Fatihatul Kitab Bag 2

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di hari pmbalasan.

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Tunjukilah kami jalan yang lurus.

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

(Q.S. al-Fatihah : 1-7)

Setelah kita mengawali segala tindakan dengan bismillah, sepantasnya pula kita mengakhirinya dengan alhamdulillahirabbil ‘alamin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam). Dengan alhamdulillah kita memuji Allah, mengagungkan-Nya, dan bersyukur atas semua pemberian-Nya.

Ayat ini merupakan penegasan hakiki akan pujian. Tidak ada pujian yang layak diberikan kecuali kepada Allah swt. Kenapa? Karena Allah adalah Zat yang memiliki sifat-sifat keindahan (jamaliyah), keagungan (jalaliyah) dan kesempurnaan (kamaliyah). Jadi, jika Anda melihat wajah cantik (ganteng), maka pujilah Allah yang memiliki keindahan sempurna. Jika Anda mendengar orang yang hebat, maka pujilah Allah yang memberinya kekuatan.

Kita memuji Allah, karena Dia adalah Tuhan semesta alam (rab al-‘alamin). Rabb berarti pencipta, pemelihara, pendidik, dan pemilik. Sedangkan ‘alamin menunjukkan realitas seluruh alam semesta, yang terlihat maupun yang tidak terlihat (gaib). Ini berarti, Allah adalah satu-satunya pencipta, pemelihara dan pemilik alam semesta. Karenanya, jika Anda melihat keindahan alam semesta, maka pujilah Allah yang menciptakan dan memeliharanya.

Kita memuji Allah, karena Dia adalah yang Maha Kasih (al-rahman). Kita memuji Allah, karena Dia adalah Maha Sayang (al-rahim). Dengan rahman-Nya, Allah menganugerahkan rahmat-Nya kepada segala sesuatu, tanpa terkecuali. Namun, dengan rahim-Nya, Allah menganugerahkan rahmat khusus kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa. Dua jenis rahmat ini, yaitu rahmat umum dan rahmat khusus, disebutkan Allah dalm Q.S. al-A’raf : 156 : “Allah berfirman: “Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami”. (Q.S. al-A’raf : 156)

Begitu pula, kita memuji Allah, karena Dia ‘Yang menguasai di hari pembalasan’ (Q.S. al-Fatihah : 4). Yang menguasai berarti penguasa dan pemilik. Hari pembalasan merupakan hari dimana manusia berkumpul untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia. Jika perbuatannya baik, maka dibalas dengan kebaikan, jika perbuatannya buruk, maka dibalas dengan keburukan. Setiap orang akan mendapat balasan yang sesuai, tidak ada yang dirugikan dan dizalimi, karena hari itu keadilan ilahi ditegakkan. Keyakinan tentang hari pembalasan ini merupakan akidah dasar Islam (ushuluddin), yang menolaknya merupakan bukti bagi kekafirannya. Menyadari adanya hari pembalasan, mendidik kita agar selama hidup di dunia hendaknya melakukan berbagai amal ibadah yang bermanfaat, ‘Dunia adalah tempat menanam, akhirat adalah tempat memetik”. Allah berfirman : “Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.” (Q.S. al-Infithar : 17-19)

Dengan kesadaran dan keyakinan yang mutlak, kita membenarkan bahwa Allah merupakan pencipta dan pemilik alam semesta, Allah adalah Pengasih dan Penyayang, dan Allah Yang menguasai hari pembalasan. Maka sebagai manifestasi keyakinan, kita pun menyembah-Nya, “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (Q.S. al-Fatihah : 5)

Dengan ayat ini, tegaslah, umat Islam meyakini dengan pasti bahwa tidak ada satu pun yang layak disembah kecuali Allah swt. Hal ini karena kataatan atau penyembahan total dan sempurna hanya berlaku pada Wujud Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Pencipta. Selain itu, kita sudah menyadari bahwa kita merupakan ciptaan-Nya yang tidak memiliki apa pun, tetapi dengan kemurahan dan kasih sayang-Nya, Tuhan menciptakan kita dan memberikan keberadaan serta berbagai nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Secara rasional, kita mengakui bahwa sudah menjadi keharusan untuk berterima kasih atas pemberian dan pertolongan pihak lain. Karenanya, layak pula kita berterima kasih pada Tuhan atas semua pemberian-Nya kepada kita. Ungkapan terima kasih inilah yang diaktualkan menjadi ibadah. Allah berfirman: “Sesungguhnya mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah, semata-mata taat kepada-Nya, hanif, lurus dan bersih, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Secara sederhana dapat kita uraikan bahwa sebaik-baik penyembahan adalah sesuai dengan keinginan Allah swt. Karenanya, sesuai dengan tauhid hukum yang menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menjadi sumber dan berhak membuat hukum, maka tatacara ibadah juga, mestilah berasal dan di tetapkan oleh Tuhan. Meskipun begitu, Ibadah dapat dibagi pada dua jenis yaitu ibadah khusus (mahdhah) dan ibadah umum (ghairu mahdhah). Ibadah khusus adalah ibadah yang ketentuan dan tatacaranya telah ditentukan dengan baku oleh Allah dan Rasul-Nya seperti salat, puasa, dan haji. Sedangkan ibadah umum adalah ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah, akan tetapi tatacaranya tidak ditentukan secara baku oleh Allah dan Rasulullah saaw, melainkan diserahkan kepada umat untuk melaksanankannya, dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum Islam umumnya. Dan kedua bentuk ibadah ini hanya patut ditujukan kepada Allah SWT semata dengan penuh keikhlasan.