Pendidikan Lebih dari Sekadar Sekolah ; Sebuah Refleksi Filosofis dari Relasi Rasulullah dan Imam Ali (1)
Kata education dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin educatio, yang berarti “pembesaran,” “pengasuhan,” atau “pembimbingan.” Akar katanya, educare, berarti “mengarahkan keluar” yakni membawa seseorang dari kondisi tidak tahu menuju pengetahuan, dari ketidakmatangan menuju kedewasaan, dari ketergantungan menuju kemandirian. Menariknya, sejak awal kemunculannya pada abad ke-16, istilah ini tidak hanya menunjuk pada proses schooling atau pendidikan formal, tetapi juga pada proses penanaman karakter, pembiasaan perilaku, dan pelatihan keterampilan hidup. Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses integral yang melibatkan seluruh dimensi manusia akal, jiwa, moral, dan tindakan bukan sekadar transfer pengetahuan kognitif.
Pendidikan Sebagai Transformasi Manusia
Dari sudut pandang filsafat Islam, pendidikan bukanlah proses linier antara pengajar dan pelajar, tetapi transformasi eksistensial yang bertujuan membentuk manusia menjadi insan kamil manusia paripurna yang sadar akan tugas ontologis dan etisnya. Al-Ghazali menyebut pendidikan sebagai tazkiyah al-nafs (penyucian jiwa) dan ta’dib (pembentukan adab), sementara Ibn Sina memandangnya sebagai proses takmīl al-quwwāt (penyempurnaan potensi). Dalam kedua pandangan itu, pendidikan lebih menyerupai pembimbingan jiwa ketimbang pengajaran semata.
Pendidikan yang sejati menuntut keterlibatan seluruh aspek kehidupan bukan hanya ruang kelas dan buku teks. Ia terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, melalui pengalaman, keteladanan, pengulangan, pengamatan, dan internalisasi nilai. Dengan kata lain, pendidikan sejati lebih dekat dengan proses pembiasaan hidup bersama kebenaran daripada sekadar mendengar kebenaran dari jauh.
Bersambung....

