Artikel
-
Al Qur'an Al Karim
Artikel: 565, Kategori: 4 -
Akidah
Artikel: 44, Kategori: 5 -
Rasulullah & Ahlulbait
Artikel: 345, Kategori: 15 -
Hadits & Ilmu Hadits
Artikel: 7, Kategori: 4 -
Fiqih & Ushul Fiqih
Artikel: 19, Kategori: 2 -
Sejarah & Biografi
Artikel: 98, Kategori: 3 -
Bahasa & Sastra
Artikel: 12, Kategori: 2 -
Keluarga & Masyarakat
Artikel: 1764, Kategori: 3 -
Akhlak & Doa
Artikel: 243, Kategori: 3 -
Filsafat & Irfan
Artikel: 292
Sayyidah Fathimah as sebagai Model Manajemen Krisis Modern (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Euis Daryati,MA
Di tengah kompleksitas kehidupan modern mulai dari tekanan mental, kerentanan keluarga, goyahnya nilai moral, hingga krisis ekonomi dan kemanusiaan manusia membutuhkan figur teladan yang bukan hanya memiliki kesempurnaan spiritual, tetapi juga relevan secara praktis dalam menghadapi tantangan. Dalam konteks ini, Sayyidah Fathimah az-Zahra as adalah figur yang sangat layak dijadikan model manajemen krisis modern. Meskipun beliau hidup di abad ketujuh, pola hidup, sikap mental, serta kecerdasan sosialnya menunjukkan prinsip-prinsip yang sangat selaras dengan pendekatan psikologi, manajemen keluarga, pendidikan generasi, dan strategi sosial kontemporer. Dengan mengamati perjalanan hidupnya, kita dapat menemukan panduan yang utuh tentang bagaimana menghadapi guncangan zaman dengan keteguhan hati, kejernihan jiwa, dan ketangguhan moral.
Keinginan yang Menghinakan (2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Mohammad Adlany Ph. D.
Al-Qur’an sendiri menegaskan pentingnya tidak mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan: وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ “Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Ṣhad [38]: 26)
Keinginan yang Menghinakan (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Mohammad Adlany Ph. D.
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ “Padahal kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya, dan bagi orang-orang beriman.” (QS. al-Munafiqun [63]: 8) Dengan demikian, pengendalian keinginan adalah syarat mutlak untuk menjaga kemuliaan diri seorang mukmin.
Jangan Sekali-kali Kamu Mengandalkan Amal Ibadahamu!
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Habib Ali Umar Al-Habsyi
إرحم من رأس ماله الرجاء و سلاحه البكاء. Ya Allah rahmati hamba yang Modal Utamanya hanya Raja’/pengharapan dan senjatanya hanya tangisan. Lalu bagaimana dengan kita?! Apa yang bisa kita banggakan dan andalkan untuk keselamatan abadi kita di akhirat? Selain Rahmat dan Kemurahan Allah SWT.
Wasiat Terakhir Sayyidah Zahra sa: Tentang Masa Depan
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah memandang langit-langit rumah yang ia cintai — rumah kecil yang menjadi saksi kasih, perjuangan, dan luka. “Ali, setelah aku tidak ada… jangan tinggalkan jalan ayahku. Jangan tinggalkan orang-orang lemah yang membutuhkanmu. Jangan biarkan kekuasaan membuatmu diam.” Tangannya meraih tangan Ali.
Wasiat Ketiga Sayyidah Zahra sa: Tentang Dirinya
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Fatimah menutup mata sebentar, seakan berbicara kepada dirinya sendiri. Ketika ia membukanya kembali, sorot matanya tenang. “Ali… aku ingin sesuatu darimu, tapi mungkin inilah bagian tersulit.”
Wasiat Kedua Sayyidah Zahra sa: Tentang Zainab
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Fatimah menatap putrinya yang berdiri dekat pintu. Senyum kecil muncul di bibirnya. “Ali… Zainab adalah bagian dari jiwaku.” Air mata Zainab pecah untuk pertama kalinya. “Tolong, jangan biarkan dia hidup tanpa tujuan. Ajarkan dia untuk berdiri ketika dunia runtuh. Ajarkan dia untuk menjadi suara ketika semua suara dibungkam.”
Wasiat Pertama Sayyidah Zahra sa: Tentang Anak-Anak
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah menarik napas, seperti memanggil kekuatan terakhir dari langit. “Ali… jagalah Hasan dan Husain. Mereka bukan sekadar anak kita. Mereka adalah cahaya Nabi, amanah terakhir yang beliau titipkan kepadaku.”
Wasiat Paling Pedih dari Putri Rasulullah dalam Narasi Ali Syariati (2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah membuka mata. “Ali,” panggilnya pelan. Suaranya serupa bisikan daun yang hendak rontok. Imam Ali mendekat. “Ya, wahai sayidati.” “Aku tidak ingin anak-anak mendekat dulu,” katanya lembut. “Ada hal yang ingin kusampaikan kepadamu—bukan tentang luka, bukan tentang diriku. Tapi tentang jalan setelah aku tiada.”
Wasiat Paling Pedih dari Putri Rasulullah dalam Narasi Ali Syariati (1)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ali Syariati
Sayidah Fatimah tidak pergi dengan ratapan. Tidak pergi dengan kemarahan. Ia pergi dengan kesadaran sejarah, meninggalkan pesan yang hingga kini tetap menyala: Bahwa kebenaran harus dijaga, anak-anak harus dididik dengan nilai, dan ketidakadilan harus dilawan — bahkan dengan kepergian yang sunyi.