Dua buah kedjadian dipeperangan di Shiffin ini patut mendapat perhatian. Jang pertama ialah dimana Mu'awijah untuk pertama kali dapat menguasai lembah Furat, dimana kemudian dia dengan sombongnja melarang lawannja untuk mengambil setitik airpun dari sungai itu. Namun setelah Ali dapat menguasai sungai itu kembali, dia membolehkan, malah mengandjurkan untuk mengmbil air disungai itu bagi lawan-lawannja.
Kemudian Ali mendaki sebuah bukit untuk memanggil Mu'awijah supaja dia tampil kemuka untuk bertanding. Maka Amr al-As menegur Mu'awijah dengan utjapan : panggilan itu adalah adil ! Tetapi Mu'awijah mendjawab : Tamaklah kau pada kekuasaan, maksudnja ialah, djika aku bertanding, pasti aku terbunuh, dan engkau akan menggantikan kedudukanku. Seterusnja Amr tampil sendiri kehadapan Ali. Ali dapat mengalahkan Amr. Untuk melindungi dirinja dari pedang Ali, Amr membuka auratnja, Ali memalingkan mukanja dan meninggalkan Amr, karena dia tidak mau melihat aurat lawannja, aurat jang mendjadi perisai bagi dirinja.
Ali mendapat kritikan jang hebat, mengapa djustru dia membolehkan musuhnja untuk mengambilkan air, sesudah mereka diusir dari lembah sungai itu. Dan mengapa pula dia meninggalkan Aamr ?.
Sepintas lalu kritikan-kritikan itu memang dapat dimengerti. Tetapi betapapun harus pula diingat bahwa Ali adalah seorang jang memiliki sifat kemanusiaan achlak jang ulung dan djiwa jang besar sekali. Sifat ini ada padanja disembarang waktu. Baik dia dimasa damai ataupun dimasa perang.
Sebagai sebuah tjermin daripada ketjerdikan hatinja dia pernah berkata, bahwa :
"Sebaik-baiknja orang jang memberikan ampun, ialah jang lebih berkuasa dalam memberikan hukuman."
Demikianlah adanja. bahwa mereka jang tidak menjetudjui perundingan di Shiffin dan mengantjam akan berontak, telah meninggalkan Ali dan mereka menudju kepedusunan Harura. Mereka inilah jang mendjadi asal mula kaum Charidji.
Ali kemudian mengandjurkan pada mereka agar sudi bertukar pikiran. Dari hati kehati ! Siapa jang salah harus mengakui kesalahannja. Dan sudah barang tentu harus mengikuti jang benar.
Mereka memang mengirimkan utusan. Utusan itu ialah Abdullah bin al-Kawa. Setelah bertukar pikiran dengan Ali, dia setjara djudjur kemudian, mengakui kesalahan kaum Charidji. Tetapi apa boleh buat pengakuan dari utusan ini kemudian ternjata tiada dapat diterima oleh kaum Charidji dan malah begitu djauh berani mengkafirkan Ali. Dalam pada itu, memang mereka mengakui kepandaian, ketjerdasan serta kelintjahan Ali.
Kembali Ali memperlihatkan kegiatannja jang telah terkenal untuk menghindarkan pertumpahan darah dengan mentjoba mengadakan permusjawaratan. Namun untuk kesekian kalinja pula dia menghadapi kegagalan lagi. Achirnja Ali terpaksa pula menghunus pedangnja, karena dari sehari-kesehari golongan ini menampakkan gedjala-gedjala jang sangat merugikan masjarakat banjak, krena mereka tiada segan-segan melakukan pembegalan, pembunuhan dan penggarongan dimana-mana. Kaum Charadji pun mengadakan perlawanan dan serangan jang tiada boleh dikatakan enteng pula. Perang telah petjah. Tetapi sangat singkat kedjadiannja. Dimana achirnja kemenangan diperoleh Ali dengan sangat gampangnja. Kaum Charidji mati terbunuh. Dari sekian banjak djumlah gerombolan mereka, hanja empat ratus orang jang tertawan atau luka-luka, kemudian dirawat dengan baik sekali oleh Ali.
Setelah peristiwa ini selesai, maka Ali mulai mempersiapkan tentaranja untuk memerangi Mu'awijah. Tetapi apa hendak dikata, Al-Asj'ath bin Quis menentang, dan malah mengandjurkan sebagian tentara supaja meninggalkan Ali. Alasan jang dikemukakan ialah bahwa tentara perlu diberikan istirahat dahulu untuk sementara waktu. Keadaan ini sangat menguntungkan Mu'awijah jang pada hakikatnja sudah sangat terdjepit oleh tumpasan malapetaka Shiffin jang menimpa diri dan pengikut-pengikutnja. Dia dapat mempergunakan waktu terluang ini untuk kembali ke Sjam dan menjusun kembali balatentaranja jang telah mendjadi porak-poranda.
Sedjak itu terdjadilah peristiwa-peristiwa jang tiada menguntungkan dan tiada diinginkan oleh Ali. Malah lebih djauh, dengan diam-diam terbentuklah gerakan bawah tanah oleh kaum Charidji jang akan membunuh Ali. Ali kemudian terbunuh oleh Abdurrachman bin Muldjam.
Kedjadian tentang peristiwa pembunuhan terhadap Ali, terdjadi di mesdjid Kota Kufah. Lukanja teramat berat oleh tusukan pedang beratjun. Pada saat itu djuga pembunuhnja dapat tertangkap hidup-hidup. Tetapi Ali dalam pada itu berpesan, berikanlah kepadanja makanan dan tempat tidur dalam tawanannja.
Salah seorang tabib jang didatangkan memberikan pertolongan tentang nasib Ali, mengatakan bahwa luka itu sudah tiada dapat disembuhkan lagi. Perihal ini djangan terus terang diberitahukannja kepada Ali.
Mendengar ini, Ali tiada membajangkan rasa gentar sedikitr pun nampak diwadjahnja, hanja dia berpesan kepada kedua orang puteranja, jakni Hasan dan Husain, bahwa kematiannja ini djangan sampai terdjadi kegaduhan dan huru hara. Dia berkata :
"Djika engkau mengampuninja, maka itu sebenarnja lebih mendekati takwa !"
Sebenarnja pesanan dan amanat Ali kepada kedua orang putera dan para pengikutnja sangat pandjangnja. Dibawah ini lagi kami kutipkan seketjak dari padanja, bahwa :
"Djagalah tetanggamu baik-baik. Berikan zakat atas harta bendamu. Kasihlah zakat itu kepada fakir dan miskin. Hiduplah engkau bersama-sama mereka. Berkatalah baik kepada sesama manusia, sebagaimana diperintahkan Allah kepadamu. Djanganlah bosan dan meninggalkan kelakuan jang baik, dan mengandjurkan orang berbuat baik. Rendahkan hatimu dan suka tolong-menolong sesama manusia. Djagalah, djangan sampai engkau mendjadi terpetjah-belah. Dan djangan sekali bermusuh-musuhan."
Ali menderita luka parah — teramat parahnja — pada hari Djum'at pagi. Dan beliau wafat pada malam Ahad, 21 Ramadhan 40 H.