Sayidah Fatimah SA, Wanita Pemilik Pengetahuan dan Kebijaksanaan 1.

Saat ia mendekati kota di panas terik matahari tengah hari, ia melindungi matanya dengan tangan dan menebar pandangan melihat hijau kurma Madinah dibelakang deretan rumah sederhana. Dia menarik napas berat merasakan kembali tiupan angin dari arah kota Nabi. Udara segar membawa aroma familiar. Itu wangi Mahakuasa Rasulallah terakhir untuk umat manusia, Nabi Muhammad ( Salam Allah besertanya dan keturunannya ). Meskipun Nabi tidak lagi hadir secara fisik, setelah meninggal dunia beberapa bulan lalu, aroma itu begitu jelas tercium dari Masjid Nabi atau kita kenal dengan Masjid Nabawi, di mana selama bertahun-tahun ia telah membacakan azan atau untai ajakan kepada kaum beriman untuk melaksanakan doa sehari semalam.

Memasuki kota ia berdiri diam selama beberapa saat, debu masih menempel dipakaiannya, ia lalu melihat orang-orang di sekitar. Orang-orang dari Madinah terlibat dalam hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari dan tampaknya tidak ada yang memperhatikan kedatangannya. Dia perlahan-lahan berjalan ke sudut kota tempat tinggal rumah-rumah keluarga Nabi, qabilah Bani Hashem. Ia masuk melewati jalan sempit tempat biasa ia digunakan untuk berdiri setiap hari menyambut Nabi sebelum pergi ke masjid. Dia maju ke arah sebuah rumah, di pintu tempat Nabi biasa memberi ucapan salam setiap pagi.

Itu adalah rumah putri Nabi Sayidah Fatimah dan suaminya Imam Ali bin Abi Thalib (salam atas mereka). Dia sangat ingin bertemu dengan keluarga Nabi, meskipun ia telah memutuskan setelah wafatnya Nabi untuk tidak kembali ke kota yang penduduknya telah berbalik dari Ahlul Bait Nabi. Ia mendekati pintu tertutup dan berkata dengan nada lembut : "Salam kepada Ahlul Bait, rumah tangga diberkati Nabi Allah".

Suaranya familiar untuk Rakyat. Pintu tiba-tiba dibuka oleh dua cucu muda Nabi, Imam Hassan dan Imam Hussein (salam atas mereka) bergegas keluar. Terpancar sukacita di wajah mereka seperti yang mereka katakan dengan nada antusias : "Ini adalah Bilal, Ini adalah Bilal Dia telah kembali!" .

Bilal , seorang sahabat Nabi yang mulia, orang yang mendapat kehormatan untuk melayani Nabi sebagai mu'azzin resmi, dia memeluk dua anak laki-laki dan meneteskan air mata kasih sayang kepada mereka. Melihat mereka membawanya kepada kenangan masa lalu saat ia bisa merasakan aroma Nabi dari cucunya. Sesaat berlalu dan Bilal bertanya tentang ibu mereka, putri Nabi yang telah dirampas warisannya. Kedua anak laki-laki memegang tangan Bilaal dan menggiringnya ke halaman rumah kecil mereka. Semuanya tampak seperti di masa lalu di rumah sederhana dari Imam Ali bin Abi Thalab as. Di dalam rumah di sebuah ruangan kecil, tempat berduka putri Nabi, Sayidah Fatimah sa terbaring di tempat tidur. Dia mendengar suara akrab Mu'azin ayahnya saat ia memberi hormat padanya dengan hormat dari halaman. Dari dalam ia menjawab : "Salam kepadamu wahai Mua’zin ayahku, Nabi Allah" .

Suara itu terdengar lemah. Bilal merasa khawatir dan bertanya apakah wanita mulia sakit. Tidak ada jawaban. Setelah beberapa saat hening, terdengar suara dari dalam ruangan ditujukan kepada Belaal untuk pergi ke Masjid Nabawi dan melafalkan azan karena ia telah melakukannya selama hidup Nabi. Dia berkata : "Wahai Bilaal, sebelum saya berangkat dari dunia fana, saya ingin Anda untuk membaca azan sehingga saya bisa mengenang hari-hari tua yang baik dari Nabi Muhammad (salam Allah atasnya dan keturunannya)" .
Bilal dipukul dengan rasa duka yang mendalam. Dia tahu sebelum ia meninggalkan Madinah dua bulan lalu bahwa Sayidah Fatimah Sa telah ditolak warisannya oleh penguasa baru yang juga telah merebut hak-hak kepemimpinan suaminya Imam Ali ( AS ), penerus ilahi yang ditunjuk Nabi secara langsung. Tapi ia tidak menyadari bahwa kondisi telah mencapai keadaan hingga akan meninggalkan dunia. Dia pun mentaati permintaan terakhir itu dan bergegas menuju Masjid Nabawi. Dia naik ke atap masjid dan melemparkan pandangan melihat-lihat kota Madinah, yang kini tampak berbeda dibanding selama Nabi masih hidup. Suara lembut itu menembus atmosfer saat ia membacakan Allahu Akbar. Orang-orang berhenti bekerja ketika mereka mendengar suara familiar itu.

Apakah Belal kembali, adalah pertanyaan. Dia kemudian membacakan : Ashhadu An La ilaha Illallah, yang berarti " Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah ". Orang-orang bergegas menuju Masjid Nabawi dengan antusias. Belal melanjutkan azan dan membacakan kalimat berikutnya : ". Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah" Ashhadu Anna Muhammadan Rasulullah. Ketika Bilaal hendak membaca kalimat berikutnya, ia melihat dua cucu muda Nabi bergegas ke arahnya. Imam Hassan dan Hussein (salam atas mereka) , mereka mengatakan dengan bersamaan : " Ya Bilaal , jangan melafalkan azan lagi Ibu kami mengingat hari-hari Nabi kini telah jatuh tak sadarkan diri di pertengahan shalat."

Bilal turun dan dengan air mata memenuhi pelupuk matanya ia memeluk hangat dua anak laki-laki Fatimah sa.