-Maidah mengungkapkan empat pelajaran penting dari peristiwa Ghadir Khum. "Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (IRIBIndonesia/PH)