4. HASAN DAN MU'AWIJAH
Apapun matjamnja kitab Sji'ah, baik dalam bidang agama, bidang sedjarah atau ilmu pengetahuan, pasti berisi didalamnja ketjaman2 terhadap Bani Umajjah, jang dianggapnja sangat kedjam dalam utjapan dan perbuatannja terhadap keturunan Ali dan Sji'ahnja dan jang dianggap menentang Nabi Muhammad dan adjarannja. Dan hal ini dapat kita pahami, karena permusuhan antara Bani Hasjim dan Bani Umajjah sudah terdjadi sebelum Islam, dalam masa kebangkitan Islam dan sambung-menjambung sesudah Islam.
Meskipun dari satu mojang, sifat2 Bani Hasjim itu berbeda sekali dengan sifat2 Bani Umajjah. Sedjarah Islam telah memperlihatkan perbedaan sifat2 ini. Sifat2 Nabi Muhammad menurun kepada anak tjutjunja melalui Fathimah dan Ali, dan sifat2 Abu Sufjan menurun kepada Mu'awijah, Utbah dengan segala keturunannja, meskipun sesudah berubah kejakinannja mendjadi Islam, dari satu pihak, lebih menerangkan hidupnja kepada achirat, dari lain pihak kelihatan dalam hidupnja keduniaan.
Dendam Abu Sufjan jang tidak dapat ditudjukan kepada Nabi Muhammad dimasa hidupnja, karena kekalahannja jang total, dilepaskan oleh anak tjutjunja dengan sepuas'nja kepada keturunan Ali bin Abi Thalib dan Sji'ahnja. Menurut orang Sji'ah, Abu Sufjan masuk Islam hanja karena terpaksa untuk menjelamatkan dirinja dari kehantjuran, tetapi ia masih mendendam dalam hatinja. Hal ini ternjata sesudah wafat Nabi, dikala Abu Sufjan mendatangi kubur Hamzah dan berkata : „Bangkitlah engkau dan lihat bahwa kekuatan sudah kembali kedalam tangan kami." Pertama kali ia menggunakan kelemahan Usman bin Affan, salah seorang Bani Umaijah jang mendjadi sahabat besar dan menantu Nabi, untuk memasukkan anak2nja kedalam susunan pemerintahan, diantaranja Mu'awijah.
Nabi tahu akan kelakuan Abu Sufjan ini, djika tidak, Nabi tidak akan mela'nat atau mengutuknja pada suatu hari, tatkala Abu Sufjan duduk diatas unta merah menuntun unta jang diatasnja duduk Mu'awijah dan Utbah. Nabi berkata : „Ja Tuhanku ! Laknatilah orang jang mengenderai dan jang menuntun !"
Rupanja utjapan kutukan ini diingat oleh Mu'awijah, dan ia menanti datangnja kesempatan untuk melepaskan dendamu ia dikala berkuasa. Maka dimakinja Ali, jang menurut orang Sji'ah tidak lain dikehendakinja melainkan Nabi Muhammad sendiri. Sedang Nabi tahu akan hal itu dimasa hidupnja dan pernah berkata : „Barang-siapa memaki Ali, ia sebenarnja memaki daku, dan barangsiapa memaki daku, ia sebenarnja memaki Allah (Hakim, Al-Mustadrak).
Memang benar sebagaimana dikatakan Sji'ah (Ibn Abil Hadid, Mughnijjah) bahwa sedjak berkuasa Mu'awijah menghamburkan tjatji-makian terhadap Ali dengan keturunannja. Di Kufah Mu'awijah naik diatas mimbar dan dalam chotbahnja itu dikatakannja bahwa sjarat2 perdjandjian jang sudah diperbuat dengan Hasan tidak berlaku lagi dan sudah diindjak2nja, meskipun sjarat2 itu sudah ditanda tanganinja. Pengakuannja dalam perdjandjian itu, bahwa Mu'awijah akan beramal sepandjang Kitabullah dan Sunnah Nabinja, bahwa ia tidak berbuat sesuatu djandji baru dengan seseorang lain ketjuali dalam musjawarah dengan orang Islam, bahwa ia mendjamin keamanan tiap penduduk keradjaannja daripada pertumpahan darah, kehormatan dan harta benda, dan bahwa ia meninggalkan memaki-maki Ali bin Abi Thalib, semua perdjandjian itu dilanggarnja dan dinjatakan pelanggaran itu dalam chotbah Djum'at di Kufah.
Mu'wijah tidak sadja sendiri memaki Ali, tetapi memerintahkan semua pegawai'-nja dan chatib2 Djum'at diseluruh keradjaannja, mala'nati Ali diatas mimbar dan memutuskan semua perhubungan dengan anak tjutjunja (Ibn Abil Hadid, Dala'ilus Sidiq III, 15). Bertahun lamanja orang menggunakan tjara ini dalam ibadah, sehingga orang melupakan firman Tuhan jang berbunji :
„Allah menghendaki membersihkan segala ketjemaran ahli rumahmu dan mengurniai kesutjian jang sebenar2nja kepadamu" (Al-Qur'an).
Berbeda sekali dengan sifat Rasulullah jang tidak ingin membalas dendam kepada Abu Sufjan. Kita ketahui dari sedjarah, bahwa Abu Sufjan dan isterinja Hindun sangat kedjam menghadapinja dalam politik dan peperangan, tetapi kedua'nja diampuni pada hari Fath Mekkah dan rumah Abu Sufjan sama dengan Masdjidil Haram dinjatakan sebagai tempat jang aman bagi semua orang jang merasa dirinja bersalah. Dalam pada itu keturunan Abu Sufian berbuat sebaliknja kepada anak tjutju Nabi.
Tatkala Hasan bin Ali pada suatu hari masuk kerumah Mu'awijah dimana terdapat Amr bin Ash, Walid bin Uqbah, Uqbah bin Abi Sufjan, Mughirah bin Sju'bah, bukan sadja ia tidak menghormati, tetapi mengetjam dan memberi 'aib kepada tjutju Nabi jang sangat ditjintai itu.
Dikala itu Hasan tidak dapat menguasai dirinja. Maka iapun mengeluarkan utjapan jang tadiam jang kemudian mendjadi bahan peledak memetjahkan perkelahian turun-temurun dan ber-tahun" Saja tidak ingin menterdjemahkan seluruh pidato ini. tetapi tidak dapat saja elakkan beberapa kalimat janq berisi kebenaran dan jang menggambarkan sikap orang2 besar Bani Umajjah ketika itu.
Hasan berkata kepada Mu'awijah : ,,Wahai Mu'awijah! Tidak ada artinja ketjaman dan edjekan mereka, tetapi ketjamanmu lebih lagi kedji terhadap kami, jang merupakan permusuhan dengan Muhammad dan keluarganja. Moga' Tuhan memberi petundjuk kepadamu. Ketahuilah bahwa mereka jang mengetjam itu pernah sembahjang kearah dua kiblat, sedang engkau ketika itu menentang, engkau melihat sembahjang itu suatu kesesatan dan menjembah Lata dan Uzza itu suatu kebadjikan ! Engkau mengetahui, bahwa mereka jang mengedjek daku pernah bersumpah dua kali, jaitu bai'at Fatah dan bai'at Ridhwan, sedang engkau ketika itu masih kafir. Tahukah engkau, bahwa ajahku jang engkau maki itu adalah orang jang mula2 iman, sedang engkau hai, Mu'awijah, dan ajahmu adalah mu'allaf, jang menjembunjikan kekufuran dan melahirkan ke-islamannja.
Kemudian apakah tidak engkau tahu bahwa ajahku jang engkau tjela itu adalah pemegang pandji2 Rasulullah dalam perang Badar, sedang pandji' orang musjrik ditanganmu dan ditangan ajahmu ? Siapa jang membawa pandji2 Nabi dalam perang Uhud, dalam perang Ahzab dan dalam perang Chaibar ?"
Hasan melandjutkan : „Tidakkah engkau ketahui, bahwa Rasulullah pernah mela'nati ajahmu Abu Sufjan tudjuh kali, pertama pada waktu ia keluar dari Mekkah ke Thaif membawa seruan Islam, sedang ajahmu mendustainja, kedua pada hari Badar, ketiga pada hari Uhud, dikala Abu Sufjan meneriakkan sandjungan kepada Hubal, dan Nabi mela'nati Hubal itu, keempat pada hari Ahzab, kelima pada hari Hudaibijah, keenam pada hari Aqbah dan ketudjuh pada hari Rasulullah melihat ajahmu mengendarai unta merah. Memang sudah njata permusuhanmu terhadap Nabi Muhammad dan keluarganja" (As-Sji'ah wal Hakimun, hal. 72—73).
Letusan kata2 ini mengakibatkan peperangan kutuk mengutuk jang berlarut-larut. Dendam dari dua belah pihak bertambah mendalam, dendam antara keluarga dengan keluarga, antara Bani Hasjim dan Sji'ahnja dengan Bani Umajah, jang gemarja sampai sekarang ini masih terdapat dalam lisan dan tulisan dari kedua pihak.
Ditjeriterakan orang, bahwa pada suatu hari Mu'awijah mendatangi orang2 Quraisj. Semua orang berdiri menghormatinja, ketjuali Ibn Abbas. Mu'awijah berkata : „Usman dibunuh setjara zalim". Ibn Abbas mendjawab : Umar bin Chattab dibunuh setjara zalim". Mu'awijah berkata : "Umar dibunuh oleh seorang kafir". Ibn Abbas bertanja : „Siapa jang membunuh Usman ?" Djawab Mu'awijah : „Dibunuh oleh orang Islam." Kata Ibn Abbas : „Itu lebih tjelaka lagi, karena kedua2nja mendjadi kafir."
Mu'awijah menulis surat kesegala sudut keradiaannja untuk membeikot Sji'ah Ali dan membantu serta mentjintai Sji'ah Usman. Pernah Mu'awijah menerangkan dalam sebuah surat kepada gubernurnja, menjuruh mengumpulkan riwajat2 keutamaan sahabat2 dan mengemukakan tentang riwajat Abu Turab (Ali bin Abi Thalib) dengan tjorak mengurangi nilainja.
Djuga usaha2 mendjatuhkan Ali ini tidak hanja tinggal dalam utjapan tetapi dilaksanakan dalam hukuman jang berat, kepada mereka2 jang dianggap bersekutu dengan keluarga Ali. Kita ambil sebagai tjontoh Hadjar bin Adi, salah seorang sahabat Rasulullah, sahabat Ali dan Hasan, seorang zahid dan ahli ibadat, seorang pahlawan jang gagah perkasa, jang pernah menundjukkan keberaniannja dalam perang mendjatuhkan Sjam dan Qadisijah. turut dalam perang Djamal, Sjiffin dan Nahrawan. Kemudian ia berbaik dengan Mu'awijah dan mendjadi seorang pegawainja jang ta'at. Hanja satu perkara ia tidak ingin mengerdjakannja, jaitu memaki Ali diatas mimbar, hal ini ketahuan, lalu diputuskan sebagai dosa besar dan dia dengan teman2nja dibunuh.
Shifi bin Fusail diperintahkan memaki Ali, tetapi tidak ingin mengerdjakannja. Oleh karena itu ia disuruh pukul sampai djatuh ter-sungkur2 kebumi, kemudian ditanjakan kepadanja : „Apa katamu tentang Ali ?" Djawabnja, bahwa ia tidak akan mengatakan lain, ketjuali apa jang sudah diketahui tentang keutamaannja. Shifi mendjadi korban kekedjaman Zijad. Dr. Taha Husain menulis dalam kitabnja „Ali wa Banuh", bahwa Shifi itu adalah anggota golongan Hadjar, jang terdiri dari orang2 Islam jang saleh dan banjak membantu Nabi dalam menjiarkan agama Islam. Banjak anggota golongan ini jang dibunuh.
Banjak lagi korban2' jang lain jang disiksa dan dibunuh atas perintah Mu'awijah oleh Zijad atau algodjo2nja, hanja karena tidak mau mentjertja Ali didepan umum atau dianggap simpati dengan keturunan Ali. Hal ini kita bitjarakan dalam suatu bahagian chusus.